HIDUPKATOLIK.COM – Dalam pertemuan Natal Bersama Para Imam se-Keuskupan Agung Ende (KAE) pada Senin, 6 Januari di Ndona, Uskup Agung Ende, Mgr. Paulus Budi Kleden, menyatakan sikap tegas menolak eksplorasi geotermal di wilayah Keuskupan Agung Ende. Pernyataan ini bukan sekadar opini pribadi, melainkan sikap resmi Gereja Katolik di KAE setelah mendengar kesaksian dari masyarakat di lokasi eksplorasi geotermal, seperti Sokoria di Kabupaten Ende dan Mataloko di Kabupaten Ngada. Eksplorasi ini dinilai lebih banyak membawa bencana daripada manfaat bagi warga sekitar.
“Kami telah mendengar kesaksian dari warga Sokoria dan Mataloko, serta berbicara dengan para imam. Berdasarkan fakta yang ada, saya menyatakan sikap menolak eksplorasi geotermal di sejumlah titik yang telah diidentifikasi di tiga Kevikepan di wilayah Keuskupan Agung Ende,” ujar Uskup Budi. Ia menambahkan bahwa eksplorasi di sejumlah lokasi di Kabupaten Ende, Ngada, dan Nagekeo, yang meliputi Kevikepan Bajawa, Mbay, dan Ndona, telah menunjukkan dampak negatif yang nyata terhadap masyarakat.
Eksplorasi yang Membawa Petaka
Menurut Uskup Budi, eksplorasi geotermal yang dilakukan di Sokoria dan Mataloko tidak memberikan dampak positif bagi warga. Sebaliknya, banyak laporan tentang kerusakan lingkungan yang signifikan. Di Mataloko, misalnya, pengeboran yang dilakukan tanpa perencanaan matang telah menyebabkan keluarnya lumpur panas di berbagai titik, merusak lahan pertanian dan tanaman warga. Bahkan, ancaman terjadinya bencana mirip Lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur, menjadi momok yang menghantui masyarakat sekitar.
Hal serupa terjadi di Sokoria, Desa Sokoria, Kabupaten Ende. Dampak eksplorasi menyebabkan tanaman kopi—komoditas andalan warga—mengering dan mati. Kehilangan ini bukan hanya merusak lingkungan, tetapi juga menghancurkan mata pencaharian masyarakat.
Langkah Gereja untuk Melindungi Umat
Sebagai respons atas situasi ini, Uskup Budi meminta para imam di setiap kevikepan untuk mengambil peran aktif dalam memberikan edukasi kepada umat tentang bahaya eksplorasi geotermal. “Para imam perlu berbicara tentang tema ini di tingkat kevikepan. Kita juga memerlukan bantuan hukum dari Yayasan Bantuan Hukum untuk melindungi hak masyarakat,” tegasnya.
Keuskupan Agung Ende juga berencana mengadakan kajian ilmiah untuk memperkuat resistensi umat terhadap eksplorasi geotermal yang merugikan. Kajian ini akan melibatkan pakar geologi, pemerintah, aktivis lingkungan, serta tokoh adat dan masyarakat. Langkah ini diambil untuk memberikan pemahaman yang mendalam, baik secara ilmiah maupun berdasarkan fakta lapangan.
Dorongan untuk Kesadaran dan Perlawanan
Uskup Budi menegaskan bahwa gereja akan terus mendorong umat dan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran akan risiko eksplorasi geotermal. “Perhatian, informasi, dan edukasi adalah kunci,” ujarnya. Dengan memberikan fakta lapangan serta testimoni dari masyarakat yang terkena dampak langsung, diharapkan perlawanan terhadap eksplorasi yang merusak ini semakin kuat.
Penolakan eksplorasi geotermal oleh Keuskupan Agung Ende menjadi langkah nyata gereja dalam membela hak dan kesejahteraan masyarakat. Uskup Budi berharap bahwa kerja sama antara gereja, masyarakat, dan berbagai pihak akan membawa perubahan positif, memastikan lingkungan tetap lestari dan kehidupan umat terlindungi.
Yusti H. Wuarmanuk