web page hit counter
Minggu, 5 Januari 2025
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Seruan Moral Gereja dan Peran Umat Pasca Pemilu

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – PEMILU telah usai, tetapi sejumlah pekerjaan rumah masih banyak. Berbagai persoalan ketimpangan hukum dan ketidakadilan yang mencederai prinsip demokrasi. Pemilihan Presiden (Pilpres), Pemilihan Legislatif (Pileg), maupun Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang seharusnya menjadi ajang pesta demokrasi malah diwarnai dengan praktik-praktik curang, manipulasi, dan ketidakberpihakan hukum. Fenomena ini mengungkap wajah buram Pemilu di negeri ini, di mana keadilan tampak masih menjadi barang mahal.

Sejumlah Kasus

Salah satu gambaran nyata ketimpangan ini terlihat dari kasus politik uang yang merajalela di banyak daerah. Di Sumatera Utara, misalnya, kandidat dengan kekuatan finansial memborong suara melalui pembagian sembako dan uang tunai. Laporan ke Bawaslu sering kali berakhir tanpa keputusan jelas, menimbulkan kekecewaan dan ketidakpercayaan.

Intimidasi terhadap pemilih juga marak di daerah rawan konflik seperti Papua dan Aceh. Banyak pemilih dipaksa mendukung kandidat tertentu di bawah ancaman kekerasan. Ketakutan melapor karena alasan keselamatan membuat pelanggaran ini terus berlangsung.

Manipulasi data pemilih dan logistik yang tidak merata menambah persoalan. Di Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan Barat, ribuan nama dihapus dari daftar pemilih tanpa alasan jelas, merampas hak suara mereka. Sementara itu, daerah terpencil menghadapi keterlambatan distribusi surat suara yang memicu ketidakpercayaan terhadap hasil Pemilu.

Perlakuan diskriminatif terhadap kandidat perempuan juga menjadi sorotan. Kampanye hitam berbasis gender merusak reputasi dan merugikan peluang mereka untuk menang. Minimnya perlindungan hukum terhadap serangan ini mencerminkan ketidakadilan sistemik dalam proses Pemilu.

Dalam pesan singkat, Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja mengatakan situasi ini menuntut reformasi hukum dan penguatan pengawasan. Transparansi data pemilih, sanksi tegas terhadap pelanggaran, dan penguatan peran lembaga pengawas menjadi kunci untuk memulihkan kepercayaan publik. Masyarakat juga harus diberdayakan melalui edukasi politik dan pemanfaatan teknologi untuk memastikan transparansi.

Baca Juga:  Temu Awal Tahun 2025: Yayasan Pembina Sosial Katolik Miliki Semangat Baru

“Pemilu 2024 menjadi pengingat bahwa demokrasi sejati bukan hanya soal memilih pemimpin, tetapi juga menegakkan keadilan dan kesetaraan. Reformasi menyeluruh dan partisipasi aktif masyarakat diperlukan agar pemilu yang jujur dan adil bisa terwujud demi masa depan Indonesia yang lebih demokratis dan bermartabat,” sebutnya.

Bawaslu Republik Indonesia mencatat ada 531 pelanggaran Pemilu 2024. Dari jumlah tersebut, 279 kasus masih dalam proses penanganan. Rinciannya meliputi 71 pelanggaran administrasi, 226 pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu, dan 63 pelanggaran pidana. Sedangkan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menerima 417 laporan dugaan pelanggaran netralitas ASN sepanjang Pemilu 2024. Jenis pelanggaran didominasi oleh keberpihakan ASN di media sosial, yang mencapai 40% dari total kasus. Temuan Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan setidaknya 53 masalah dan dugaan kecurangan Pemilu. Temuan terbanyak berkaitan dengan Pileg sebanyak 22 dugaan, disusul dengan Pilpres sebanyak 21 dugaan. Sementara itu, platform Jaga Pemilu menerima 914 laporan dan temuan terkait dugaan pelanggaran Pemilu 2024. Setelah diverifikasi, terdapat 658 kasus yang dianggap valid dan memerlukan tindak lanjut.

Data-data di atas menunjukkan bahwa pelanggaran dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 masih menjadi tantangan serius yang perlu mendapatkan perhatian dan penanganan lebih lanjut untuk memastikan integritas proses demokrasi di Indonesia. Bahkan umat Katolik pun tidak terlepas dari persoalan ini baik sebagai pelaku maupun korban.

Pesan Moral

Menjelang Pemilu, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) secara konsisten mengeluarkan seruan pastoral yang menekankan pentingnya integritas, kejujuran, dan keadilan dalam proses demokrasi. Pemilu, baik Pilpres, Pileg, maupun Pilkada, dipandang sebagai momentum penting untuk memperkokoh demokrasi dan mewujudkan kebaikan bersama.

Baca Juga:  Uskup Agung Palembang Membuka Tahun Suci: Harapan Tidak Akan Mengecewakan

Ketua KWI, Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC menekankan bahwa partisipasi aktif umat Katolik harus diarahkan untuk menjaga proses demokrasi yang bermartabat dan berjalan sesuai dengan amanat undang-undang. Melalui seruan moralnya, umat Katolik diajak untuk berperan serta dalam kehidupan demokrasi yang rasional, sehat, dan bermartabat.         Dalam sebuah wawancara dengan Tempo.co (medio November 2024), Kardinal Ignatius Suharyo, menegaskan bahwa Gereja tidak pernah netral dalam hal moralitas dan keadilan. Gereja, menurutnya, selalu berpihak pada nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Uskup Agung Jakarta ini juga menekankan bahwa umat Katolik perlu aktif terlibat dalam proses demokrasi dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip moral yang diajarkan oleh Gereja. Ini sejalan dengan Ajaran Sosial Gereja yang menempatkan partisipasi politik sebagai wujud tanggung jawab umat terhadap kesejahteraan bersama.

Hasil survei Kompas menunjukkan fenomena yang menarik. Sebanyak 60 persen umat Katolik memilih pasangan Prabowo-Gibran sebagai presiden dan wakil presiden. Hasil ini memunculkan diskusi di kalangan umat Katolik dan para pemimpin Gereja terkait bagaimana nilai-nilai moral yang diajarkan melalui seruan pastoral KWI diinterpretasikan oleh umat dalam menentukan pilihan politik mereka. Dukungan besar ini menunjukkan bahwa umat Katolik mempertimbangkan berbagai aspek dalam memilih, termasuk stabilitas politik, ekonomi, dan kepemimpinan yang dianggap mampu membawa Indonesia ke arah yang lebih baik.

Kawal Pembangunan

Ketua Komisi Kerawam KWI, Mgr. Yohanes Harun Yuwono menambahkan, seruan pastoral KWI menekankan pentingnya memilih pemimpin yang memiliki komitmen terhadap kejujuran, keadilan, dan kesejahteraan rakyat. Pesan ini menjadi pedoman moral yang tetap relevan di tengah dinamika politik yang berkembang. Gereja berharap agar umat Katolik tetap kritis dan mengawal pemerintahan terpilih untuk memastikan kebijakan yang diambil sejalan dengan prinsip-prinsip moral dan sosial yang diajarkan oleh Gereja.

Baca Juga:  Keuskupan Baru di Ujung Barat Flores: Hadir untuk Melayani Umat dengan Lebih Dekat dan Penuh Kasih
Warga di Ciamis, Jawa Barat menempelkan Pemilu damai di Pohon Natal.

 

Ia juga menegaskan bahwa pasca-Pemilu, KWI kembali menyerukan kepada seluruh umat Katolik untuk menerima hasil Pemilu dengan baik dan bijaksana. “KWI menekankan pentingnya menjaga persatuan dan perdamaian di tengah perbedaan pilihan politik. Seruan ini juga mengingatkan umat untuk tetap mengawal jalannya pemerintahan yang baru dengan sikap kritis dan konstruktif demi kebaikan bersama,” sebutnya.

Dalam semangat itu, Mgr. Yuwono berharap pasca Pemilu 2024, umat Katolik dapat berperan aktif dalam mengawal pembangunan melalui beberapa langkah strategis. Umat dapat terlibat dalam program pendidikan dan pemberdayaan masyarakat, terutama di daerah kurang berkembang, untuk meningkatkan kualitas hidup dengan mengedukasi generasi muda tentang nilai-nilai keadilan dan solidaritas. Umat Katolik juga dapat memperjuangkan keadilan sosial dan pengurangan ketimpangan dengan membantu kelompok marjinal dalam mengakses layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan.

Dalam pembangunan ekonomi, umat Katolik dapat mendorong usaha yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, serta mendukung ekonomi hijau melalui koperasi atau usaha sosial. Selain itu, umat Katolik juga dapat berkontribusi dalam pemberantasan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, dengan mendukung transparansi dan hukum yang adil.

Tak ketinggalan umat Katolik juga memiliki peran dalam meningkatkan kesejahteraan sosial dan kesehatan dengan memberikan akses kepada masyarakat yang membutuhkan layanan kesehatan berkualitas dan terjangkau, terutama melalui layanan berbasis gereja atau organisasi sosial.

Yustinus Hendro Wuarmanuk

Sumber: Majalah HIDUP, Edisi No. 52, Tahun Ke-78, Minggu, 29 Desember 2024.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles