HIDUPKATOLIK.COM – Jumat pagi, 18 April 2025, suasana di dalam Gereja Santa Odilia Paroki Citra Raya, Tangerang, Banten terasa berbeda dari biasanya. Di bawah langit cerah dan semilir angin pagi, umat mulai berdatangan dengan hening dan khidmat. Pukul 08.00 WIB, sebuah pertunjukan teater rohani bertajuk “The Passion of the Christ: Theatrical Visualization” dimulai.

Kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi antara KKMK Paroki Citra Raya dan OMK wilayah Solear dan Tigaraksa, dengan pentas yang diberi judul penuh makna: “The Last SupperFice” — perpaduan kata Supper dan Sacrifice yang menggambarkan kedalaman makna Perjamuan dan Kurban Kristus.

Tablo berdurasi kurang lebih dua jam ini menghadirkan kisah sengsara Tuhan Yesus, mulai dari Perjamuan Malam Terakhir hingga penyaliban. Awalnya, pementasan ini direncanakan untuk ditampilkan di salah satu wilayah paroki. Namun, atas beberapa pertimbangan, akhirnya diputuskan untuk dipentaskan di pusat paroki, di Gereja Santa Odilia, agar lebih banyak umat dapat merasakan pengalaman spiritual yang mendalam ini.

Latihan untuk tablo ini berlangsung kurang lebih tiga bulan, melalui proses yang penuh tantangan dan dedikasi. Para pemain dan tim produksi terus berusaha memberikan yang terbaik demi menghadirkan pengalaman rohani yang autentik bagi umat yang hadir.
Acara diawali dengan pengantar dan doa pembuka oleh Pastor Nelis, SS.CC., yang mengajak seluruh umat untuk membuka hati dan memasuki suasana batin yang kontemplatif. “Kita semua bagian dari kisah ini,” ungkap Romo dalam sapaan singkatnya.

Tablo ini menjadi begitu kuat secara emosional dan spiritual berkat keterlibatan langsung Pastor Richardus Matius Bili, SS.CC., atau yang akrab disapa Romo Richard, sebagai pemeran Yesus. Peran sentral ini bukan hanya soal seni peran, tetapi lebih kepada teologi hidup yang menghidupkan kurban Kristus. Romo Richard bukan hanya memerankan Yesus, tetapi dalam tubuh imamatnya, ia menghadirkan Kristus yang berkorban secara nyata di tengah umat. Ini bukan sekadar visualisasi, melainkan sebuah liturgi yang hidup.
“Ada keraguan dari beberapa pemain lain tentang Romo yang memerankan Yesus, karena peran utama dipegang oleh Romo Paroki. Namun, kami selalu meminta saran dan kesepakatan dari Romo untuk setiap adegan yang memerlukan perhatian khusus, seperti siksaan dan kekerasan, sehingga semua pemain merasa yakin dan tidak ada keraguan. Romo bukan hanya sekadar aktor, tetapi melalui imamatnya, beliau menghadirkan Yesus secara nyata di tengah kami. Ini benar-benar liturgi yang hidup,” kata Alphin, sutradara.
Sepanjang pementasan, suasana khidmat menyelimuti area gereja. Banyak umat yang larut dalam adegan demi adegan, bahkan tak sedikit yang meneteskan air mata. Tablo ini benar-benar menghipnotis umat yang hadir, menghadirkan bukan sekadar tontonan, tetapi perjumpaan personal dengan misteri iman. Bagi yang tidak bisa hadir langsung, Komsos Santa Odilia turut mendukung kegiatan ini dengan menayangkan live streaming,

Salah satu pemeran yang mencuri perhatian umat adalah Fera, yang memerankan sosok Bunda Maria. Sejak awal proses latihan, Fera sungguh menjalani perannya dengan penghayatan penuh. Setiap kali berlatih, Fera merasakan kedalaman emosi yang terkandung dalam peran Maria. “Tantangan terbesar adalah menghayati peran sebagai Ibu. Ibu yang melihat penderitaan dan pengorbanan Anak-Nya. Peran ini menguatkan saya untuk tabah dan ikhlas, serta berserah diri atas Kehendak-Nya.”
Frederick, pemeran rasul Petrus, juga berbagi pengalaman yang mengharukan selama proses latihan. Tantangan terbesar baginya adalah menghayati karakter Petrus, terutama dengan waktu latihan yang sangat terbatas dan sering bertabrakan dengan jam kerja. Ditambah dengan jarak tempat latihan yang cukup jauh dan absennya beberapa pemeran saat latihan, ia merasa sempat patah semangat. Namun, saat ia memerankan penyangkalan terhadap Yesus dalam tablo ini, ia merasakan kehadiran Kristus yang mendalam dalam hidupnya.
“Setelah memerankan Petrus pada tablo pagi ini, saya merasa bahagia, saya merasakan kehadiran Yesus di tengah kehidupan saya. Saya orang yang sulit untuk mengampuni dan membutuhkan waktu untuk mengampuni orang lain. Tetapi ketika memerankan penyangkalan terhadap Yesus, hati saya tersentuh oleh wajah Yesus yang selalu merangkul dan memaafkan.,” kata Frederick.
Tablo ini menjadi lebih dari sekadar pentas. Ia menjadi wadah pewartaan iman, wadah refleksi, dan ruang perjumpaan dengan Yesus yang sengsara — yang tetap hadir dalam kehidupan sehari-hari umat-Nya. Keterlibatan lintas generasi dari KKMK dan OMK menunjukkan semangat Gereja yang hidup dan terus bertumbuh dalam karya bersama.
Laporan Yulius Maran – Korbid Peribadatan Paroki Citra Raya






