HIDUPKATOLIK.COM – Bumi dan seluruh alam semesta seisinya ini diciptakan bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan segala dinamika kehidupan yang telah berjalan ribuan bahkan jutaan tahun, kondisi bumi mengalami perubahan. Makin lama bumi membutuhkan perhatian, khususnya bagi kelangsungan hidup generasi mendatang. Apa saja upaya-upaya merawat bumi yang bisa dilakukan?
Novena Laudato Si
Menimbang bahwa pihak yang paling terimbas dengan kerusakan bumi adalah anak-anak, maka sejak dini mereka harus dilibatkan dalam Upaya merawat bumi. Karena itu, dilakukan Gerakan Laudato Si’ (ensiklik dari Paus Fransiskus yang mengajak manusia untuk merawat bumi) dengan melibatkan anak-anak. Kegiatan ini dilakukan sebagai bagian novena Laudato Si’ periode kedua. Bertemakan “Spiritualitas Ekologis”, kegiatan dilakukan di Taman Doa Maria Dhamparing Kawicaksanan, Ngembesan, Turi Sleman, pada hari Minggu, 9/3/25.

Tema “Spiritualitas Ekologis” dijelaskan dalam dua bentuk kegiatan, yaitu pengajaran (katekese) dan misa. Materi ini hendak mengajak manusia mengenakan cara hidup yang berlandaskan kepada nilai-nilai dan hubungan antara manusia dengan alam dan memanifestasikan (mewujudkan) hubungan spiritual antara manusia dan lingkungan. Kondisi ini dipaparkan oleh Pastor AR Yudono Suwondo (Vikep Kevikepan Yogyakarta Barat).
“Masyarakat perkotaan berutang pada masyarakat pegunungan, termasuk Sumohitan. Mereka utang air dan udara. Kesadaran bahwa dalam bumi yang satu sebagai rumah kita bersama, untuk memenuhi kebutuhan udara bersih perlu menanam banyak pohon. Tiap kali kita menanam satu pohon, kita menanam sebuah harapan yang tidak mengecewakan, pohon kehidupan,” kata Vikep.
Kegiatan merawat bumi ini di Yogyakarta Barat sudah dilakukan sejak dua tahun lalu. Untuk kawasan di lereng Merapi ini mereka sudah menanam 500 pohon alpukat dan 500 pohon durian. Kegiatan kali ini juga diakhiri dengan simbolisasi penanaman pohon yang dilakukan oleh Vikep Pastor Suwondo.
Hak Anak atas Kehidupan
Dalam kesempatan itu lebih dari serratus anak terlibat sebagai peserta. Mereka hadir untuk mengenal ensiklik Laudato Si serta impplementasinya dalam kehidupan sehari-hari. Ini dikaitkan dengan salah satu hak anak yang wajib dipenuhi adalah hak untuk mengalami kehidupan yang didukung dengan kondisi udara, air bersih, serta lingkungan yang sehat. Bumi dengan segala dinamika kehidupan manusia di dalamnya telah diwarnai oleh banyak polusi.

Di Yogyakarta, ada persoalan sampah yang terus menjadi pembicaraan para penentu kebijakan dan masyarakat. Di sisi lain, keberadaan banyak hotel baru di kota membuat kebutuhan air bersih meningkat tajam. Padahal dukungan air bersih dan udara sangat dipengaruhi oleh keberadaan sumber daya alam dan lingkungan yang sehat di wilayah ‘atas’.
Menurut data statistik dari BPS DIY perkiraan jumlah anak dan remaja pada tahun 2025 yang berusia 0-4 tahun sejumlah 295.020 orang, usia 5-9 tahun sejumlah 286.230 orang dan usia 10-14 tahun sejumlah 266.342. Kondisi ini membuat banyak pihak memberi perhatian serius pada pemenuhan hak hidup yang layak ditinjau dari penyediaan air bersih, udara, dan lingkungan yang sehat.
Untuk mendukung pemahaman, bersama Maria Rosa Delima, selaku narasumber disajikan fragmen potret kehidupan keluarga yang menghadapi persoalan sampah dan konsumsi sehari-hari. Beberapa hal yang disampaikan, antara lain ajakan untuk terlibat dalam melestarikan lingkungan khususnya memilah sampah, mengkonsumsi makanan secukupnya, dan meminimalkan penggunaan plastik. Ini tampak dalam banyak keluarga yang kurang memperhatikan pemilahan sampah, pembuangan sampah, dan mengkonsumsi makanan secukupnya. Membuang makanan sisa bisa diartikan mengambil hak orang miskin. Anak-anak sejak dini perlu diajari untuk menghormati hak sesamanya untuk hidup layak.
Dikatakannya, “Prinsip-prinsip spiritualitas ekologis antara lain meliputi mengakui semua mahkluk hidup terhubung, menghormati semua kehidupan, dari yang kecil sampai yang besar, peduli terhadap sesame makhluk hidup, menghormati bumi dan sumber dayanya, dan mempertimbangkan peran manusia dalam alam semesta.” Jika seluruh elemen masyarakat mau terlibat dalam upaya merawat bumi, beberapa manfaat bisa diperoleh yaitu: menjaga kesejahteraan hidup semua orang, menjaga keindahan dan pesona alam, menyelamatkan bumi dari kerusakan akibat tindakan manusia yang tidak etis-destruktif, dan menyelamatkan bumi dari ancaman dan ketidakadilan lingkungan.
Menjalani Hidup dengan Sederhana
Setelah sesi materi dilanjutkan dengan misa dipimpin Pastor AR Yudono Suwondo, Pr (Vikep Kevikepan Yogyakarta Barat), didampingi Pastor Rafael Tri Wijayanto, Pr (Pastor paroki Sumohitan), dan Pastor Adolfus Suratmo (Ketua Komisi Keadilan Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan). Dalam paparannya, Pastor Rafael menyampaikan beberapa hal penting untuk memelihara alam. “Memelihara alam raya harus dimulai dengan pikiran kita, jagat cilik. Alam kecil manusia ada 4 perkara: api, angin, air, tanah. Orang mati kembali ke asalnya. Setiap pribadi manusia harus ditata dengan baik menurut hukum alam manusia sesuai ketetapan Tuhan. Hidup manusia tidak mudah karena penuh dengan godaan di setiap waktu, setiap tahap kehidupan. Manusia harus mampu menata dan bisa mengalahkan godaan dengan cara matiraga, berdoa, berbuat kebaikan, dan melakukan sedekah.”

Pastor Suwondo juga mengajak ratusan umat yang memenuhi semua area untuk menjadi orang yang berani berjuang dan menghadapi kesulitan. Hidup akan melewati tantangan yang menuntut sikap bertahan terhadap godaan kehidupan termasuk pemakaian plastik dan penimbunan sampah yang merusak lingkungan.
Veronika Naning (Kontributor, Yoyakarta)