web page hit counter
Minggu, 5 Januari 2025
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Memaknai Kunjungan Paus Fransiskus: Ada Pesan dan Kesan di Balik Setiap Perjumpaan

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – LAWATAN Paus Fransiskus ke beberapa tempat di Jakarta selama Kunjungan Apostolik empat hari, mulai 3-6 September 2024, meninggalkan memori penuh makna bagi setiap insan yang bertemu dengannya, baik di Katedral Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga, Graha Pemuda, Masjid Istiqlal, Gedung KWI, dan Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK). Rubrik Sajian Utama Majalah HIDUP Edisi 37 yang terbit pada tanggal 15 September 2024 merekam semua memori ini.

Katedral Jakarta

Pastor Antonius Wahyudianto, SX menggambarkan suasana haru di Katedral Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga, Jakarta Pusat. Bersama dua imam dan seorang umat awam, ia telah tiba di gereja paroki ini pada hampir pukul 13:00 WIB, atau 3,5 jam sebelum Paus Fransiskus tiba. Selisih waktu ini memperlihatkan kerinduannya yang mendalam akan sebuah perjumpaan dengan pemimpin tertinggi Gereja Katolik sedunia tersebut. Meski menempati bangku di barisan belakang, ia tetap bersyukur. Tak semua imam mendapat kesempatan untuk mengikuti pertemuan Paus Fransiskus dengan para uskup, imam, diakon, tertahbis, seminaris, dan katekis di gereja paroki ini.

Peserta audiensi berebut menyalami Paus Fransiskus saat tiba di Gereja Katedral Jakarta, Rabu (4/9/2024).

 

Pada pertemuan tersebut, Paus Fransiskus menyampaikan pidato. “Seperti yang Anda sekalian ketahui, motto yang dipilih untuk Kunjungan Apostolik ini adalah ‘Iman, Persaudaraan, Bela Rasa.’ Saya pikir ketiga keutamaan ini mengungkapkan dengan baik perjalanan Anda sebagai sebuah Gereja dan karakter Anda sebagai sebuah bangsa, yang secara etnik dan budaya berbeda. Pada saat yang sama, Anda sekalian dicirikan oleh sebuah pergumulan dalam untuk mewujudkan persatuan dan kehidupan bersama yang bersatu dan damai, seperti yang dicerminkan oleh prinsip-prinsip tradisional Pancasila. Sekarang saya ingin bersama Anda merefleksikan tentang tiga kata tersebut,” ujarnya.

Pertama, iman. Indonesia adalah negara besar yang memiliki kekayaan alam. Jika dilihat secara sepintas, kekayaan yang begitu besar ini dapat menjadi alasan untuk menjadi sombong atau angkuh, tapi jika dilihat dengan pikiran dan hati yang terbuka, kekayaan ini sebaliknya dapat menjadi pengingat akan Allah dan kehadiran-Nya di alam semesta.

Kedua, persaudaraan. Seorang penyair abad ke-20 menggunakan sebuah ungkapan yang sangat indah untuk menggambarkan sikap ini. Ia menulis bahwa menjadi saudara dan saudari artinya mencintai satu sama lain dengan mengakui bahwa masing-masing pribadi “sama berbedanya seperti dua tetes air.” Ungkapan ini melukiskan persaudaraan secara sempurna. Tidak ada dua tetes air yang sama, tidak juga dua saudara atau saudari, bahkan saudara kembar pun sama sekali tidak identik. Menghidupi persaudaraan, karenanya, berarti menyambut satu sama lain, mengakui satu sama lain sebagai sederajat dalam perbedaan.

Baca Juga:  Menyambut “Penerus St. Petrus” di Indonesia

Ketiga, bela rasa. Kata ini berkaitan erat dengan persaudaraan. Bela rasa tidak hanya terbatas pada pemberian sedekah kepada saudara dan saudari yang membutuhkan, sambil memandang rendah mereka. Sebaliknya, bela rasa berarti mendekatkan diri satu sama lain, menghapus segala sesuatu yang menghalangi diri untuk turun menyentuh mereka yang ada di bawah serta mengangkat dan memberi mereka harapan. Bela rasa juga berarti merangkul mimpi dan hasrat mereka akan kebebasan dan keadilan serta memelihara dan mendukung mereka sambil melibatkan orang lain, memperluas jejaring untuk menciptakan kekuatan kasih yang besar.

“Sebagai imam misionaris Xaverian, aku merasa diingatkan dan diteguhkan kembali oleh Paus Fransiskus dalam poin-poin refleksinya bahwa kita membutuhkan sebuah ‘Gereja yang berevangelisasi keluar dari dirinya sendiri, bukan Gereja yang melulu melihat dirinya sendiri dan hidup dalam dirinya, dari dirinya, dan untuk dirinya sendiri,’” ujar Pastor Antonius.

Graha Pemuda

Di Lantai 4 Graha Pemuda, yang terletak di kompleks Katedral Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga, Paus Fransiskus berinteraksi dengan orang muda dari Scholas Occurrentes Indonesia. Tepukan sentuhan hati menyambutnya ketika ia memasuki ruangan dengan menggunakan kursi roda.

Scholas Occurrentes adalah sebuah organisasi hak asasi kepausan internasional yang bertujuan untuk mencapai integrasi siswa di seluruh dunia melalui inisiatif teknologi, atletik, dan artistik yang mempromosikan pendidikan dan budaya perjumpaan. Organisasi ini hadir di 190 negara dan mencakup sekitar setengah juta sekolah dan beberapa jaringan pendidikan.

Suasana sukacita saat Paus bersama para Scolas Occurentes di Graha Pemuda.

 

Bagi Anna Nurawalia, seorang relawan Scholas Occurrentes Indonesia beragama Islam, perjumpaan dengan pemimpin tertinggi Gereja Katolik sedunia itu merupakan pengalaman menarik. “Hari ini bukan sekadar pengalaman tetapi transformasi luar biasa bagi saya. Untuk pertama kalinya dalam hidup saya, saya mengunjungi, memasuki, dan menjadi bagian dari sebuah katedral, gereja yang disucikan oleh umat Katolik. Secara ajaib, tepat di depan saya berdiri masjid tempat saya biasa beribadah. Yang memberi saya keberanian dan tekad untuk datang ke tempat ini adalah keluarga saya dan Scholas,” ujarnya.

Masjid Istiqlal

Sementara itu, sebuah momen bersejarah tercipta di kompleks Masjid Istiqlal, tempat pertemuan para tokoh lintas agama yang dihadiri oleh Kepala Negara Kota Vatikan. Pagi hari itu, Jumat, 5 September 2024, Paus Fransiskus dan Imam Besar Masjid Istiqlal (saat itu), Nasaruddin Umar, menandatangani sebuah dokumen, yakni Deklarasi Istiqlal 2024: Meneguhkan Kerukunan Umat Beragama untuk Kemanusiaan.

Baca Juga:  Uskup Agung Palembang Membuka Tahun Suci: Harapan Tidak Akan Mengecewakan

Dokumen tersebut menyebutkan bahwa fenomena global dehumanisasi ditandai terutama dengan meluasnya kekerasan dan konflik, yang seringkali membawa jumlah korban yang mengkhawatirkan. Selain itu, eksploitasi manusia atas ciptaan, rumah kita bersama, telah berkontribusi terhadap perubahan iklim, yang menimbulkan berbagai konsekuensi destruktif seperti bencana alam, pemanasan global, dan pola cuaca yang tidak dapat diprediksi.

Paus Fransiskus menandatangani pengesahan terowongan silahturahmi| Dok. Indonesia Papal Visit Committee

Untuk mengatasi kedua krisis serius ini, dokumen tersebut juga mencakup seruan para tokoh lintas agama yang berisi tiga poin. Pertama, memajukan secara efektif nilai-nilai yang dianut oleh tradisi agama dan mengarahkannya untuk meningkatkan budaya hormat, martabat, bela rasa, rekonsiliasi, dan solidaritas persaudaraan untuk mengatasi dehumanisasi dan perusakan lingkungan. Kedua, para pemimpin agama harus bekerja sama dalam menanggapi kedua krisis tersebut dan mengidentifikasi penyebabnya serta mengambil tindakan tepat. Ketiga,mengakui dialog antarumat beragama di seluruh dunia sebagai sebuah sarana yang efektif untuk menyelesaikan konflik lokal, regional, dan internasional.

Paus Fransiskus juga membubuhkan tanda tangan pada prasasti Terowongan Silaturahmi. Bahkan ia menyebutnya sebagai “terowongan persahabatan,” sebuah simbol penuh makna yang memperkenankan dua tempat ibadah tak hanya berhadapan satu sama lain tapi juga terhubung satu sama lain.

Gedung KWI

            Momen penuh haru juga menghiasi Gedung Konferensi Waligereja Indonesia (KWI). Di Henry Soetio Hall Lantai 8, sekitar 82 penyandang disabilitas dan orang sakit bertemu Paus Fransiskus. Salah satunya Mimi Lusli, seorang wanita penyandang tuna netra yang meraih gelar Doktor dari Vrije Universiteit Amsterdam, Belanda, pada tahun 2016.

Mimi mendapat kesempatan untuk menyapa Sang Gembala Utama. “Bapa Suci, nama saya Mimi Lusli, dan saya kehilangan penglihatan pada usia 17 tahun. Sebagai seorang Katolik muda, saya menemukan penghiburan dalam Jalan Salib. Di sinilah saya bertemu Yesus. Dia tidak meninggalkan saya. Sebaliknya, Yesus mengajari saya cara bagaimana hidup tanpa penglihatan fisik. Yesus, mercusuar harapan kita, selalu memperjuangkan kebutuhan mereka yang difabel. Saya sangat percaya bahwa Tuhan menciptakan manusia dengan kemampuan unik untuk memperkaya keragaman dunia kita, dan disabilitas hanyalah salah satu dari aspek unik ini. … ,” ujarnya.

Paus Fransiskus memeluk penyandang disabilitas saat berkunjung ke Kantor KWI di Jakarta pada hari Kamis, 5/9/2024. (Foto: Ist.)

 

Paus Fransiskus menanggapinya sambil berkata: “Kalian adalah bintang yang bersinar di langit nusantara ini, para anggota yang paling berharga dari Gereja ini, kalian harta karunnya. Dalam kata-kata diakon dan Martin St. Laurencius dari masa Gereja Perdana, izinkan saya memulai dengan berkata bahwa saya sepenuhnya setuju dengan apa yang Mimi beritahukan kepada kita, Allah menciptakan manusia dengan kemampuan-kemampuan unik untuk memperkaya keragaman dunia kita.”

Baca Juga:  Wajah Baru Tampilan “Luar” dan “Dalam” KWI

Di ruang pertemuan itu pula Paus Fransiskus memperlihatkan cintanya yang begitu besar kepada para penyandang disabilitas. Ada satu momen yang mengundang derai air mata setiap insan yang menyaksikannya. Ketika itu seorang pria penyandang disabilitas menyalami Paus Fransiskus sambil menangis. Paus Fransiskus segera memeluknya dan membiarkannya merebahkan kepala di pundak untuk beberapa saat.

Stadion Utama GBK

Rangkaian lawatan Paus Fransiskus berakhir dengan Perayaan Ekaristi Agung yang digelar di Stadion Utama GBK, Jakarta Selatan. Lebih dari 80.000 umat Katolik dari berbagai paroki yang dilayani semua keuskupan di Indonesia memadati stadion ini. Pun Stadion Madya, atau stadion sekunder di kompleks GBK. Berbagai macam warna kaos yang dikenakan umat Katolik menambah keindahan kompleks ini sore hari itu, Jumat, 5 September 2024.

Saat Paus Fransiskus menyapa hampir seratus ribu umat yang memenuhi Gelora Bung Karno, Jakarta, Kamis, 5/9/2024. (Indonesia Papal Visit Committee)

Apalagi ketika satu “mukjizat’ terjadi. Menjelang Perayaan Ekaristi Agung, gulungan awan hitam menyelimuti langit. Gerimis bahkan sempat menyapa. Pastor Yustinus Ardianto, yang memimpin program hiburan dan puji-pujian menjelang Perayaan Ekaristi Agung, mengajak umat Katolik untuk mendaraskan 10 kali Doa Salam Maria. Seketika langit kembali cerah.

Dalam kotbahnya, Paus Fransiskus menekankan pentingnya persaudaran. “Saudara dan saudari, saya juga hendak berkata kepada Anda, kepada bangsa ini, kepada nusantara yang mengagumkan dan beraneka ragam ini: janganlah lelah berlayar dan menebarkan jalamu, janganlah lelah bermimpi dan membangun lagi sebuah peradaban perdamaian! Beranilah selalu untuk memimpikan persaudaraan! Dengan dibimbing oleh sabda Tuhan, saya mendorong Anda semua untuk menaburkan kasih, dengan penuh keyakinan menempuh jalan dialog, terus memperlihatkan kebaikan budi dan hati dengan senyum khas yang membedakan Anda untuk menjadi pembangun persatuan dan perdamaian. Dengan demikian, Anda akan menyebarkan aroma harapan di sekeliling Anda. Ini adalah keinginan yang diungkapkan baru-baru ini oleh uskup-uskup Indonesia dan saya juga ingin untuk melibatkan seluruh umat Indonesia: berjalanlah bersama untuk kebaikan Gereja dan masyarakat! Jadilah pembangun harapan, pengharapan Injil, yang tidak mengecewakan, melainkan membuka kita menuju sukacita tanpa akhir,” ujarnya.

Katharina Reny Lestari

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles