HIDUPKATOLIK.COM – Setelah dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia ke-8, ada sesuatu yang berbeda dan baru dalam kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, yakni mengadakan retret bagi seluruh pembantunya, sebelum menjalankan tugasnya sebagai abdi negara dan pelayan rakyat. Retret ini tidak hanya diberlakukan bagi para menteri yang membantu presiden, tetapi juga bagi seluruh kepala daerah yang baru dilantik di Indonesia. Langkah ini merupakan sesuatu yang positif dalam tradisi politik dan pelaksaan kekuasaan di Indonesia. Pertanyaan kita: apa sesungguhnya menjadi hakikat dari retret? Dan implikasi apa yang diharpakan dari tradisi religius tersebut?
Makna Etimologis Kata “Retret”
Jika kita merunut etimologi kata “retret” dalam Kamus Bahasa Latin (1969: 747), di sana ditulis bahwa kata “retret” merupakan serapan kata Latin “retrahere”, yang memiliki banyak arti, antara lain ”menarik diri”, “mengubah diri”, dan “mencegah”. Ketiga pengertian secara etimologis ini mengisyaratkan bahwa mereka yang menjalani retret meninggalkan sejenak kesibukan kesehariannya demi memberi bobot yang lebih tinggi bagi kegiatan selanjutnya.
Namun tidak hanya berhenti pada penarikan diri saja, tetapi dari kegiatan ini ada buah-buah yang akan dibawa dalam melaksanakan di masyarakat, yakni mencegah kekeliruan atau kesalahan yang pernah dilakukan dan bertekad untuk mengubah diri. Secara lain dapat dikatakan, orang yang ikut retret berkutat dengan tiga kegiatan yang penting, yakni melakukan retrospeksi diri, melakukan pertoban (metanoia), dan membuat komitmen dan tekad yang bulat ke depan (commitment and compassion) untuk menjadi pelayan masyarakat yang handal.
Dengan retrospeksi diri para peserta melihat kembali potret diri dan perilaku serta tindakan yang dilakukan di masa lalu. Jadi ia menguliti dirinya secara total dan tuntas. Dari hasil refleksi diri itu, diharapkan ada komitmen untuk memperbaiki diri atau bertobat dan memiliki tekad untuk memperbaiki diri ke depan dan berjanji hidup secara lebih baik. Inilah hakikat dari retret.
Jika makna esensial kata retret secara etimologis di atas dikaitkan dengan apa yang dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto, maka dapat dikatakan upaya ini merupakan sesuatu yang sangat positif. Kegiatan ini menjadi titik awal yang baik bagi para pejabat negara sebelum mereka mengemban tugas sebagai pelayan rakyat dan abdi negara.
Momen Penting
Merujuk pada tiga makna etimologis kata retret, maka dapat dikatakan momen ini merupakan saat yang tepat di mana para pejabat negara diajak untuk melihat perilaku dan sikapnya di masa lalu. Dan belajar dari sifat dan perilaku masalalu itu, para pejabat yang baru disadarkan akan keluhuran tugas dan tanggung jawabnya bagi masyarakat luas.
Sebagaimana ditegaskan oleh Max Weber dalam sebuah artikelnya berjudul “Politics as Vocation”, politik merupakan sebuah panggilan, karena itu politisi memiliki tugas yang sangat mulia dan sosial, yakni melayani masyarakat. Aristoteles bahkan sejak awal sudah mematrikan makna kata politik yang ditekankan oleh Weber. Menurut Aristoteles politik merupakan kegiatan yang mengurus kepentingan rakyat. Karena itu dalam menjalankannya diperlukan keutamaan.
Dalam bingkai pemikiran Max Weber dan Aristoteles, dapat dikatakan bahwa para pejabat negara adalah pelayan bagi masyarakat, bukan pelayan bagi diri sendiri atau kelompoknya. Mereka adalah perpanjangan tangan dari rakyat tetapi sekaligus menjadi tumpuan bagi masyarakat dalam mewujudkan kesejahteraan mereka. Karena itu yang menjadi fokus perhatian dari para pejabat adalah “polis taia”, artinya kepentingan rakyat. Tugas luhur ini tentu tidak bisa terwujud jika pejabat negara baik di pusat maupun di daerah tidak memiliki komitmen yang kuat dan tekad yang bulat untuk itu. Retret ini dapat memberi modal yang kuat bagi pejabat dalam menjalan tugas pelayanannya di masyarakat.
Nampaknya bagi Presiden Prabowo Subianto, kesadaran akan pentingnya landasan etis dalam menjalankan tugas politik bermodalkan refleksi diri sejenak demi sebuah pelayanan yang maksimal dan baik bagi masyarakat diperlukan. Selain itu, melalui kegiatan ini nampak jelas bahwa Presiden Prabowo Subianto tidak ingin di masa kepemimpinannya berlanjut kebobrokan politik yang tercermin dalam maraknya korupsi di kalangan pejabat. Justru melalui retret, Prabowo ingin menghadirkan makna etis dalam politik melalui kegiatan retret. Tradisi berbau religi ini tentu merupakan tanda positif dalam tradisi politik Indonesia.
Semoga semua pejabat pemerintah yang baru sadar akan hal ini demi Indonesia yang hebat, maju dan bermartabat menyongsong Indonesia Emas 2045.
Kasdin Sihotang
Dosen Filsafat Moral dan staf PPE Unika Atma Jaya Jakarta