HIDUPKATOLIK.COM – SETIAP kali Paus Fransiskus hendak mengunjungi suatu negara, di luar Italia dan setelah kembali dari kunjungan tersebut, dia selalu pergi ke Basilika Santa Maria Maggiore, dan berdoa di depan ikon of Salus Populi Romani. Paus tidak saja berdoa bagi keselamatan perjalanannya, namun pula agar kunjungan yang dilakukannya sungguh dapat berbuah berkah sehingga kabar keselamatan dapat disampaikan.
Maria memang adalah bunda peziarah. Kunjungan Paus tentu adalah pula suatu peziarahan, karena baginya sudah selayaknya memohonkan restu dan penyertaan dari Bunda Maria. Maka pada tanggal 1 September 2024 kemarin, Paus melakukan kunjungan tersebut.
Bunda Maria senantiasa menemani kita, para peziarah kehidupan ini, menuntun kita agar kita menapaki ziarah di dalam Allah dan selalu menuju kepada-Nya. Dia tidak ingin kita tersesat dan berhenti di tengah jalan.
Karenanya Maria selalu hadir di dalam hati serta dalam pergumulan perjalanan iman umat manusia. Kita menapaki jalan yang sama yang telah ditempuh Maria. Demikian pula Gereja, menyusuri jalan yang telah disusuri Maria. Maria menjadi sumber harapan serta sukacita bagi semua saja dalam menapaki perjalanan hidup ini. Maria adalah model bagi peziarahan hidup kita.
Mater peregrinorum, bunda para peziarah. Itulah Bunda Maria. Dia adalah bunda yang menemani peziarahan kita umat manusia. Peziarahan tersebut terutama adalah peziarahan iman.
Bagi Yohanes Paulus II peziarahan iman bersama Maria terutama adalah peziarahan menuju kepada Allah, yang akhirnya tidak bisa dilepaskan dari salib, “pedang akan menembus jiwamu” (Luk 2:35).
Peziarahan tersebut pertama-tama dilakukan Maria dengan kunjungannya kepada Elisabeth, sebuah kunjungan yang memberikan sukacita, yang ditandai dengan ungkapan pujian bagi kemuliaan Allah. Namun peziarahan Maria adalah pula peziarahan menapaki jalan salib, hingga akhirnya memangku jenasah Yesus yang diturunkan dari Salib. Akan tetapi peziarahan Maria masih berlanjut hingga kini, sebagaimana Maria senantiasa menemani perjalanan hidup Gereja, tubuh Puteranya.
Paus Fransiskus sejak awal menggambarkan bahwa Gereja sedang berada dalam perjalanan. Gereja bukanlah Gereja yang berhenti di pelabuhan aman, namun berlayar di tengah lautan ombak dan terjangan badai, Gereja yang bagaikan bahtera mengarungi zaman. Hidup adalah sebuah peziarahan, peziarahan tersebut ditapaki di tengah dunia kehidupan ini, yang tidak selalu indah dan menyenangkan.
Banyak persoalan di hadapai, banyak situasi krisis menghadang. Namun itulah kenyataan perutusan yang diemban Gereja. Maka di awal masa kepausannya, dia mengajak: mari kita lanjutkan perjalanan kita.
Kunjungan Paus adalah bagian dari perjalanan ziarah tersebut. Apalagi kita tahu bahwa Paus Fransiskus yang senang memberi perhatian kepada kawasan-kawasan pinggiran. Pada saat diperkenalkan pertama segera setelah dinyatakan terpilih sebagai Paus, dia menggambarkan dirinya sebagai orang yang datang dari ujung dunia.
Penggambaran dirinya itu seakan memperlihatkan apa yang menjadi salah satu ciri kuat penggembalaannya: perhatian pada mereka yang tersingkir, yang berada di pinggiran. Apalagi, dia meyakini bahwa perubahan tidak datang dari pusat, melainkan dari pinggiran.
Tentu sebagai gembala utama Gereja universal, Paus Fransiskus memberikan tekanan pada pesan-pesan pastoral. Bagaimana membangun Gereja yang hidup dan dinamis, menjadi perhatian pokoknya. Bagi Fransiskus pastoral memenuhi dua aspek penting yang mendasar: kedekatan dan perjumpaan.
Keduanya mendorong pada kesediaan dan keterbukaan hati untuk menerima, bukan terutama untuk mengadili namun menjumpai. Jangan sampai ada seorang pun ditinggalkan dan disingkirkan, sebab selalu ada ruang dan tempat bagi semua di dalam tubuh Gereja.
Paus Fransiskus ingin menempatkan misi Gereja di hadapan Tuhan yang tersalib serta dihadapan saudara-saudari kita, agar Gereja belajar bagaimana berjalan bersama, dengan tangan terbuka dan langkah belaskasihan. Langkah misioner Gereja, bila demikian, adalah langkah berjalan bersama.
Perjalanan bersama ini tentu tidak bisa kita tapaki tanpa pendampingan serta penyertaan Ibu Maria. Sebagai bunda peziarah, Maria senantiasa ikut menyertai Gereja dalam menapaki peziarahan hidupnya, sejak di masa para Rasul hingga kini.
Maria adalah ibu kita namun pula bunda Gereja, dia senantiasa menyertai perjalanan hidup Gereja dan para umatnya. Iman Maria adalah iman dalam perjalanan. Seluruh hidupnya adalah perjalanan mengikuti Puteranya. Itulah perjalanan dalam pergumulan.
Di dalam pergumulan perjalanan tersebut Maria setia untuk mendengarkan Tuhan dan membiarkan diri dituntun oleh sabda-Nya, melihat bagaimana Dia bertindak serta mengikuti jejak-Nya. Semua itu ditapakinya hingga di bawah kaki salib. Di kaki salib, dia mengalami sungguh penolakan terhadap Yesus, dan di tengah itu semua dia tetap bertahan dan setia menyertai. Imannya tetap menyala betapapun di tengah kegelapan malam.
Perjalanan kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia memuat tiga tema besar: iman-persaudaraan-belaskasihan. Ketiga tema tersebut bisa kita tempatkan dalam pengalaman perjalanan iman Maria.
Maria adalah pribadi beriman, sehingga dikatakan: penuh rahmat. Iman tersebut membawanya untuk bergegas menjumpai sesama, sebagaimana tampak dalam kunjungannya ke Elisabeth (lih Luk 1:39-45), saat tidak ingin melihat pesta perjamuan perkawinan kacau seperti dalam kisah mukjijat pertama di Kana (lih Yoh 2:1-11), demikian pula saat menemani para Rasul setelah kenaikan Yesus (lih Kis 1:12-14).
Menjumpai sesama berangkat dari kesadaran akan ikatan kesatuan dalam persaudaraan. Maria adalah pula bunda yang penuh belaskasihan.
Paus Fransiskus memohon perlindungan dan penyertaan Bunda Maria bagi perjalanan kunjungannya, antara lain ke Indonesia. Kita iringi dan temani perjalanan kunjungan Paus ini juga dengan doa-doa kita dengan perantaraan Bunda Maria, bunda dalam perjalanan.
T. Krispurwana Cahyadi, SJ
Teolog, tinggal di Girisonta, Jawa Tengah