web page hit counter
Kamis, 24 Oktober 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Selebrasi Manusia dan Budaya: Mengenang Romo Sastro, Filsuf Penggerak Humanisme

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – Di aula STF Driyarkara, Jakarta yang megah, sebuah banner besar menyambut para tamu yang hadir pagi itu, bertuliskan “Sebuah Selebrasi MANUSIA dan BUDAYA: Refleksi atas Perjalanan Pemikiran Prof. Dr. Michael Sastrapratedja.”

Dari judul ini, jelas bahwa para undangan akan disuguhi rangkaian acara yang menyentuh tentang warisan pemikiran seorang filsuf besar yang sepanjang hidupnya telah mengabdikan diri pada nilai-nilai kemanusiaan dan budaya Indonesia. Suasana aula tampak hangat dan penuh penghormatan, mencerminkan sosok Romo Sastro yang dikenal sebagai sosok teladan dalam filsafat dan kehidupan sosial.

Acara dimulai tepat pukul 10:00 WIB dengan persembahan indah dari mahasiswa STF Driyarkara, yang membawakan lagu “Ave Maria”. Suara mereka menggetarkan aula, seolah mengajak semua hadirin untuk mengenang dan merenungkan sosok Romo Sastro.

Ketua STF Driyarkara, Pastor Simon Lili Tjahjadi , dalam sambutannya memberikan apresiasi tinggi kepada para narasumber yang telah hadir untuk berbagi cerita dan refleksi mengenai kehidupan serta pemikiran Romo Sastro.

Pastor Simon menyampaikan bahwa Romo Sastro tidak hanya seorang filsuf, tetapi juga seorang pemimpin dan teladan yang memberikan “makanan” bermutu lewat pemikirannya tentang filsafat, manusia, kebudayaan, Indonesia, dan Pancasila.

Baca Juga Artikel:  Uskup Paskalis Ingin Tetap Berjalan Bersama Umat

Dalam kata-katanya yang hangat, Pastor Simon mengingatkan bahwa Romo Sastro adalah sosok yang komitmen kemanusiaannya tidak perlu dipertanyakan lagi.

Setelah sambutan tersebut, sebuah video pendek karya Kudori Husnan diputar, berisi perspektif murid-murid Romo Sastro. Video ini menyajikan berbagai sudut pandang yang memperlihatkan bagaimana pemikiran dan teladan hidup Romo Sastro memberikan dampak besar bagi banyak orang, terutama dalam bidang filsafat dan pendidikan.

Romo Michael Sastrapratedja, yang lahir di Wonosobo pada 22 Oktober 1943 dan meninggal dunia pada 17 Februari 2024 di Semarang, dikenang sebagai seorang filsuf besar. Momen haru kembali terasa ketika sebuah alunan saksofon membawakan lagu “Don’t Cry for Me Argentina,” lagu yang diinginkan Romo Sastro untuk mengiringi pemakamannya.

Acara berlanjut dengan talk show yang dipandu oleh penulis Dewi Kharisma Michellia, yang menampilkan tiga narasumber ternama: Dr. Ferdinandus Hindiarto (Rektor Universitas Katolik Soegijapranata), Johannes Eka Priyatma, Ph.D. (Rektor Universitas Sanata Dharma), dan Wregas Bhanuteja (sutradara dan cucu Romo Sastro). Talk show ini menggali pemikiran Romo Sastro tentang manusia dan budaya, dua tema besar yang selalu mewarnai perjalanan hidupnya.

Baca Juga Artikel:  Alumni Tarakanita Jadi Geosaintis Kenalkan Geosains dan Prospek Kariernya ke Siswa SMP

Ferdinandus berbicara tentang bagaimana Romo Sastro memiliki kesetiaan pada humanisme, yang menjadi akar dari seluruh pemikirannya. Ia menggambarkan Romo Sastro sebagai seorang filsuf yang memiliki kedisiplinan tinggi, selera yang tajam—termasuk dalam memilih soto babat sebagai makanan favorit—dan memori yang kuat. Pengaruh Romo Sastro begitu besar hingga tanpa sadar, Ferdinandus mengadopsi banyak dari nilai-nilai tersebut.

Eka Priyatma menyoroti kebiasaan Romo Sastro yang suka “mendudukkan perkara” dengan bijaksana, memadukan humor dengan argumen yang kuat. Ia juga mengungkapkan lima perhatian utama Romo Sastro: manusia dan martabatnya, pendidikan dan humanisme, filsafat dan etika, Pancasila, serta religiositas. Semua aspek ini menunjukkan keluasan wawasan dan kedalaman pemikiran Romo Sastro.

Sementara itu, Wregas Bhanuteja berbagi pengalaman pribadi sebagai cucu Romo Sastro. Wregas mengenang pesan sang kakek bahwa setiap film harus memberikan katarsis bagi penonton, yakni momen pelepasan emosi yang membawa refleksi mendalam. Pesan ini terus dipegang teguh oleh Wregas dalam setiap karyanya, termasuk film terbarunya “Budi Pekerti” (2023).

Setelah talk show, acara dilanjutkan dengan persembahan lagu “The Prayer” oleh Ines dan Aldri, sebuah lagu kesukaan Romo Sastro yang menyentuh hati para tamu undangan. Kemudian, dilakukan pemberian kado ulang tahun yang diwakili oleh Universitas Sanata Dharma dan STF Driyarkara. Tak lupa, pemberian plakat dari ikatan alumni STF Driyarkara kepada tiga universitas besar—Sanata Dharma, Soegijapranata, dan STF Driyarkara—serta Periplus, sebagai bentuk penghormatan kepada Romo Sastro.

Baca Juga Artikel:  Topik Hangat pada Sinode Vatikan 2024: Diakonat Perempuan Tidak Menyelesaikan Masalah

Di akhir acara, para frater Jesuit mempersembahkan lagu “Ave Verum,” diikuti oleh sesi pesan dan kesan singkat dari kolega dosen, imam, dan mantan murid Prof. Michael Sastrapratedja. Suasana penuh kehangatan dan penghormatan ini diakhiri dengan pemberian doorprize kepada tamu undangan terpilih.

Sebagai penutup, saksofon kembali mengalun, membawakan lagu “You Raise Me Up”, lagu yang dipilih oleh murid-murid Romo Sastro sebagai penghormatan terakhir. Semua hadirin pun larut dalam keheningan, mengenang sosok Romo Sastro yang tak tergantikan.

Acara ditutup dengan makan siang bersama, di mana para tamu menikmati hidangan sambil berbagi cerita dan kenangan tentang Romo Sastro—filsuf yang tak hanya berbicara tentang kebijaksanaan, tetapi juga mewujudkannya dalam hidupnya.

Laporan Dendy (Mahasiswa STF Driyarkara)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles