web page hit counter
Minggu, 13 April 2025
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Adat Istiadat dan Penyembahan Berhala

5/5 - (1 vote)

Pastor, apakah menghormati satu adat tertentu yang berkaitan dengan mistis (tetapi tidak pernah melakulan ritual atau semacamnya) merupakan bentuk penyembahan berhala? Mohon pencerahannya, Pastor.

Jojo, Jakarta

JOJO yang baik, sekadar menghormati, tanpa terlibat ritual adat yang berkaitan dengan mistis, tentu tidak termasuk penyembahan berhala. Misalnya, melihat orang mempersembahkan sesajian sesuai dengan kepercayaannya, atau tetangga memandikan keris pusaka dengan kemenyan dan bunga tujuh rupa, dan kita hanya melihat tanpa ikut percaya, tentu bukan menyembah berhala. Ada juga kesenian Debus yang mempertontonkan kesaktian seseorang (kebal senjata tajam, dan sebagainya). Di setiap kebudayaan ada ritual mistis yang berkaitan dengan roh, atau kekuatan gaib. Ajaran cinta kasih mengharuskan kita menghormati “perjalanan religius” seseorang meskipun bagi kita belum sesempurna iman kita. Kita telah percaya bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan, hidup dan kebenaran. Kita yakin bahwa seluruh perjalanan rohani manusia telah digenapi oleh Allah dalam Yesus, namun kita tetap menghormati kepercayaan yang berbeda. Lain halnya kalau kita kemudian gampang terpesona dan menjadi suka bahkan kecanduan unsur-unsur mistis itu, tentulah itu dapat membahayakan iman kita. Tanpa sadar kita turut mempercayai, bahkan mempercayakan diri kita pada hal-hal gaib itu.

Apakah semua upacara adat dengan ritual mistis merupakan penyembahan berhala? Saya sendiri tidak bisa mengatakan demikian. Memang banyak ditemukan ritual-ritual mistik tertentu yang bersifat berhala. Ada ritual yang nyata-nyata memanggil roh, arwah atau kekuatan gaib tertentu dan memanipulasinya untuk kepentingan kita. Tentu hal itu dilarang dalam iman kita. Namun tidak jarang ritual rohani tertentu diarahkan sungguh-sungguh kepada Allah yang satu, pencipta langit dan bumi. Doa-doanya, meskipun dengan bahasa kuno yang tidak dapat dimengerti orang modern, seringkali tertuju pada Allah yang Mahakuasa. Ini mengingatkan kita pada pengalaman Rasul Paulus di Areopagus, Atena. Dia menemukan mezbah yang dipersembahkan pada dewa yang tidak dikenal. Paulus menanggapinya dengan positif dan memakainya sebagai jalan masuk pewartaannya. Dalam tradisi iman kita yang tua, adat-istiadat bisa menjadi persiapan Injil (praeparatio evangelica). Tak heran, di daerah tertentu doa-doa telah digantikan dengan doa-doa Katolik. Misalnya dalam kenduri berkat rumah, atau syukuran sekitar kelahiran, dan sebagainya. Itulah salah satu bentuk inkulturasi.

Katekismus Gereja Katolik menjelaskan arti penyembahan berhala: “Pemujaan berhala itu ada, apabila manusia menghormati dan menyembah suatu hal tercipta sebagai pengganti Allah, apakah itu dewa-dewa atau setan-setan (umpamanya satanisme) atau kekuasaan kenikmatan, bangsa, nenek moyang, negara, uang, atau hal-hal semacam itu … Pemujaan berhala tidak menghargai Allah sebagai Tuhan yang satu-satunya; dengan demikian ia mengeluarkan orang dari persekutuan dengan Allah” – Bdk. Gal. 5:20; Ef. 5:5” (KGK 2113). Jelas, penyembahan berhala pertama-tama adalah penyembahan terhadap makhluk ciptaan dan segala nafsunya. Termasuk di dalamnya adalah mahluk gaib, arwah-arwah leluhur, dewa-dewa dan setan-setan serta keinginan-keinginan kita akan barang-barang fana.

Kedua, penyembahan berhala terjadi bila ciptaan diperlakukan sebagai pengganti Allah. Allah dikesampingkan, karena terfokus pada janji yang diberikan makhluk-makhluk itu. Misalnya, ingin mendapatkan kekayaan melalui perantaraan dukun atau orang pintar yang mendatangkan jin tertentu. Ada yang ingin sakti dengan jimat, ingin sembuh dari sakit dengan memanfaatkan kuasa gelap untuk mengusir santet. Praktek sihir, ritual memanggil arwah untuk meramal dan mengetahui masa depan juga termasuk penyembahan berhala (lih. KGK 1852, 2112-2113, 2129).

Kiranya ini bisa jadi pedoman. Adat-istiadat yang baik kita ikuti, yaitu yang membangun   martabat pribadi dan persaudaraan sosial. Namun bila sudah menyangkut mistik perlulah hati-hati. Demi menghindari bahaya penyembahan berhala sebaiknya tidak usah ikut-ikutan. Sebaliknya kita harus mengunggulkan ritual mistik Kristiani yang sudah kita miliki, yaitu perayaan sakramen dan sakramentali di mana Tuhan sungguh kita sembah dan menyelamatkan.

Pengasuh: Pastor Gregorius Hertanto, MSC – Dosen di STF Seminari Pineleng, Sulawesi Utara

Sumber:  Majalah HIDUP, Edisi 08, Tahun Ke-79, Minggu, 23 Februari 2025

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles