HIDUPKATOLIK.COM – TERNYATA, banyak orang yang belum tahu bahwa di Roma ada dua kedutaan besar Indonesia: Italia dan Takhta Suci (Holy See). Banyak yang mengira bahwa Takhta Suci adalah bagian dari Italia. Oleh karena, Vatikan ada di dalam Kota Roma. Memang, Vatican City State (Kota Suci Vatikan) sebuah enclave ada di dalam Kota Roma.
Yang juga banyak tidak diketahui orang adalah Takhta Suci dań Negara Kota Vatikan itu berbeda. Meskipun keduanya sering digunakan secara bergantian. Namun, merujuk pada hal yang berbeda. Vatikan adalah negara terkecil di dunia (44 hektar atau 0,44 km2; luas Jakarta, 661,6 km2; Yogyakarta, 32,8 km2) sedangkan Takhta Suci adalah pusat pemerintahan Gereja. Keduanya berbeda meskipun memiliki kesatuan dan homogenitas.
Jadi, meskipun sering disebut dengan istilah “Vatikan”, Takhta Suci bukanlah entitas yang sama dengan Negara Kota Vatikan, yang baru berdiri pada tahun 1929 berdasarkan Perjanjian Lateran. Takhta Suci, Takhta Episkopal Roma, sudah ada sejak zaman Kristen awal.
Sejarah Takhta Suci, terbentang jauh ke belakang. Bahkan, bisa dikatakan sejak awal zaman Masehi, bila dilihat dari perspektif gerejawi; dari perspektif biblis. Seperti dikatakan oleh Yesus kepada Petrus (Mat. 16:18): “Maka Aku pun berkata kepadamu, bahwa engkau inilah Petrus, dan di atas batu karang ini, Aku akan membangun gereja-Ku; dan segala pintu alam maut pun tiada akan dapat mengalahkannya. “ Dari sinilah Takhta Suci itu, bermula.
Menurut penjelasan Matthew N Bathon (2001), ketika Perjanjian Lateran menetapkan Negara Kota Vatikan pada tahun 1929, negara tersebut dimaksudkan untuk secara jelas berbeda dari Takhta Suci dan Gereja Katolik Roma. Kota Vatikan dan Takhta Suci adalah entitas yang berbeda, keduanya diakui secara internasional dan merupakan subjek dari perjanjian internasional. Mereka bersatu dalam cara yang tidak dapat dipisahkan dalam pribadi Paus, yang sekaligus merupakan penguasa Kota Vatikan dan kepala Gereja Katolik Roma.
Kota Vatikan adalah basis fisik atau teritorial Takhta Suci, hampir merupakan tumpuan tempat berdirinya otoritas/pemerintahan independen dan berdaulat yang jauh lebih besar dan unik: Takhta Suci (laman, holyseemission.org). Negara Kota Vatikan sendiri juga mempunyai kepribadian berdasarkan hukum internasional dan, dengan demikian, mengadakan perjanjian internasional. Namun Takhta Sucilah yang secara internasional mewakili Negara Kota Vatikan. Itulah sebabnya, Indonesia tidak menjalin hubungan diplomatik (sejak 16 Maret 1950) dengan Negara Kota Vatikan, tetapi dengan Takhta Suci.
Status Unik
Pada bulan Oktober 1957, untuk menghindari ketidakpastian dalam hubungannya dengan Negara Kota Vatikan, PBB menegaskan, hubungan terjalin antara PBB dan Takhta Suci. Takhta Sucilah yang diwakili oleh Delegasi yang diakreditasi oleh Sekretariat Negara untuk organisasi internasional. Bahkan, sejak 6 April 1964, Takhta Suci memperoleh status Permanent Observer di PBB. Ini, yang antara lain, membuat status Takhta Suci itu unik. Tidak ada agama lain yang mempunyai karakteristik seperti ini.
Jelas kiranya bahwa Negara Kota Vatikan dan Takhta Suci adalah dua entitas yang tidak boleh disamakan. Baik di Gereja maupun di Negara Kota Vatikan, Paus adalah pemimpin mutlak dalam urusan agama, administrasi, diplomatik, dan politik. Paus adalah raja absolut terakhir, karena ia menjalankan kekuasaan tak terbatas dalam segala hal yang berkaitan dengan Gereja dan Kota Vatikan.
Takhta Suci, Kota Vatikan, dan Gereja Katolik Roma, menurut Matthew N. Bathon (2001), begitu saling terkait, sehingga harus, setidaknya sebagian, didefinisikan dalam istilah satu sama lain. Paus secara bersamaan adalah kepala Takhta Suci dan pemimpin absolut Gereja Katolik Roma ([Menurut Kitab Hukum Kanonik, Buku II, Bagian I, Bab. I, Pasal 1, Ayat 331 (Can. 331): Uskup Gereja Roma [Paus], penerus Petrus yang memperoleh jabatan secara langsung dari Yesus Kristus dan diteruskan kepada para penerusnya, adalah kepala dewan para uskup, Wakil Kristus dan Pastor Gereja universal di bumi; oleh karena itu, berdasarkan jabatannya, ia memiliki kekuasaan tertinggi penuh, langsung dan luar biasa dalam Gereja, yang selalu dapat dijalankan dengan bebas).
“Sancta Sedes”
Istilah Takhta Suci berasal dari bahasa Latin, Sancta Sedes. Kata, sancta berarti suci. Sedangkan kata sedes berarti kursi atau takhta. Jadi, Sancta Sedes berarti Takhta Suci. Kata sancta sedes juga berasal dari upacara penobatan Uskup Roma, Paus. Di sini Takhta Suci mengacu pada “pusat pemerintahan” Gereja universal. Secara geografis, pusat pemerintahan ini terletak di Keuskupan Roma.
Dalam hal pemerintahan, sebenarnya, Takhta Suci merujuk secara khusus pada posisi Bapa Suci, yang “karena jabatannya sebagai Wakil Kristus, dan sebagai pastor seluruh Gereja, mempunyai kekuasaan penuh, tertinggi, dan universal atas seluruh Gereja, suatu kekuasaan yang selalu dapat dijalankannya tanpa hambatan” (Konstitusi Dogmatis Gereja, #22). Dalam pengertian kanonik dan diplomatis, istilah, Sancta Sedes ini sinonim dengan “Takhta Apostolik” (Apostolic See), “Takhta Apostolik Suci” (Holy Apostolic See), “Gereja Roma”, “Kuria Romawi”.
Kitab Hukum Kanonik memberikan definisi sebagai berikut: “…Istilah ‘Takhta Apostolik’ (Apostolic See) atau ‘Takhta Suci’ (Holy See) tidak hanya berlaku bagi Paus tetapi juga bagi Sekretariat Negara, Dewan Urusan Umum Gereja, dan lembaga-lembaga lain. Lembaga-lembaga Kuria Romawi, kecuali jika sifat masalahnya atau konteks kata-katanya menunjukkan hal yang sebaliknya” (Kitab Hukum Kanonik, #361).
Robert John Araujo dalam artikelnya di Catholic University Law Review (2001) menjelaskan, istilah “Holy See” sering digunakan dalam dunia hukum internasional dan hubungan internasional. Kata “see” (takhta) mengacu pada kursi atau takhta Santo Petrus. Semua Paus berikutnya, yang merupakan penerus Petrus, menduduki takhta ini. Takhta Suci juga mengacu pada kediaman Paus bersama dengan Kuria Roma dan administrasi pusat Gereja Katolik.
Namun istilah ini tidak sama dengan Roma, Vatikan, atau Negara Kota Vatikan. Makna Takhta Suci, pada hakikatnya, melampaui batasan lokasi geografis; tidak sebatas Negara Kota Vatikan. Oleh karena itu, jika kita memahami sifat kepribadian Takhta Suci dan kedaulatan yang dijalankannya, hal ini menggambarkan bahwa Takhta Suci adalah entitas yang unik dalam kedua hal tersebut. Tetapi, kadangkala Takhta Suci “hanya” dipahami sebagai sebuah pusat agama dan bukan sebuah kepribadian internasional yang mampu menjalankan kedaulatan. Tentu saja, kesimpulan ini salah dan keliru.
Istilah Teknis
Asal usul istilah-istilah tersebut hanya dapat dipastikan secara kasar. Sebenarnya, menurut Catholic Straight Answers, istilah “see,” (sedes), adalah istilah teknis untuk semua keuskupan dan tempat tinggal para uskupnya. Misalnya, Uskup Agung Ignatius Kardinal Suharyo adalah Uskup Agung “Takhta Jakarta” dan katedral kediamannya adalah Katedral Santa Maria Diangkat ke Surga juga di Jakarta; di katedral juga ada cathedra atau takhta uskup.
Kata ini, sedes, pertama kali digunakan untuk menunjuk Gereja-Gereja yang didirikan oleh para Rasul; kemudian kata tersebut diterapkan pada Gereja-Gereja Kristen utama. Ecclesiae dictae mayores (yang disebut Gereja-gereja besar) ini dipahami sebagai lima takhta patriarkal besar pada zaman Kristen kuno: Roma, Aleksandria, Antiokhia, Yerusalem, dan Konstantinopel.
Untuk ini, kata sedes diterapkan: “quod in iis episcopi sederent in thronis”, (supaya di dalamnya para uskup duduk di atas takhta), dan di Roma secara tegas dikatakan: “Romana quidem erat prima sedes propria dicta”, (Roma memang merupakan kursi pertama yang disebut). Kata Gelasius I (492-496) pada Konsili Romawi: “Est ergo prima Petri apostoli sedes”, (Oleh karena itu, ini kursi pertama rasul Petrus).
Dengan kata lain, Takhta Suci itu adalah yurisdiksi episkopal Gereja Katolik di Roma. Holy See adalah takhta episkopal terkemuka di Gereja Katolik, yang membentuk pemerintahan pusat Gereja. Kata Angelo Cardinal Sodano (2000) dalam pidatonya di Seton Hall University, yang dimaksudkan dengan Takhta Suci dan Takhta Apostolik adalah Takhta Roma, yang menurut rencana Allah, Santo Petrus menetapkan “takhtanya” sebagai guru kebenaran. Setiap Takhta Episkopal adalah kudus karena disucikan oleh rahmat Kristus dan terus-menerus terlibat dalam membangkitkan pria dan wanita suci.
Demikian pula, setiap Takhta Episkopal adalah apostolik, karena setiap uskup terhubung dengan Dewan Apostolik, dengan Dua Belas Rasul yang diutus oleh Kristus untuk mewartakan Injil ke seluruh dunia. Namun Takhta Roma selalu disebut sebagai “Takhta Suci” atau “Takhta Apostolik” yang unggul, karena keutamaan yang dianugerahkan Kristus kepada Santo Petrus dan penerusnya.
Oleh karena itu, secara diplomatis dan dalam bidang lain, Takhta Suci bertindak dan berbicara atas nama seluruh Gereja Katolik Roma. Negara ini juga diakui oleh subyek hukum internasional lainnya sebagai entitas berdaulat, dipimpin oleh Paus, yang dengannya hubungan diplomatik dapat dipertahankan.
Takhta Suci, pada hakikatnya, melampaui batasan lokasi geografis; tidak sebatas Negara Kota Vatikan.