HIDUPKATOLIK.COM – SALAH satu anggota panitia tahbisan uskup Surabaya yang selalu datang ke lokasi kegiatan lebih awal adalah Karolus Boromeus Engelbertus Dani Vembery Cahyo, yang akrab disapa Dani. Sebagai salah satu humas media, ia senantiasa berjaga di media center. Di ruang mungil yang terletak di kompleks Sekolah Santa Katarina ini, ia dan tim selalu menyambut dengan ramah para awak media yang berdatangan satu per satu.
Sejak pembentukan panitia tahbisan uskup tak lama setelah nama uskup terpilih diumumkan, ia mulai sibuk menyiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan tugasnya. “Sebenarnya capek. Capek hati, capek badan, capek pikiran. Tapi saya lalui dan syukuri. Saya tidak berdiri sendiri. Saya dan tim bekerja sama,” kenangnya.
Bahkan sesekali ia membawa laptop. Sebelum para awak media datang, ia menyelesaikan pekerjaannya sebagai Human Resources Business Partner (HRBP), atau seorang profesional sumber daya manusia yang menangani segala sesuatu mulai dari perekrutan hingga manfaat dan relasi. “Saya bisa kerja dari mana saja. Hanya butuh laptop dan wifi. Hari ini saya bawa laptop,” ujarnya.
Bukan kali pertama umat Paroki Katedral Surabaya, Jawa Timur, ini terlibat dalam sebuah kepanitiaan. Pada tahun 2023, misalnya, ia didapuk sebagai humas panitia Natal paroki. Setahun kemudian, ia menjadi ketua panitia tahbisan imam yang diselenggarakan di gereja paroki. “Jujur, saya tidak pernah menghadiri Misa tahbisan imam. Apalagi jadi ketua panitia tahbisan imam. Jadi saya tidak punya bayangan sama sekali. Ketika pastor paroki meminta saya jadi ketua panitia, saya hanya bilang: ‘Semoga dengan bantuan rahmat Tuhan Yesus saya dimampukan.’ Langsung di-amin-kan oleh pastor paroki,” imbuhnya, sambil tertawa.
Terlepas dari kepanitiaan, suami dari Maria Theresia Oktaviani Depari ini telah aktif terlibat dalam pelayanan sebagai prodiakon dan ketua lingkungan, keduanya sejak tahun 2022. Tentu, ia harus pandai mengatur waktu. Terlebih ketika ia juga harus menjalankan tugasnya dalam kepanitiaan tahbisan belum lama ini. Pernah satu kali ia harus mengikuti rapat lingkungan lewat Zoom sambil mengendarai kendaraan. “Saya habis ikut Misa Triduum jelang tahbisan, jadi saya pulang malam,” ungkapnya.
Ada satu kisah yang sangat menyentuh hatinya. Suatu hari, seorang rekan dalam pelayanan pastoral difabel memintanya untuk secara rutin menerima Sakramen Tobat. Alasannya, ia seorang prodiakon yang tugasnya membantu imam membagikan Komuni saat Perayaan Ekaristi. Saat itu ia hanya mengangguk, tanpa mengatakan apa pun. Selang dua minggu kemudian, tiba-tiba tangannya gemetar saat memegang sibori ketika ia tengah membagikan Komuni. “Saya merenung, apa gara-gara saya tidak mengaku dosa. Seminggu kemudian saya mengaku dosa. Dan tangan saya tidak gemetar lagi. Akhirnya saya mulai rutin mengaku dosa setiap bulan. Rasanya lebih plong,” ujar ayah dari tiga anak ini.
Katharina Reny Lestari dari Surabaya
Sumber: Majalah HIDUP Edisi 7, Tahun Ke-79, Minggu, 16 Februari 2025