HIDUPKATOLIK.COM – Komunitas KUBINA (Kursus Bina Awal bagi para calon religius Katolik) mengadakan acara pentas budaya yang bertemakan Membangun Iman dan Persaudaraan Multikultural pada tanggal 28 Januari 2025.
Acara ini dilaksanakan di Syantikara dan diikuti oleh seluruh peserta KUBINA, para pendamping, serta dosen yang mengajar di KUBINA. Selain itu, hadir pula beberapa tamu undangan yang turut meramaikan suasana.

Para peserta KUBINA berasal dari berbagai tarekat religius: Kongregasi Puteri Bunda Hati Kudus (PBHK); Congregatio Fratrum Immaculatae Conceptionis Beatae Mariae Virginis (FIC); Ordo Santa Ursula (OSU); Misionaris Para Rasul Kudus (MSA); Putri-putri Yesus Kristus (PPYK); Kongregasi Bruder Maria Tak Bernoda (MTB); Kongregasi Suster-suster Amalkasih Darah Mulia (ADM); Kongregasi Misionaris Oblat Maria Imakulata (OMI); Kongregasi Suster-Suster Cintakasih Santo Carolus Borromeus (CB); Serikat Xaverian (SX); Ordo Pewarta (OP); Kongregasi Bruder Budi Mulia (BM); Kongregasi Suster-suster Maria Imakulata Claretian (RMI); Kongregasi Misionaris Hati Kudus (Tarekat MSC); Kongregasi Putri Maria dan Yosep (PMY); Kongregasi Suster Abdi Kristus (AK); Kongregasi Suster Misi dan Adorasi dari Santa Familia (MASF); Freres de I’lluctrion Chretienne de Ploermel – Bruder Pendidikan Kristiani dari Ploermel (FICP).

Perayaan Misa Inkulturasi
Pentas budaya diawali dengan Misa dipimpin oleh Pastor Yohanes Leonardus Suharno, SX. Misa ini dibalut dalam nuansa inkulturasi.

Peserta mengenakan pakaian adat masing-masing. Perayaan diawali dengan tarian pembukaan oleh komunitas bruder FICP. Lagu-lagu serta musik dikemas secara khas oleh komunitas MSC dengan menghadirkan unsur budaya dari berbagai daerah di Indonesia.
Keberagaman budaya juga tampak dalam doa umat yang dibacakan dalam berbagai bahasa daerah, seperti Larangtuka, Batak Toba, Nias, Manggarai, Jawa, dan Mentawai.

Dalam homilinya, Pastor Martinus Joko Lelono menekankan pentingnya tema pentas budaya ini, yaitu bagaimana iman dan persaudaraan dapat dibangun dalam keragaman multikultural.
Ragam Penampilan Budaya
Setelah Misa, acara dilanjutkan dengan berbagai penampilan budaya dari setiap kongregasi yang mencerminkan kekayaan budaya Nusantara. Penampilan pertama dibawakan oleh PBHK dengan Tarian Tanempar Dodolo, tarian khas Tanimbar yang menggambarkan semangat kebersamaan dan keberanian.
Komunitas FICP menampilkan Ritual Hambor dari Manggarai, yang sarat makna spiritual, diikuti dengan Tarian Soka Selen dari Flores Timur yang memancarkan keanggunan budaya setempat.
Komunitas OSU mengusung sebuah tarian kreasi yang memadukan unsur budaya dari Flores Nagekeo, Toba, Jawa Tengah, Nias, dan Manggarai, menghadirkan harmoni dalam keberagaman gerak dan ritme.
Komunitas MSA membawakan Tarian Dayak Sane dari Kalimantan Barat, yang penuh dengan dinamika dan semangat khas suku Dayak.PPYK mempersembahkan Tarian Ja’I dari Bajawa, sebuah tarian yang mengajak semua peserta untuk ikut serta dalam lingkaran persaudaraan.

Komunitas MTB menghadirkan perpaduan alat musik tradisional seperti Seruling dan Gondang-gondang dari Batak Toba, Perbunga Dap-Dap dari Karo, serta Benggong dari Manggarai, yang menciptakan sebuah harmoni suara yang kaya dan menggugah jiwa.
Komunitas ADM kemudian menyuguhkan tarian kreasi yang menggabungkan unsur budaya Nias, Sumba, Jawa, dan Batak dalam satu kesatuan gerakan yang memikat.
Komunitas OMI menampilkan sebuah video pendek yang menggambarkan kekayaan budaya dari komunitas mereka.
Komunitas CB menghadirkan Tarian Kreasi Budaya yang memadukan unsur dari Toraja, Flores, dan Papua, mencerminkan keberagaman budaya yang harmonis.
Komunitas SX turut menampilkan tarian yang merangkum budaya Timor, Mentawai, Karo, dan Toba, menampilkan keunikan masing-masing daerah dalam satu panggung.
Komunitas OP menyajikan Tarian Tana Ge dari Flores Manggarai yang enerjik dan penuh semangat.
Komunitas BM menyumbangkan sebuah lagu daerah Mentawai berjudul Asah Baliok Ta Teteu, yang menyentuh hati dan membangkitkan rasa cinta akan budaya lokal.
Komunitas MSC menampilkan Tarian Kreasi Budaya yang menggabungkan unsur Dayak dan Kei Maluku, menyajikan keindahan dan keteguhan tradisi mereka.
Komunitas PMY membawa nuansa tenun khas Sumba Barat Daya melalui Tarian Menenun Wewewa, yang menggambarkan proses pembuatan kain tenun dengan gerakan yang lembut dan penuh makna.

Komunitas FIPC menghadirkan Tarian Topeng Ireng dari Desa Tuk Songo, Borobudur, Magelang, yang menampilkan keunikan tradisi Jawa Tengah dengan topeng khasnya.
Komunitas AK menyajikan Tarian Srimpen Kenya Kinasih, sebuah tarian yang mengusung kelembutan dan keanggunan budaya Jawa.
Komunitas RMI menampilkan Tarian Kreasi Ende Lio, yang menggambarkan keindahan dan keunikan budaya dari Flores.
Komuntasi MASF mempersembahkan Tarian Galumpang dari suku Dayak Kalimantan Timur, yang penuh dengan semangat dan kekuatan khas budaya Dayak.
Acara ini ditutup dengan sambutan Ketua panitia, Pastor Leonardus. Ia menyampaikan rasa syukur atas keberhasilan pentas budaya dalam mewujudkan persaudaraan di tengah keberagaman.
Sebagai penutup, para formator menampilkan sebuah tarian bersama yang menggambarkan kebersamaan dalam keberagaman.
Makna Pentas Budaya
Pentas budaya ini bukan sekadar ajang unjuk seni, tetapi juga menjadi ruang perjumpaan dan dialog iman dalam keberagaman budaya. Dengan menampilkan budaya dari berbagai daerah, para peserta dapat semakin memahami dan menghargai satu sama lain, sehingga persaudaraan lintas budaya semakin terjalin erat.

Tema Membangun Iman dan Persaudaraan Multikultural menggarisbawahi pentingnya sikap terbuka terhadap keberagaman. Multikulturalisme diartikan sebagai pengakuan dan penghormatan terhadap perbedaan budaya dalam satu komunitas. Namun, lebih dari sekadar pengakuan, acara ini juga membawa peserta ke dalam tahap interkulturalisme, yaitu interaksi aktif antara budaya yang berbeda. Interkulturalisme melibatkan dialog, kerja sama, dan pembelajaran bersama, sehingga terjalin pemahaman yang lebih mendalam antarindividu yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda.

Pemikiran Hans-Georg Gadamer tentang hermeneutika juga relevan dalam memahami makna pentas budaya ini. Gadamer menekankan bahwa pemahaman terjadi dalam suatu lingkaran hermeneutik, di mana seseorang tidak hanya menerima suatu makna secara pasif, tetapi juga menginterpretasikan dan menghidupi makna tersebut dalam konteksnya sendiri. Dalam pentas budaya ini, terjadi sebuah dialog antara tradisi dan pengalaman baru, di mana setiap individu bukan hanya melihat budaya lain dari kejauhan, tetapi juga terlibat secara aktif dalam interaksi budaya tersebut. Dengan demikian, pengalaman ini bukan hanya memperkaya wawasan, tetapi juga menciptakan pemahaman baru yang lebih mendalam tentang persaudaraan dan iman dalam keberagaman.

Melalui pentas budaya ini, para peserta tidak hanya mengenal kebudayaan masing-masing, tetapi juga mengalami kebersamaan dalam keberagaman. Inilah bentuk nyata dari iman yang hidup dalam konteks multikultural. Dengan demikian, perbedaan bukan menjadi pemisah, melainkan jembatan yang menghubungkan kita semua dalam persaudaraan sejati.
Frater Riko Nababan, SX (Penulis Lepas, Yogyakarta)