web page hit counter
Minggu, 22 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Uskup Denpasar, Mgr. Silvester San: Mengapa Kita Buta dalam Banyak Hal

5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – Renungan Minggu, 27 Oktober 2024, Minggu Biasa XXX, Yer.31:7-9; Mzm.126:1-2ab,2cd-3,4-5,6; Ibr.5:1-6; Mrk.10:46-52

KALAU kita membaca kisah-kisah Injil, ada dua orang buta yang menarik perhatian kita, yaitu pertama, dalam Injil Yohanes pasal 9: orang yang dilahirkan buta, disembuhkan oleh Yesus pada hari Sabat, dengan akibatnya Yesus harus berkonflik dengan orang Farisi dan Ahli Taurat karena Yesus dituduh melanggar hari sabat. Yang kedua baru saja kita dengarkan dalam Injil tadi, yaitu Bartimeus, si buta dari Yeriko.

Tentu bisa dibayangkan betapa menderitanya orang buta. Ia tidak dapat melakukan banyak hal. Ia tidak dapat melihat keindahan alam ciptaan Tuhan. Ia sulit membaca kecuali kalau sudah belajar huruf braille, tidak bisa menonton film, tidak bisa melihat orang, televisi, berbagai aplikasi gadget, tidak leluasa berjalan ke sana ke mari dan sebagainya. Nampaknya dalam banyak hal, ia perlu dibantu atau dituntun oleh orang lain. Kita bisa bayangkan betapa menderitanya Gus Dur, yang pernah menjadi Presiden kita masa lalu, karena ia buta: bagaimana ia bisa menyelesaikan berbagai masalah di Republik ini, kalau ia sendiri tidak melihat masalah itu, karena ia buta?

Dalam hal ini, Bartimeus, si buta dari Yeriko tentu sangat menderita karena keadaannya itu. Ia hanyalah salah satu dari sekian banyak orang buta pada waktu itu. Sebagaimana kita ketahui bahwa kebutaan bisa terjadi karena macam-macam sebab; misalnya karena panasnya matahari di Palestina yang terlalu menyengat, karena cuaca Palestina yang cepat berubah-ubah, karena banyaknya debu dan kekurangan air di Palestina, sehingga banyak orang menderita sakit mata dan menjadi buta; mungkin juga karena kecelakaan atau penyakit mata. Pada waktu itu, karena tidak ada jaminan sosial dan tidak ada rumah sakit, banyak orang buta coba bertahan hidup dengan mengemis atau menjadi peminta-minta. Namun, dalam diri Bartimeus tetap ada satu kerinduan besar supaya ia dapat melihat: Tuhan, semoga aku dapat melihat!

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Dalam Injil kita melihat bagaimana Bartimeus berjuang untuk mendekati Yesus dan dengan penuh kepastian ia meminta supaya ia dapat melihat kembali: “Yesus Putra Daud, kasihanilah aku!”. Memang pengetahuannya tentang Yesus tidak sempurna. Ia hanya mengenal Yesus sebagai Putra Daud, suatu gelar Mesias politik, Mesias sebagai raja. Namun ia mempunyai iman kepada Yesus, dan karena itu, Yesus menyembuhkan dia. Dalam hal ini, menjadi orang Kristen tidak harus mengetahui ajaran teologi secara sempurna, melainkan beriman kepada Yesus, menyerahkan diri secara total kepada Yesus, pasrah kepada-Nya.

Dalam bacaan pertama melalui Yeremia Tuhan menjanjikan kepada bangsa Israel pembebasan dari pembuangan Babel. “Aku akan menghantar kembali orang buta dan timpang”. Orang buta dan timpang adalah lambang umat Israel yang tidak berdaya di pembuangan. Hanya tangan Tuhan yang mampu membawa kembali kelompok orang yang sudah lesu dan lemah ini. Yang diminta dari umat Israel adalah iman kepada Tuhan, dalam arti menyerahkan diri kepada-Nya. Iman inilah yang telah dimiliki oleh Bartimeus.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Setelah melewati berbagai rintangan, Bartimeus berhasil mendekati Yesus, menyerahkan diri kepada Yesus dan Yesus menyembuhkan matanya: ia dapat melihat dunia. Tetapi yang terpenting, ia mampu melihat Tuhan dalam diri Yesus. Ia melihat dan percaya kepada-Nya, sebab ia langsung mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya. Ini berarti bahwa Bartimeus telah menjadi murid Yesus. Ia tidak hanya berterima kasih kepada Tuhan karena kesembuhannya, tetapi lebih dari itu ia mau mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya, yang berarti mengikuti Yesus sampai pada penderitaan dan kematian-Nya di Yerusalem. Jadi, jika Bartimeus mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya, berarti ia siap menderita bersama Yesus. Dalam hal ini seharusnya kita orang kristen menghayati hidup seperti itu, yaitu mengikuti Yesus sampai pada kematian-Nya, bukan hanya sampai di gunung Tabor.

Si buta Bartimeus dapat melihat, sedangkan orang-orang Farisi dan beberapa murid Yesus yang tidak buta, tidak melihat dan tidak mengerti bahwa mengikuti Kristus berarti mengikuti-Nya sampai pada kematian-Nya. Maka peristiwa penyembuhan ini bukan hanya menunjukkan belas kasihan Yesus kepada Bartimeus, melainkan juga menjadi peristiwa yang dimaksudkan untuk membuka mata para murid Yesus dan menyadarkan mereka bahwa barang siapa mau mengikuti Yesus, harus bersedia mengikuti Yesus yang tersalib.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Untuk kita peristiwa penyembuhan si buta ini sangat aktual. Kita sebenarnya buta dalam banyak hal. Kita mempunyai mata tetapi tidak melihat banyak soal penting, bahkan kita “buta” terhadap Tuhan sendiri. Kita perlu berjuang seperti Bartimeus, dan berani meminta untuk bisa melihat kembali, walaupun ada banyak rintangannya.

Kita minta agar Tuhan membuka mata kita untuk melihat dan menyadari kebaikan-Nya, kemurahan-Nya, anugerah-Nya yang kita terima setiap hari. Kita minta agar Tuhan membuka mata iman kita untuk percaya kepada-Nya, menyerahkan seluruh diri kita kepada-Nya. Dengan demikian, seperti Bartimeus kita selalu mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya sampai di Golgota. Penderitaan dan kesulitan yang kita alami dalam hidup sehari-hari, tidak membuat kita putus asa, patah semangat untuk mengikuti Yesus, sebab kita telah beriman kepada Yesus, sebab kita telah melihat Yesus dengan mata hati.

Kita sebenarnya buta dalam banyak hal. Kita mempunyai mata tetapi tidak melihat banyak soal penting.”

Sumber: Majalah HIDUP, Edisi No. 43 Tahun Ke-78, Minggu, 27 Oktober 2024

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles