web page hit counter
Jumat, 27 September 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Menggemakan Semangat Kerukunan di Indonesia

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – SEBUAH foto yang memperlihatkan Paus Fransiskus tengah mencium tangan kanan Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar, beredar luas di media sosial. Sejumlah media arus utama juga mengabadikan momen indah sarat makna yang terjadi saat pemimpin tertinggi Gereja Katolik di dunia tersebut hendak meninggalkan kompleks Masjid setelah melakukan pertemuan dengan para tokoh agama pada Kamis, 5 September 2024, lalu.

Lawatan ke Masjid terbesar di kawasan Asia Tenggara yang berlangsung pada pagi hari tersebut merupakan bagian dari rangkaian Kunjungan Apostolik Paus Fransiskus ke Indonesia selama empat hari, mulai 3-6 September 2024. Selain Masjid Istiqlal, Paus Fransiskus juga mengunjungi Katedral Jakarta, Graha Pemuda, Gedung Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), dan Istana Merdeka. Visitasi berakhir dengan Misa Agung bersama lebih dari 80 ribu umat Katolik dari berbagai keuskupan di Stadion Utama dan Stadion Madya Gelora Bung Karno, Jakarta Selatan.

“Saya bahagia berada di sini, di Masjid terbesar di Asia, bersama Anda semua. Saya menyapa Imam Besar dan berterima kasih atas sambutannya yang disampaikan kepada saya, yang mengingatkan kita bahwa tempat ibadah dan berdoa ini juga merupakan ‘rumah besar untuk umat manusia,’ tempat setiap orang dapat masuk dan meluangkan waktu untuk diri mereka, guna menciptakan ruang bagi kerinduan akan Dia yang tak terbatas yang dibawa oleh kita masing-masing dalam hati kita, dan untuk mencari perjumpaan dengan yang ilahi dan mengalami sukacita persahabatan dengan sesama,” ujar Paus Fransiskus.

Para tokoh agama undangan khusus berfoto bersama Paus di pelataran Istiqlal. (Foto: Indonesia Papal Visit Committee)

Masjid Istiqlal dirancang oleh seorang arsitek terkemuka beragama Protestan, Friedrich Silaban. Terletak berseberangan dengan Katedral Jakarta, kedua tempat ibadah ini telah lama menjadi ikon kerukunan antarumat beragama di Indonesia. Bahkan keduanya telah terhubung oleh sebuah terowongan bawah tanah, yang populer dengan sebutan Terowongan Silaturahmi.

“Saya mengenang dengan senang hati bahwa Masjid ini dirancang oleh arsitek Friedrich Silaban, seorang Kristen yang memenangkan sayembara desain. Ini membuktikan bahwa, dalam sejarah bangsa ini dan dalam budaya yang berkembang di sini, Masjid, seperti tempat ibadah lainnya, adalah ruang dialog, ruang untuk saling menghormati dan hidup bersama dengan damai di antara agama-agama dan berbagai kepekaan rohani yang berbeda. Ini adalah sebuah anugerah besar di mana setiap hari Anda dipanggil untuk merawatnya sehingga pengalaman keagamaan Anda dapat menjadi titik rujukan bagi masyarakat yang damai dan bersaudara dan tidak pernah menjadi alasan untuk menutup diri dan berseteru,” ungkap Paus Fransiskus.

Sang Gembala Utama juga menyebut Terowongan Silaturahmi sebagai “terowongan persahabatan,” sebuah simbol penuh makna yang memperkenankan dua tempat ibadah tak hanya berhadapan satu sama lain tapi juga terhubung satu sama lain. Baginya, Terowongan Silaturahmi memungkinkan adanya perjumpaan dan dialog.

“Kemungkinan nyata untuk ‘menemukan dan membagikan ‘mistik’ hidup bersama, berbaur dan bertemu … mengambil bagian dalam gelombang yang, meskipun agak kacau, dapat menjadi pengalaman nyata persaudaraan dalam iring-iringan solidaritas, peziarahan suci’ (Evangelii Gaudium, 87). Saya mendorong Anda untuk melanjutkan di jalan ini sehingga kita semua, bersama-sama, masing-masing mengembangkan spiritualitasnya dan mengamalkan agamanya, dapat berjalan dalam pencarian akan Allah berkontribusi terhadap pembangunan masyarakat yang terbuka, yang didasarkan atas sikap saling menghargai dan mengasihi satu sama lain, mampu melindungi diri dari kekerasan hati, fundamentalisme dan ekstrimisme, yang selalu berbahaya dan tak pernah dapat dibenarkan,” imbuh Paus Fransiskus.

