web page hit counter
Sabtu, 23 November 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Yohanes Lie: Melayani Dengan Hati 

3.7/5 - (3 votes)

HIDUPKATOLIK.COM – KALA itu tahun 1980. Yohanes Lie baru tamat SMP. Ia terpaksa ikut sang kakek bermigrasi dari Sintang, Kalimantan Barat, ke Pasar Minggu, Jakarta Selatan, untuk melanjutkan studi. Atas bantuan sang paman, ia akhirnya bersekolah di SMA Budaya, Jakarta Timur. Orang tuanya kurang mampu secara finansial sehingga migrasi menjadi satu-satunya pilihan.

Sang kakek mengelola sebuah toko kelontong. Ia pun sering membantu menjaga toko tersebut sepulang sekolah. Begitu pula sang paman, yang juga memiliki sebuah toko bahan material bangunan. Sesekali ia ikut menjaga toko ini.

Tiga belas tahun kemudian, Yohanes memutuskan untuk memulai sebuah usaha, yakni toko bahan material bangunan, sama seperti sang paman. “Saya dapat support dari keluarga. Saya juga sudah biasa membantu kakek dan paman dagang di toko saat saya masih remaja,” ujarnya. Saat itu ia tinggal di sebuah daerah yang masuk wilayah pelayanan Paroki Lubang Buaya, Jakarta Timur.

Baca Juga:  Buah-buah Sinode III Keuskupan Sibolga Harus Menjadi Milik Seluruh Umat

Ternyata usahanya menyita banyak waktu. Akibatnya, ia tak pernah bisa pergi ke gereja untuk mengikuti Perayaan Ekaristi mingguan. “Saya berjuang dari nol sampai saya lupa pergi ke gereja. Yang penting saat itu saya cari duit,” kenangnya.

Namun perlahan-lahan rasa tak nyaman muncul. Ada dorongan dalam hatinya untuk kembali rutin beribadah seperti dulu ketika ia masih duduk di bangku SD. Saat itu ia aktif melayani sebagai putra altar meski alasan utamanya adalah untuk mendapatkan makanan gratis, mengingat kondisi ekonomi orang tuanya saat itu.

Bahkan ada pengalaman tak terlupakan. Ketika ia memulai usahanya, ia mendapat sebuah proyek besar, yakni membuat pagar pangkalan taksi seluas sekitar 10 hektar. Tak lama kemudian, ia mendapat proyek besar lainnya, bahkan tanpa harus melewati tender. “Saya merasa ada yang salah dalam diri saya. Tuhan baik sekali sama saya,” imbuhnya.

Baca Juga:  Keuskupan Sibolga dari Sinode ke Sinode, Terus Bertumbuh dan Berakar

Akhirnya ia mulai rutin mengikuti Misa Minggu meski harus berpindah-pindah gereja paroki sejak tahun 1996. Ia juga mulai membantu orang-orang yang membutuhkan.

Ia menikah tiga tahun kemudian dan mulai terlibat aktif dalam kehidupan menggereja “dari balik layar” sejak tahun 2021 ketika Paroki Lubang Buaya hendak membangun gereja. “Saya ada banyak proyek. Saya tidak bisa ikut meeting. Jadi saya bantu finansial saja,” ungkapnya.

Selain itu, ia juga menjadi Ketua Pembina Paguyuban Warga Sintang di Jakarta, sebuah komunitas warga Sintang yang tinggal di Ibu Kota dan sekitarnya. Paguyuban yang telah berusia 28 tahun ini merupakan wadah silahturahmi bagi mereka agar mereka tetap bisa menjalin hubungan kekeluargaan. Paguyuban ini juga merupakan wadah bagi mereka untuk saling berbagi.

Baca Juga:  Renungan Harian 23 November 2024 “Lepas Bebas”

Meski memiliki kelainan jantung, yakni salah satu katup jantung bocor, ayah dari dua anak perempuan tersebut kini menikmati karya pelayanannya. “Tidak boleh terlalu capai dan harus menjaga agar tekanan darah tidak tinggi. Jadi saya enjoy saja. Saya tidak terlalu memikirkan apa yang akan terjadi esok. Ini prinsip saya,” ujarnya.

Baginya, melayani harus tulus. “Apa yang bisa kamu lakukan, itu yang harus kamu lakukan. Tidak perlu memikirkan manfaatnya untuk dirimu sendiri. Jika secara finansial mampu, support secara finansial. Jika punya talenta, berikanlah talenta itu. Jangan iri terhadap orang lain. Jangan lihat ke atas, lihat ke bawah. Manusia pasti tidak pernah merasa puas,” pungkasnya.

Katharina Reny Lestari

Sumber: Majalah HIDUP, Edisi No. 38, Tahun ke-78, Minggu, 22 September 2024

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles