web page hit counter
Kamis, 21 November 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Gereja yang Dinamis dan Misioner

5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – DALAM audiensi umum di Vatikan, 18 September 2024, Paus Fransiskus merefleksikan perjalanan kunjungannya baru-baru ini ke Indonesia, Papua Nugini, Timor Leste dan Singapura.

Dalam refleksi tersebut dia menyebutkan kenyataan Gereja yang luas, mendunia, dinamis dan misioner. Pernyataan tersebut ditempatkannya dalam kritik bahwa seringkali Gereja masih berwajah Eropa dan barat.

Pernah Paus menggambarkan Eropa sudah seperti nenek tua, keriput, kurang gairah. Tidak mengherankanlah kalau dalam audiensi umum tersebut dia menggambarkan Gereja di negara-negara yang dikunjunginya itu sebagai Gereja yang hidup, dinamis, memiliki gairah dan daya pikat.

Paus disambut di Graha Pemuda.

Gereja yang memiliki daya pikat, itulah yang diharapkannya. Daya pikat tersebut nyata lewat berbagai kesaksian yang dilihat maupun didengarkannya. Paus menemukan vitalitas Gereja setempat yang relatif masih muda. Maka baginya kunjungan tersebut merupakan saat belajar agar Gereja semesta, di kawasan lain, mendapatkan inspirasi dari gairah Injil untuk memperbaharui dunia dalam Kristus.

Menarik kalau dikatakan Fransiskus bahwa yang paling mengesankan dia adalah kesaksian dari para katekis, mereka lah yang berada di ujung depan pewartaan Injil. Mengutip Paus Benediktus, dia menyebutkan bahwa daya pikat kesaksian merupakan evangelisasi yang paling nyata.

Persaudaraan dan belaskasih

Paus Fransiskus memakai gambaran  tentang terowongan silahturahmi yang menghubungan Katedral Jakarta dengan Masjid Istiqlal sebagai kenyataan hidup dalam kemajemukan di Indonesia, menjembatani segala perbedaan dalam kesatuan hidup yang dinamis.

Dua kata kunci kemudian ditekankan Paus, yaitu belaskasihan dan persaudaraan. Belaskasih hendaknya menjadi jalan yang ditapaki dalam kesaksian akan Kristus, Penyelamat, dan akan perjumpaan dengan tradisi agama dan budaya yang ada. Belaskasih mengandaikan adanya kedekatan serta kemurahan hati. Dari sinilah persaudaraan sejati dibangun. Malahan Paus menyebutkan bahwa persaudaraan merupakan masa depan, jawaban akan tendensi kekerasan, kebencian dan bahkan sikap yang tak beradab.

Baca Juga:  Renungan Harian 21 November 2024 “Yesus Menangis”
Saat Paus Fransiskus tiba di GBK.

Roh Kudus tidak menciptakan keseragaman, melainkan harmoni di tengah keberagaman. Paus menyebutkan hal itu terutama saat merefleksikan perjalanannya ke Papua Nugini, yang memiliki keberagaman budaya dan bahasa yang berbeda satu sama lain. Namun di Timor Leste dan Singapura pun dia menyinggung tentang kaitan iman dengan budaya. Iman perlu menjadi bagian dari budaya, dan menerangi serta memurnikannya. Fransiskus mengutip apa yang pernah dikatakan Paus Yohanes Paulus II saat berkunjung ke Timor Timur di tahun 1989, iman perlu terinkulturasikan dan kultur perlu terevangelisasikan.  Hal itulah juga yang dilihat Paus di Singapura, sehingga kawanan kecil yang hidup dalam kenyataan hidup setempat memberikan harapan, sesuatu yang lebih daripada sekedar kemajuan ekonomi belaka.

Memang keindahan nyata dalam diri pribadi manusia. Paus menyebut senyum warga Timor Leste, senyum tulus yang menggambarkan sukacita yang telah tertempa oleh pengalaman penderitaan yang pernah terjadi. Memang Fransiskus di Dili menyinggung tentang proses perdamaian serta rekonsiliasi, di mana Gereja punya peran besar akan hal itu. Iman mengajarkan mereka untuk tersenyum, dan menatap  masa depan.

Tidak mengherankanlah kalau Paus menyebut di Timor Leste dia serasa menghirup udara segar, seakan udara musim semi, menggambarkan masa depan cerah yang siap disongsong.  Hal senada diungkapkannya ketika berbicara tentang kunjungan ke Papua Nugini, kegembiraan tulus yang tampak terutama dalam orang-orang muda lewat musik dan lagu-lagu mereka. Memang  kita bisa menyaksikan bagaimana iman kita diungkapkan dalam bahasa, lagu, musik serta ragam tari yang disajikan di hadapan Paus maupun saat Ekaristi, terutama di Papua Nugini.

Persaudaraan dan belaskasih juga disinggung Paus ketika berbicara tentang ancaman perpecahan antar suku di Papua Nugini maupun kolonialisme ekonomi yang masih terus berlangsung. Persaudaraan dan kepedulian akan lingkungan dipesankan Paus agar menjadi perhatian, sehingga dapat menjadi laboratorium bagi proses pembangunan integaral, berangkat dari kenyataan sebagai ragi Injil.

Baca Juga:  Perlu Peningkatan Kapasitas, Unio Regio Makassar-Amboina-Manado Adakan Pelatihan Motivasi dan Kepemimpinan kepada Para Imam

Persaudaraan dalam komunikasi disebut Paus saat diwawancarai wartawan dari Singapura, sebagai sesuatu yang dibutuhkan. Demikian pula saat ditanya oleh Fransiska Rosana dari Tempo, Paus menyinggung tentang mendasarakan relasi sosial yang sehat, komunikasi antar berbagai unsur dalam masyarakat, sebagai dasar bagi tegaknya demokrasi.

Gereja menuju masa depan

Saya jatuh cinta dengan Timor Leste, demikian Paus mengatakan saat diwawancarai dalam penerbangan kembali ke Roma. Bisa dikatakan apa yang kiranya menarik baginya, sehingga membuatnya jatuh cinta. Tidak lain adalah ketulusan dan kegembiraan. Paus berulanglali menyebut tentang senyum, bahkan dalam wawancara tersebut menyebut juga tentang sentum tulus umat di Singapura.

Kegembiraan dan antusiasme dalam menyambut Paus memang sangat terasa di Dili, bahkan dapat dikatakan hampir separuh penduduk Timor Leste menghadiri perayaan Ekaristi bersama Paus. Senyum dan kegembiraan menggambarkan adanya sukacita iman. Tentu perjumpaan dengan Paus merupakan suatu peristiwa yang menumbuhkan sukacita iman itu. Hal tersebut terlihat pula di setiap negara yang dikunjunginya.

Paus Fransiskus mengurulurkan tangannya kepada umat di GBK.

Tidak mengherankanlah kalau Paus menggambarkan kunjungan tersebut sebagai kunjungan apostolis. Kunjungan tersebut memang suatu perjalanan untuk mewartakan sabda Allah, agar Tuhan dikenal dan juga mengenali hati serta dinamika hidup umat manusia, terlebih umat Katolik.  Berkunjung sebagai misionaris, demikian dikatakannya. Memang selagi masih muda, Bergoglio pernah menginginkan menjadi misionaris di Asia, tepatnya di Jepang. Maka dia berseloroh dalam audiensi umum tersebut, kunjungan seorang Paus yang sudah tua, untuk memenuhi dambaan saat masih menjadi Yesuit muda.

Baca Juga:  Pementasan Teater dan Konser Mini “Bukan Pahlawan Biasa” SMA Karya Budi Putussibau

Yang paling menggembirakan Paus adalah perjumpaan dengan orang-orang sederhana dan kaum muda, dalam keberagaman ungkapan budaya dan tradisi mereka. Fransiskus tampak antusiasme akan hal tersebut, karena menemukan kepolosan dan ketulusan mereka. Tidak mengherankanlah kalau Paus menyinggung tentang kunjungan di Papua Nugini dan Timor Leste wajah-wajah penuh gairah dari orang-orang muda. Bagaimana sabda Allah merasuk ke dalam kehidupan sehari-hari umat, sehingga semakin menumbuhkan iman, persaudaraan dan belaskasih, sebagaimana menjadi tema kunjungan ke Indonesia.

Gereja di negara-negara yang dikunjungi memang masih relatif muda, dan bahkan terutama di Indonesia dan Singapura merupakan kawanan kecil. Bagaimana di tengah kenyataan itu, Gereja tetap  dapat terus menjadi garam dan ragi, sebagaimana dikatakan Paus dalam wawancara saat penerbangan kembali ke Roma, sebagaimana diperlihatkan dalam gairah misioner di Papua Nugini maupun proses rekonsiliasi di Timor Leste, ataupun inkulturasi di tengah keberagaman budaya di Indonesia maupun Singapura.

Tentu masing-masing negara memiliki persoalannya sendiri, dari persoalan demokrasi, pergulatan sosial-ekonomi, maupun dampak krisis lingkungan, akan tetapi Paus melihat di tengah semua problematikan tersebut kasih persaudaraan maupun kemurahan hati dalam belaskasihan kepada sesama, tetapi merupakan ciri dan wujud kesaksian iman Gereja.

Saat Paus Fransiskus memimpin Perayaan Ekaristi di GBK, Kamis, 5/9/2024.

Gereja masa depan bila demikian dilihat Paus sebagai Gereja yang senantiasa muda, tanpa pernah menjadi tua dan mapan, yang dapat senantiasa menghadirkan senyum karena sukacita Injil. Gereja tersebut adalah Gereja yang hidup dan berakar dalam kenyataan hidup sosial dan budaya setempat, sehingga dengan mewujudkan kasih persaudaraan dan belaskasihan Gereja memberikan kesaksian akan Allah, “supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di Surga” (Mat 5:16).

T. Krispurwana Cahyadi, SJ
Teolog, tinggal di Girisonta, Jawa Tengah

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles