web page hit counter
Sabtu, 5 Oktober 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

SINODE VATIKAN 2024: “Menciptakan Harmoni dalam Keberagaman,” Tema Berat dengan Makna Universal

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – Dengan sebuah misa khidmat di Lapangan Santo Petrus, Sinode Sedunia Katolik di Vatikan dimulai pada hari Rabu (2/10). Paus Fransiskus menasihati sekitar 350 peserta untuk bersabar mendengarkan dalam beberapa minggu ke depan dan tidak berkeras pada pendapat pribadi. Sidang Gereja, yang akan membahas reformasi dasar di dalam Gereja Katolik hingga 27 Oktober, harus diarahkan untuk “menciptakan harmoni dalam keberagaman,” kata Paus.

Dalam sidang pembukaan yang berlangsung di Aula Audiensi di sebelah Basilika Santo Petrus, pemimpin Gereja membela partisipasi pria dan wanita yang bukan rohaniwan. Dalam pidatonya, ia mengatakan: “Ketika saya memutuskan untuk memanggil sejumlah besar awam dan religius (pria dan wanita) dengan hak partisipasi penuh dalam sidang ini, saya melakukannya sesuai dengan pemahaman tentang pelaksanaan jabatan uskup yang diungkapkan oleh Konsili Vatikan II.”

Paus menjelaskan pemahaman baru tentang jabatan uskup ini dengan mengatakan, “Uskup, sebagai prinsip dan dasar yang terlihat dari kesatuan Gereja lokal, hanya dapat melaksanakan pelayanannya dalam umat Allah.” Konsep inklusif tentang jabatan uskup ini harus dijelaskan secara konkret. Namun, perlu dihindari bahaya menempatkan hirarki dan awam yang beriman sebagai lawan, yang bisa memecah belah komunitas. Yang lebih penting adalah berjalan bersama secara “harmonis.”

Partisipasi awam sesuai dengan jabatan uskup

Komposisi sidang sinode yang diperluas, yang dikritik oleh beberapa uskup, lebih dari sekadar kebijakan sembarangan, tetapi sesuai dengan jabatan uskup menurut ajaran Konsili Vatikan II (1962-1965): “Seperti semua umat Kristiani lainnya, seorang uskup tidak pernah dapat memahami dirinya sendiri secara terpisah dari yang lain.” Paus juga menjelaskan mengenai kritik hukum kanonik terhadap komposisi baru Sinode Para Uskup: “Kehadiran anggota yang bukan uskup tidak mengurangi dimensi keuskupan dari sidang tersebut. Apalagi, hal ini tidak meragukan otoritas khusus dari setiap uskup atau kolegium uskup. Sebaliknya, ini mengingatkan pada bentuk yang diperlukan untuk pelaksanaan otoritas keuskupan dalam sebuah Gereja yang sadar bahwa ia pada dasarnya ada dalam relasi, dan oleh karena itu bersifat sinodal.”

Paus menyiratkan di akhir pidatonya bahwa di masa depan mungkin akan ada lebih banyak perubahan semacam ini di gereja-gereja lokal: “Dalam rentang waktu yang tepat, berbagai bentuk pelaksanaan jabatan uskup yang ‘kolegial’ dan ‘sinodal’ harus ditemukan—selalu dengan memperhatikan tradisi iman dan tradisi hidup, serta selalu sebagai tanggapan atas apa yang diminta oleh Roh dari gereja-gereja lokal pada masa ini dan dalam konteks yang berbeda.”

Skeptisisme terhadap gagasan reformasi

Dalam pembukaan, Sekretaris Jenderal Sinode Sedunia, Kardinal Mario Grech, juga berbicara. Ia menunjukkan sikap skeptis terhadap gagasan reformasi dalam Gereja. “Banyak yang berpikir bahwa tujuan Sinode adalah perubahan struktural Gereja, sebuah reformasi,” katanya. Keinginan ini ada di seluruh Gereja. “Kita semua menginginkannya, tetapi tidak semua dari kita memiliki pandangan yang sama tentang reformasi dan prioritasnya,” lanjut Kardinal tersebut. Dalam situasi seperti ini, penting untuk mempercayakan diri kepada Tuhan: “Jika Roh Kudus tidak menjadi yang utama dalam pekerjaan kita, tujuan Sinode akan bersifat administratif atau politis, bukan bersifat gerejawi.” Sementara itu, Pelapor Umum Sinode, Kardinal Jean-Claude Hollerich, menekankan bahwa periode sidang kedua ini bukan sekadar pengulangan atau kelanjutan dari sidang pertama. Dibandingkan dengan konsultasi yang berlangsung tepat setahun lalu, kali ini tujuannya adalah “melangkah maju,” kata Hollerich.

Sebuah topik sulit bagi Gereja di Afrika dibahas oleh Ketua Dewan Uskup Afrika SECAM, Kardinal Fridolin Ambongo, dalam rekaman video selama sidang pembukaan: Di Afrika, poligami adalah “tantangan nyata bagi pelayanan pastoral.” Selain bentuk tradisional poligami dan poliandri, ada juga bentuk modern dari hubungan mirip pernikahan tanpa ikatan hukum. Gereja harus memikirkan bagaimana menghadapi umat Katolik yang dibaptis tetapi hidup dalam perkawinan poligami, serta orang-orang yang hidup dalam hubungan poligami tetapi ingin dibaptis.

Hingga 27 Oktober, 368 pria dan wanita dari seluruh dunia berkumpul di Vatikan untuk membahas reformasi mendalam dalam Gereja Katolik. Di antara mereka, 272 adalah uskup, dan sekitar seperdelapan dari peserta adalah wanita, suatu hal baru dalam sejarah Gereja. Paus Fransiskus telah memutuskan sebelumnya bahwa beberapa isu akan dibahas oleh kelompok kerja eksternal, yang menurut agenda, tidak akan langsung mempengaruhi debat dan keputusan Sinode.

Bene Xavier dari Wina, Austria

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles