HIDUPKALIK.COM – “SETIAP orang yang saya tanya tentang Mgr. Michael Angkur langsung menjawab tentang kesederhaan,” ungkap Ketua KWI, Mgr. Antonius Subianto Bunyamin, OSC saat memberikan homili Misa Requiem Mgr. Angkur di Katedral Bogor, yang sebelumnya disemayamkan sejak (21/12/2024). Turut hadir Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo, Mgr. Paskalis Bruno Syukur, OFM (Uskup Bogor), Mgr. Christophorus Tri Harsono (Uskup Purwokerto), Mgr. Siprianus Hormat (Uskup Ruteng), Mgr. Silvester San (Uskup Denpasar), dan Mgr. Vinsensius Setiawan Triatmojo (Uskup Tanjungkarang), para imam Keuskupan Bogor dan Fransiskan.
“Kesederhanaan adalah kesaksian hidup yang luhur saat orang seperti Mgr.Michael Angkur yang sebenarnya bisa menikmati berbagai fasilitas untuk membuat hidup aman dan berbagai privilese yang membuat nyaman tetapi tidak diambilnya demi pewartaan Injil. Bukankah setiap imam harus sederhana? Bukankah setiap uskup harus sederhana? Tapi rupanya kesederhanaanlah yang menonjol, sehingga setiap orang berkata kesederhaan kepada sosok Mgr. Michael Angkur,” kata Mgr. Antonius.
Mgr. Antonius juga memberikan pujian kepada Mgr. Angkur yang tidak pernah absen mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di KWI. Kalau pun sedang tidak enak badan ia datang sebentar terlebih dahulu baru izin.
Bisa saja Mgr. Angkur memilih untuk tinggal di Bogor dengan kemewahan yang ia dapat tapi ia malah memilih tinggal di Labuan Bajo, sekalipun sudah pensiun sudah emeritus purna bakti tetapi hidup pelayanannya, karya kesaksiannya tidak pernah purnabakti.
Mgr. Angkur ke Labuan Bajo untuk meneruskan misi untuk pelayanan Fransiskan supaya ada komunitas di Labuan Bajo. Sebagaimana juga saat menjadi imam Mgr. Angkur mendirikan komunitas baru di Dili, juga ketika berkarya di Iran Jaya yang pada waktu itu ada beberapa tempat stasi paroki didirikannya. Jiwa misioner untuk menghadirkan Tuhan di dalam kesederhaan dibawa juga setelah ia purnabakti memilih tinggal di Komunitas Santo Fransiskus Gorontalo, Labuan Bajo, Manggarai Barat.
Pada kesempatan yang sama, Mgr. Paskalis membacakan surat turut berdukacita dari Paus Fransiskus. Sri Paus Fransiskus menyampaikan duka yang mendalam dan akan terus mendoakan Mgr. Michael Angkur.
Prinsip
Sehari sebelum Misa Requiem, di Kapel Sacra Familia tempat jenazah Mgr. Michael Angkur disemayamkan juga diadakan Misa yang dipimpin Mgr. Paskalis didampingi Mgr. Adrianus Sunarko, OFM (Uskup Pangkalpinang), Mgr. Siprianus Hormat, Pastor Yohanes Saputra dan Pastor Habel Jadera.
Dalam homilinya Mgr. Siprianus berkata, “Dari rumah kembali ke rumah, untuk menggambarkan Mgr. Michael Angkur.” Mgr. Siprianus mempunyai kenangan tersendiri dengan Mgr. Michael Angkur ketika ia ingin mengambil keputusan penting sempat berkonsultasi dengan Mgr. Angkur dan itu sangat membekas dihatinya. Menurut Mgr. Siprianus yang mencolok dari diri Mgr. Angkur adalah kesahajaan, kerendahan hati dan memiliki prinsip. Prinsip yang tegas namun disampaikan dengan lemah lembut.
Sedangkan Mgr. Sunarko mengatakan,“Saya tidak akan mengenal beliau, jika tidak masuk OFM. Sebab beliaulah yang menerima saya sebagai postulan, dan itu yang selalu membuat saya berterima kasih dengan beliau. Mgr. Angkur adalah kombinasi dari kesederhanaan, visioner dan kontemplatif.”
In Verbo Tuo
Saat tahbisan menjadi uskup, Mgr. Angkur memilih motto In Verbo Tuo, “Karena Engkau bersabda aku tebarkan jala ini,”dari Injil Lukas 5; 1-11. “Sejauh saya renungkan dengan memlilih semboyan itu almarhum Mgr. Angkur ingin mewariskan sesuatu pada kita, diharapkan mengikuti teladan beliau yaitu kesederhaan hidup, untuk terus berproses dari Simon menjadi Simon Petrus,” kata Kardinal Suharyo.
Mgr. Angkur ditahbiskan menjadi imam Fransiskan pada 14 Juli 1967 di Bogor dan ditahbiskan menjadi Uskup Bogor pada 23 Oktober 1994 di Bogor. Upacara tahbisan dipimpin Mgr. Leo Soekoto, SJ (Uskup Agung Jakarta saa itu) dan didampingi oleh Mgr. A. Djajasiswaja (Uskup Bandung), hadir juga Mgr. Ignatius Harsono (Emetius Bogor), Julius Kardinal Darmatmaja, SJ (Uskup Agung Semarang) yang saat itu menjabat sebagai Ketua Presedium KWI, dan Duta Besar Vatikan, Mgr. Pietro Sambi. Tahbisan dilakukan di salah satu gedung milik IPB di Jl. Dermaga. Sekitar 5000 orang hadir mengikuti Misa tahbisan dengan meriah kala itu.
Selama jadi Uskup Bogor sudah banyak yang dilakukan oleh Mgr. Angkur. Di antaranya sistem keuangan keuskupan; pemantapan-pemantapan dalam organisasi-organisasi kuria; menghimpun dana untuk pembiayaan semiari tinggi dan lain-lain. “Beliau adalah seorang uskup yang benar-benar melakukan tugasnya. Sebagai gembala di akhir kehidupannya dan dia jalani dalam semangat keberanian iman, dan kerendahan hati sebagai seorang Fransiskan, sampai di akhir kehidupannya dia masih bersemangat mengabarkan suka cita Tuhan. Menyebarkan misi Gereja Katolik, maka boleh disebut juga dia seorang misionaris sejati,” ujar Mgr. Paskalis.
Lebih dari itu, menurut Mgr. Paskalis, yang paling besar adalah, pertama, teladan kegembalaannya untuk tetap setia kepada Gereja Katolikia . Dia telah mewariskan teladan untuk tekun bekerja di ladang Tuhan dan mendegarkan firman Tuhan. Kedua, taat kepada Hierarki Gereja Katolik Roma yang dihidupinya sungguh-sungguh. Ketiga, dia mencintai Gereja Katolik apapun keadaannya.
Rendah Hati
Petrus Paulus Terbit (58 tahun), salah satu keponakan Mgr. Angkur yang tinggal serumah di Labuan Bajo, Mgr. Angkur seorang yang rendah hati, baik kepada umat di Labuan Bajo dan mau bekerja sama dengan umat setempat. Meskipun kadang keluarga melarang mengerjakan pekerjaan di kebun atau dirumah, tetap saja Mgr. Angkur lakukan alasannya supaya otot-ototnya bekerja tidak kaku, harus ada kegiatan. Ia suka berkebun, menyapu atau mengepel meskipun sebentar ia tetap melakukan pekerjaan rumah.
“Kalau ada tamu baik itu tamu penting, keluarga atau umat biasa, beliau selalu mempersilahkan duduk terlebih dahulu dan berganti baju untuk menghormati tamu yang datang. Karena dia selalu memakai pakaian yang sederhana,” kenang Paulus.
Memang dalam satu tahun ini ia sering bolak-balik ke Jakarta untuk memeriksa kesehatannya. Sampai pada kematiannya pada Rabu (18/12) di Rumah Sakit Siloam Labuan Bajo, ia tidak pernah mengeluh sakit.
Memang saat Mgr. Angkur meninggal, ada keinginan dari pihak keluarga untuk dimakamkan di sana, namun Mgr. Angkur saat masih hidup pernah berpesan kepada Mgr. Paskalis agar bila nanti meninggal, minta dimakamkan di Keuskupan Bogor. “Saya ini adalah orang Keuskupan bukan orang keluarga, jadi dimakamkan di Keuskupan,” pesannya saat itu. Selain diisi oleh imam-imam projo Keuskupan di TPU Kalimulya, Depok juga ada pemakamam para Fransiskan.
“Jadi amat tepat dia dimakamkan di sini, apalagi dia kan lahir secara rohani di Keuskupan Bogor, masuk Fransiskan di Cicurug Keuskupan Bogor dan mengakhiri kehidupannya juga di Keuskupan Bogor, jadi wajar sekali dia dimakamkan disini,” ujar Mgr. Paskalis yang juga Sekretaris Jenderal KWI.
Agustinus Sudarmanto (Kontributor, Bogor)