Ia juga meninggalkan dua pesan penting. Pertama, selalu melihat secara mendalam agar dapat menemukan apa yang menyatukan di balik perbedaan. Kedua, menjaga ikatan. Di matanya, Indonesia adalah negara besar yang memiliki mosaik budaya, suku bangsa, adat istiadat, keberagaman, dan keanekaragaman ekosistem dan lingkungan.

“Jika benar kalian adalah tuan rumah tambang emas terbesar di dunia, ketahuilah bahwa harta yang paling berharga adalah kemauan agar perbedaan tidak menjadi alasan untuk bertikai, tetapi diselaraskan dalam kerukunan dan rasa saling menghormati. Jangan sia-siakan anugerah ini! Jangan pernah memiskinkan diri kalian dari kekayaan yang besar ini. Sebaliknya, kembangkan dan wariskan terutama kepada kaum muda. Semoga tidak ada seorang pun yang terjerumus dalam pesona fundamentalisme dan kekerasan. Semoga semua orang justru terpesona oleh impian sebuah masyarakat dan kemanusiaan yang bebas, bersaudara, dan damai!” ujar Paus Fransiskus.

Deklarasi Istiqlal

Pada perjumpaan tersebut, Paus Fransiskus dan Nasaruddin juga menandatangani sebuah dokumen, yakni Deklarasi Istiqlal: Meneguhkan Kerukunan Umat Beragama untuk Kemanusiaan.

Paus Fransiskus menandatagani Deklarasi Isgtiqlal. (Foto: Indonesia Papal Visit Committee)

Sebelumnya, Uskup Purwokerto, Mgr. Christophorus Tri Harsono, dan Pimpinan Masjid Istiqlal, Ismail Cawidu, membacakan deklarasi tersebut di hadapan para tokoh agama dan umat beragama yang memadati kompleks Masjid Istiqlal.

Deklarasi Istiqlal 2024: Meneguhkan Kerukunan Umat Beragama untuk Kemanusiaan

Seperti yang bisa dilihat dari kejadian beberapa dekade terakhir, dunia kita jelas sedang menghadapi dua krisis serius: dehumanisasi dan perubahan iklim.

  1. Fenomena global dehumanisasi ditandai terutama dengan meluasnya kekerasan dan konflik, yang sering kali membawa jumlah korban yang mengkhawatirkan. Yang lebih mengkhawatirkan adalah agama seringkali diperalat dalam hal ini, sehingga mengakibatkan penderitaan bagi banyak orang, terutama perempuan, anak-anak, dan orang lanjut usia. Padahal, peran agama harus mencakup peningkatan dan pemeliharaan martabat setiap kehidupan manusia.
  2. Eksploitasi manusia atas ciptaan, rumah kita bersama, telah berkontribusi terhadap perubahan iklim, yang menimbulkan berbagai konsekuensi destruktif seperti bencana alam, pemanasan global, dan pola cuaca yang tidak dapat diprediksi. Krisis lingkungan yang sedang berlangsung ini telah menjadi hambatan bagi kehidupan bersama yang harmonis di antara masyarakat.

Menyikapi kedua krisis tersebut, sambil berpedoman pada ajaran agama masing-masing dan mengakui kontribusi dasar dan falsafah negara “Pancasila” di Indonesia, kami bersama para pemimpin agama lain yang hadir menyerukan hal-hal berikut:

  1. Nilai-nilai yang dianut oleh tradisi agama-agama kita harus dimajukan secara efektif untuk mengalahkan budaya kekerasan dan ketidakpedulian yang melanda dunia kita. Sejatinya, nilai-nilai agama harus diarahkan untuk meningkatkan budaya hormat, martabat, belarasa, rekonsiliasi dan solidaritas persaudaraan untuk mengatasi dehumanisasi dan perusakan lingkungan.
  2. Para pemimpin agama khususnya, terinspirasi oleh narasi dan tradisi rohani masing-masing, harus bekerja sama dalam menanggapi krisis-krisis tersebut di atas, mengidentifikasi penyebabnya dan mengambil tindakan yang tepat.

iii. Oleh karena terdapat satu keluarga umat manusia di seluruh dunia, dialog antar umat beragama harus diakui sebagai sebuah sarana yang efektif untuk menyelesaikan konflik-konflik lokal, regional, dan internasional, terutama konflik-konflik yang dipicu oleh penyalahgunaan agama.

Selain itu, keyakinan dan ritual-ritual agama kita memiliki kapasitas khusus untuk menyentuh hati manusia dan dengan demikian menumbuhkan rasa hormat yang lebih dalam terhadap martabat manusia.

Katharina Reny Lestari

Sumber: Majalah HIDUP, Edisi No. 37,Tahun Ke-78, Minggu, 15 September 2024

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles