HIDUPKATOLIK.COM – Minggu, 23 Maret 2025 Hari Minggu Praapaskah III. Kel. 3:1-8a, 13-15; Mzm. 103:1-4, 6-8, 11; 1 Kor. 10:1-6, 10-12; Luk. 13 :1-9
HIDUP yang berbuah harus diawali dengan pertobatan dan pembaharuan diri. Dalam kehidupan ini tidak ada seorang manusia yang sempurna. Kita semua adalah orang berdosa. Menyadari diri sebagai orang berdosa adalah penting. Janganlah kita menganggap diri lebih suci dan saleh dari orang lain.
Yesus mengecam orang-orang yang menganggap diri lebih saleh dari orang-orang Galilea yang darahnya dicampurkan Pilatus dengan darah korban yang mereka persembahkan. “Sangkamu orang-orang Galilea ini lebih besar dosanya daripada dosa semua orang Galilea yang lain, karena mereka mengalami nasib itu? Tidak! Kataku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian.” (Luk.13:2-3).
Kita semua harus bertobat dan memperbaharui diri kita. Rasul Paulus mengajak umat di Korintus untuk belajar dari pengalaman umat Israel di padang gurun. Banyak dari mereka mati di padang gurun, karena tidak mau bertobat. Paulus memperingatkan, “Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!’ (1Kor.10:12).
Menyadari diri sebagai orang lemah, rapuh dan berdosa, akan membuat kita semakin rendah hati dan peka dan harus selalu mengandalkan Tuhan dalam kehidupan ini, tidak pada kekuatan diri dan kesalehan diri. Bila kita bertobat dan mengandalkan Tuhan, maka hidup kita akan berbuah.
Melalui perumpamaan pohon ara yang tidak berbuah, Yesus memperingatkan orang banyak, termasuk kita, agar hidup kita harus menghasilkan buah. Jangan menjadi seperti pohon ara yang tidak berbuah, percuma saja tumbuh dan hidup di tanah, tanpa menghasilkan apa-apa.
Bagaimana agar hidup kita bisa menghasilkan buah? Seperti yang dilakukan oleh pengurus kebun itu, hidup kita harus dibersihkan, diberi pupuk, dan disirami air rohani secara teratur, agar bisa subur dan menghasilkan buah. Kita harus menata kembali hidup kita. Menata relasi kita dengan Tuhan, dengan sesama, dan dengan seluruh alam ciptaan dan makhluk hidup lainnya.
Hidup doa, membaca dan merenungkan Kitab Suci, merayakan Ekaristi, menerima Sakramen Tobat, dan perayaan-perayaan devosional dan kegiatan rohani lainnya, adalah penting dan bermanfaat untuk membantu dan memupuk serta mempererat ikatan kesatuan kita dengan Tuhan, dan membuat hidup kita sendiri berbuah banyak.
Di sekitar kita ada banyak orang yang menderita, yang merasa sangat terbeban dan tertekan oleh pelbagai situasi kehidupan yang berat. Apakah hati kita tersentuh dan tergerak untuk menolong? Apakah mata, telinga dan hati kita, seperti Allah menangkap dan mendengarkan teriakan mereka untuk minta tolong?
Ketika memanggil Musa di Gunung Horeb, Allah menyampaikan penderitaan umat-Nya di tanah Mesir. (Lihat Kel. 3:7-10). Keprihatinan Allah haruslah menjadi keprihatinan Musa. Kehendak Allah untuk membebaskan umat Israel dari kesengsaraan dan penindasan yang dialaminya di tanah Mesir, harus menjadi tugas dan tanggung jawab perutusan yang diterima dan dilaksanakan oleh Musa. Panggilan dan perutusan Musa haruslah juga menjadi panggilan dan perutusan kita dewasa ini, membantu dan menolong sesama kita yang menderita.
Semoga kita turut merasakan seperti hati Allah yang melihat, mendengarkan, dan merasakan penderitaan umat-Nya, dan kitapun rela turun tangan untuk membantu sesama kita. Marilah kita menghasilkan buah-buah kebaikan bagi sesama kita, khususnya bagi mereka yang miskin dan menderita.
Marilah kita dalam Tahun Yubileum dengan tema “Pengharapan”, berjalan bersama–sama sebagai Penziarah Pengharapan menuju masa depan yang lebih baik, adil, dan sejahtera. Pengharapan kita ada pada Allah Tritunggal yang akan mempersatukan dan menyempurnakan segala-galanya di dalam diri-Nya. Di dalam Tuhan, hidup kita akan berbuah banyak menuju keabadian. Amin.
Hidup kita harus dibersihkan, diberi pupuk, dan disirami air rohani secara teratur…
Sumber: Majalah HIDUP, Edisi No.12, Tahun Ke-79, Minggu, 23 Maret 2025