HIDUPKATOLIK.COM – Ia memilih menjadi dokter forensic dan medikolegal karena masih jarang di Indonesia, juga terbuka untuk pengembangan diri.
SALAH satu tugas DOKTER forensik adalah melakukan pembedahan pada mayat. Pembedahan tersebut dilakukan berdasarkan permintaan penyidik atau keluarga untuk mengetahui penyebab kematiannya atau bilamana ada kecurigaan terjadinya kesalahan akibat tindakan medis yang dilakukan sebelum meninggal.
Ini adalah profesi yang unik karena yang dihadapi bukanlah pasien hidup sebagaimana yang lazim terjadi, tetapi mayat. “Kalau tidak ada kasus yang menyita perhatian publik, dokter forensik dianggap tidak punya pekerjaan. Biasanya dokter forensik akan terlihat bekerja pada saat terjadi kasus-kasus kematian yang menyita perhatian publik, misalkan kecelakaan, bencana massal, kematian mendadak dan tak terduga, atau kasus-kasus kematian yang sudah lama terjadi namun kasusnya mencuat kembali,” ujar dr. Valentinus Yudy.
Sejumlah pengalaman profesional telah dilakoninya, seperti menjadi anggota tim operasi Disaster Victim Identification gempa bumi di Padang (2009), kasus jatuhnya pesawat Hercules di Medan (2015), jatuhnya pesawat Lion Air JT610 (2018), jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ182 (2021), kebakaran di Lapas Tangerang (2021), serta menjadi ahli pada banyak kasus lainnya di beberapa Pengadilan Negeri seluruh Indonesia, termasuk juga terlibat dalam penggalian mayat/pembongkaran kubur (ekshumasi) di Cianjur, Jakarta, dan Jambi.
Sangat Sedikit
Jumlah dokter forensik di Indonesia masih sangat minim. Menurut data Perhimpunan Dokter Forensik dan Medikolegal Indonesia (PDFMI) tahun 2024, jumlah dokter forensik di Indonesia tidak lebih dari 300 orang. Padahal, peran profesi ini sangat penting untuk menentukan penyebab kematian seseorang dalam pengungkapan kasus-kasus pidana yang laporannya sering diterima oleh pihak kepolisian.
Yudy menjelaskan, pelayanan kedokteran forensik berupa pemeriksaan terhadap orang yang meninggal dalam kondisi mendadak ataupun meninggal secara tidak wajar, guna menentukan penyebab dan mekanisme kematiannya. Minimnya dokter forensik di Indonesia membuat tenaga mereka terbatas untuk dilibatkan dalam pengungkapan kasus-kasus kematian tidak wajar. “Peran dokter forensik sangat membantu di tengah berkembangnya metode kejahatan yang dilaporkan ke kepolisian sebagai upaya penegakan hukum,” katanya.
Anggota Komite Etik dan Hukum RSCM Jakarta ini menyadari bahwa menjadi dokter forensik itu seperti bermain dengan puzzle yang harus disusun sedemikian rupa agar membentuk pola yang tepat. Di saat polisi melakukan investigasi dengan cara mencari saksi, ahli forensik justru mencari informasi melalui saksi bisu yang bisa berupa barang bukti organik ataupun mayat korban.
Menurut Yudy, dalam banyak kesempatan, kasus forensik yang tingkat kesulitannya tinggi adalah ketika menghadapi mayat yang sudah busuk atau sudah lama meninggal. Kemungkinan mendapatkan bukti penyebab kematiannya lebih kecil, apalagi bila bukti yang dicari tersebut adalah jaringan lunak yang mudah terurai, misalnya tanda penyakit jantung ataupun tanda-tanda penganiayaan berupa memar pada bagian tubuh. Kasus lain lagi misal kematian mendadak, karena tidak ada luka-luka pada tubuh korban, maka spektrum kemungkinan penyebab kematiannya menjadi luas sekali.
Ahli Medikolegal
Awalnya, kelahiran Pekanbaru, 10 Agustus 1982 ini tak pernah bercita-cita menjadi seorang dokter. Ketika tamat SMA, ibunya menyarankan untuk kuliah kedokteran, mengingat minat yang cukup besar di bidang IPA. Yudy setuju dengan tawaran ini, karena nilai-nilainya juga cukup baik. Ia kemudian masuk Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya Jakarta tahun 2000 melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) dari SMU Santa Maria Pekanbaru.
Minat di bidang forensik ternyata sudah diasah sejak remaja. Ia suka menonton TV dan membaca buku cerita atau serial tentang detektif ataupun hal-hal yang berbau misteri. Ada sebuah kepuasan di hati bila suatu kasus yang sulit dapat diselesaikan dengan langkah-langkah yang tepat. “Saya memilih menjadi dokter spesialis forensik dan medikolegal karena bidang kedokteran ini masih sangat jarang,”sebutnya.
Di awal prosesnya, Yudy merasa agak kesulitan karena ini bidang yang sama sekali baru. Langkah pertama diawali dengan keterlibatannya menyiapkan materi pada Kongres Nasional PDFMI di Medan tahun 2007, walaupun saat itu dirinya belum resmi terdaftar sebagai peserta pendidikan dokter spesialis.
Selain sebagai dokter forensik, Yudy juga ahli medikolegal – ilmu terapan yang memiliki dua aspek, yaitu kedokteran dan ilmu hukum. Terminologi “medikolegal” digunakan pada sebuah kasus hukum yang memerlukan evaluasi medis independen dan kesaksian ahli untuk menyelesaikannya. Dokter atau ahli ini akan dibutuhkan untuk mengevaluasi klaim, cedera, riwayat medis, dan protokol pengawasan pasien lalu memberikan laporan berdasarkan fakta tentang penyebab, tingkat keparahan cedera, atau kematian seseorang.
Secara garis besar, pekerjaan Yudy sebagai ahli patologi forensik adalah dilatih secara khusus agar mahir melakukan autopsi untuk menentukan ada tidaknya penyakit, cedera, keracunan, dan melakukan evaluasi terhadap informasi historis dan investigasi penegakan hukum, mengumpulkan bukti, temuan-temuan kekerasan yang berkaitan dengan penyebab kematian. Sedangkan di bidang medikolegal, Yudy pernah menghadapi kasus seperti pemberian restitusi bagi korban kejahatan terorisme masa lalu, di mana analisis medis mengenai kondisi kecacatan atau bekas cedera yang dialami oleh korban menjadi hal penting dalam penilaian nominal restitusi yang akan diberikan oleh negara.
Intinya, ada sedikit perbedaan mengenai spesifikasi kasus yang ditangani oleh dokter forensik dan ahli medikolegal secara khusus. Ahli medikolegal bisa saja bukan seorang dokter forensik, bahkan bisa jadi bukan seorang dokter. Ahli medikolegal membantu untuk menangani kasus-kasus tuntutan dari orang yang diduga mengalami malapraktik, sedangkan dokter forensik lebih memfokuskan diri untuk menjelaskan penyebab kematian seseorang dari sudut pandang medis. Namun demikian, seorang dokter spesialis forensik dan medikolegal tentunya memiliki wawasan yang lebih luas karena memahami aspek medis dan aspek legal dari suatu kasus.
Sejauh ini, pengalaman paling berkesan di bidang forensik adalah ketika menjadi koas forensik di kamar jenazah Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang. Kasus pertama yang dihadapinya adalah mayat seorang nenek yang tertabrak kereta api. Sebagai dokter muda, bukan perasaan takut dekat dengan mayat yang dirasakannya, tetapi lebih kepada perasaan miris bahwa akhir hidup seseorang dapat berakhir tragis. “Saya membayangkan betapa menyedihkannya meninggal dalam situasi demikian.”
Sejauh pengalamannya, Yudy telah berhadapan dengan berbagai. Menariknya, berhadapan dengan ‘mayat’ tersebut minim komplain. Berbeda dengan pasien hidup, misalkan hasil operasinya kurang memuaskan, pasien atau keluarganya bisa protes dan berpotensi tuntutan hukum. “Saya jalani saja profesi ini dengan percaya pada penyelenggaraan Ilahi. Yang penting selalu bersyukur dalam segala hal, ojo dibanding-bandingke. Saya tetap bangga dengan profesi dokter spesialis forensik dan medikolegal, walaupun mungkin dipandang sebelah mata oleh banyak orang,” tutupnya.
Yustinus Hendro Wuarmanuk
Biodata: dr. Valentinus Yudy, SpFM
Lahir : Pekanbaru, 10 Agustus 1982
Pekerjaan : Dokter Spesialis Forensik dan Medikolegal
Pendidikan dan Training:
- Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya Jakarta (2004)
- Dokter, Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya Jakarta (2007)
- Dokter Spesialis Forensik dan Medikolegal, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (2011)
- Overseas Non-Degree Training about Brain Bank, Melbourne, Australia (2016)
- Forensic Entomology Training, Chiang Mai, Thailand (2019)
Riwayat Pekerjaan:
- Dokter Spesialis Forensik dan Medikolegal RSCM (2013- sekarang)
- Dokter Spesialis Forensik dan Medikolegal RS Atma Jaya Jakarta (2015- sekarang)
- Konsultan Forensik Klinik dan Medikolegal RS Royal Taruma Jakarta (2013- sekarang)
- Dokter Spesialis Forensik dan Medikolegal Mandaya Royal Hospital Puri (2021- sekarang)
Jabatan Saat Ini:
- Kasub Instalasi Pelayanan Forensik-Medikolegal, Mutu, dan Efisiensi Unit Pelayanan Forensik-Medikolegal dan Pemulasaraan Jenazah RSCM
- Sekretaris KSM Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSCM
- Koordinator Administrasi dan Keuangan Dep. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FKUI
- Ketua Pelataran (Perkumpulan Alumni Kedokteran) Atma Jaya Jakarta (2020-sekarang)
- Ketua Komunitas Medis Katolik Indonesia (KMKI) (2023- sekarang)
- Vice President of Indo Pacific Association of Law, Medicine, and Science (INPALMS) (2019 – sekarang)
- Koordinator Sie. Hubungan Luar Negeri PDFMI (2022- sekarang)