web page hit counter
Senin, 23 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Benvenuto Padre Francesco (8): Argentina, Paus Fransiskus, Maradona

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – ARGENTINA, salah satu negara di Amerika Latin, selain dengan sepakbola tidak bisa dipisahkan dengan pimpinan pemerintahan yang silih berganti dan kondisi kemiskinan dan penindasan. Negara dengan  jumlah penduduk  47.327.407 jiwa (2022), 80% pemeluk Katolik, 10% Protestan, 3% Evangelis, dan sisanya lain-lain, persentase pemeluk Katolik merupakan terbesar kedua di Amerika Latin setelah Brasil (123 juta Katolik).

Negara berbentuk republik federal dengan 23 provinsi itu merdeka dari penjajah Spanyol 25 Mei 1810, demokratisasi dalam arti rakyat bisa memilih sesuai hati nurani tidak sekadar prosedural, belum berkembang (Robert Calderisi, Earthly Mission. The Catholic Church and World Development, Yale University Press, 2013). Gereja, walaupun pimpinan pemerintahan maupun penduduknya mayoritas Katolik tidak bisa mengurangi penindasan oleh rezim junta militer di tahun 70-an. Kondisi yang sama juga dihadapi di berbagai negara Amerika Latin lain.

Film drama sejarah Evita Peron (1981) yang disutradarai Marvin J. Chomsky dengan pemain utama penyanyi Madonna, menggambarkan salah satu penggalan sejarah Argentina. Setelah suaminya, Juan Duarte Peron meninggal 1974, Eva Duarte Peron yang semula sebagai Wapres menggantikannya sebagai presiden, diusir dari Argentina tahun 1976. Sesudahnya terjadi konflik berdarah dengan terpilihnya Raul Alfonsin tahun 1982 sebagai presiden baru atas dukungan AS. Argentina berada dalam pemerintahan junta militer Jenderal Jorge Rafael Videla tahun 1976-1981 yang melakukan penindasan dalam kondisi negara dilanda hiperinflasi dan krisis ekonomi. Namun di masa krisis itu, tahun 1982 selama beberapa bulan,  tentara Argentina menduduki tanah jajahan Inggris, Georgia  yang kemudian direbut kembali oleh Inggris dengan operasi militer Falkland.

Di tahun 1989, ketika hiperinflasi dan krisis ekonomi belum tertangani, diselenggarakan pemilihan presiden. Terpilih Charlos Menem dari kelompok Peronis yang kemudian terpilih kembali masa jabatan kedua tahun 1994. Dalam pilpres 1999 terpilih Fernando de Rua yang kemudian diusir rakyat. Kongres menunjuk Nestor Fernandez de Kirchner tahun 2003. Pergantian presiden silih berganti dan semua tidak mampu mengangkat Argentina dari status negara berkembang, juga keterpurukan ekonomis terus berlanjut. Berturut-turut sesudahnya Maurico Macri, Alberto Fernandez dan sejak 10 Desember 2023 Javier Milei sebagai presiden Argentina.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Ketika Kardinal Jorge Mario Bergoglio terpilih sebagai Paus, 13 Maret 2013, Presiden Argentina saat itu Christina Elisabet Fernandez de Kirchner mengucapkan selamat, di samping beberapa kepala negara seperti Presiden AS Barrack Hussein Obama, Sekjen PBB Ban Ki-moon, dan Patriark Gereja Ortodoks Rumania Daniel, dan Lionel Andrea Messi serta Maradona — pemain-pemain terkenal sepakbola Argentina.

Masa Junta Militer

Tiga bulan setelah mengucapkan kaul kekal sebagai Jesuit, pada 31 Juli 1973, Pastor Jorge Mario Bergoglia ditugasi sebagai Provinsial SJ Argentina. Hari itu merupakan awal tugas perutusannya yang berat, berjalan sampai 1979 dalam masa junta militer Argentina. Sementara sebagian anggotanya (pastor Jesuit) di Argentina terlibat dalam gerakan teologi pembebasan. Selain menjalani tugas Gereja melawan kekerasan dan ketidakadilan, Pastor Jorge menghadapi kenyataan gerakan baru yang digolongkan “sayap kiri” oleh rezim yang berkuasa dan melibatkan anggota SJ. Kebijakan dan sikapnya menimbulkan pro dan kontra, serta kontroversi di kalangan umat.

Jorge dituduh mendiamkan penindasan dan pembunuhan berlangsung termasuk tidak melakukan sesuatu terhadap dua pastor SJ yang ditahan selama lima bulan (berkarya di kelompok kaum miskin), sebelum dibebaskan. Jorge dituduh menyerahkan nama kedua pastor itu untuk ditangkap. Satu di antaranya kemudian mengundurkan diri sebagai anggota Jesuit, satu lainnya Francesco Jalics, SJ menceritakan apa yang terjadi ketika Kardinal Jorge terpilih sebagai paus. Bahwa Pastor Jorge ketika sebagai provinsial tidak diberi tahu, tetapi ketika mereka sudah dibebaskan, Jalics bertemu Pastor Jorge sebagai kardinal, setelah merayakan misa bersama masalahnya dianggap selesai.

Alfredo Perez Esquivel, peraih hadiah Nobel Perdamaian 1980 — salah satu korban penganiayaan rezim militer atas perjuangannya membela HAM dengan mendokumentasikan kekejaman junta mililter. Ketika berbicara tentang Jorge, ia mengatakan “Mungkin benar, ia tidak melakukan seperti apa yang dilakukan oleh segelintir uskup, yakni membela dan memperjuangkan HAM. Mungkin ia tidak mempunyai keberanian seperti banyak pastor yang lain. Namun tidak benar menuduhnya menjadi kaki tangan diktator Videla. Jorge tidak pernah menyerahkan seorang pun dan tidak pernah menjadi kaki tangan diktator.” (R.B.E. Agung Nugroho dan Benidiktus W.Y. Prayogo, Fransiskus dari Amerika Latin, OBOR, 2014).

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Sergio Rubin, penulis biografi Paus Fransiskus, mengungkapkan pada masa junta militer di Argentina, memang banyak anggota Jesuit yang terjun langsung dalam gerakan teologi pembebasan. Lewat wawancara panjang, Rubin yakin,  Pastor Jorge cenderung memegang ajaran tradisional Gereja, dan mengajak para sahabat kolega SJ di Argentina menghindari kegiatan politik praktis.

Pada tahun 2005, Kardinal Jorge bercerita tentang tragedi penculikan dua pastor Jesuitnya. Mereka ditangkap karena berkarya di antara kaum miskin Buenos Aires, dalam kerasulan penyelamatan jiwa-jiwa. Pastor Jorge sebagai provinsial SJ Argentina, segera bergerak menyelamatkan, di antaranya bertemu Jenderal Videla. Jorge bisa bertemu Videla, juga dengan Pemimpin Angkatan Laut Eduardo Massera yang bertanggung jawab atas beberapa kamp konsentrasi. Secara diplomatis ia meminta pemulihan keadaan yang lebih kondusif. Keduanya lantas dibebaskan.

Mengenai bayi-bayi yang lahir dalam kamp konsentrasi, salah satu korban kekejamam junta, Jorge memang tidak diberi tahu. Tiga puluh tahun kemudian, ketika dilakukan pengadilan terhadap junta militer, ketika Kardinal Jorge diminta menjadi saksi, dia sengaja tidak memenuhi. Jenderal Videla dihukum 50 tahun penjara. Pilihan “mendiamkan” dan “diam” Jorge didukung banyak pihak. Dalam periode junta militer itu kematangannya sebagai Jesuit teruji.

Argentina dan Sepak bola

Keterpilihan Paus Fransiskus tidak bisa dilepaskan dari sepak bola. Di samping Jorge Bergoglio adalah pecinta dan pemain bola, sepakbola adalah “agama kedua” di Amerika Latin termasuk Argentina. Keterpilihan Paus Fransiskus bagi rakyat Argentina dijadikan gambaran kepastian kemenangan Piala Dunia 2014. Tetapi meleset, dalam final Argentina digilas Jerman 0:1. Brasil dan Italia memang musuh bebuyutan Argentina. Sepanjang sejarah Piala Dunia jumlah keberhasilan sebagai juara Argentina belum pernah melebihi capaian Brasil dan Italia, tetapi sepak bola berperanan besar dalam membentuk kehidupan sosial-budaya-ekonomi Argentina (Raanen Rein, translated Martha Grenzebak, Futbol, Jews, and the Making of Argentina, Stanford University Press, 2015).

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Begitu fanatiknya warga Argentina pada sepak bola, dalam hubungan terpilihnya Paus Fransiskus,  mengingatkan mereka “tangan Tuhan” berpihak pada Argentina. Dalam laga final Inggris lawan Argentina, 22 Juni 1986, di Stadion Axtec Meksiko itu, Inggris kalah dari Argentina 1:2. Kedua gol dicetak Maradona. Pada menit ke-51, Maradona memasukkan bola ke gawang Inggris dengan meninju bola. Wasit Ali Benaceur dari Tunisia mengesahkan. Pemain Inggris protes. Kepada wartawan, Maradona mengakui gol tercipta sebagian dengan kepala Maradona, sebagian dengan tangan Tuhan. Sejak saat itu, dalam diri Maradona melekat sebutan hand of God, gol itu pun disebut “gol tangan Tuhan”. (A. Kunarwoko, Pijar Vatikan II. Renungan Kecil 50 Tahun Konsili Vatikan II, Kanisius, 2013.

Pada menit ke-55, Maradona membuat kejutan lagi. Setelah melewati beberapa pemain Inggris,  dengan kaki kirinya ia menggenapkan dua gol untuk Argentina. Gol Maradona yang kedua ini disebut sebagai gol terbaik abad ini. Skor kekalahan Inggris menyusut satu berkat gol yang dibuat pemain Inggris Gary Lineker pada menit ke-81. “Gol  tangan Tuhan” dan “gol terbaik abad ini”, melekat dan melegenda pada Maradona.

Pada tahun 2013, ketika Maradona mendengar Uskup Agung Buenos Aires terpilih sebagai uskup –Maradona selalu membuat tanda salib ketika masuk dan keluar stadion, apalagi ketika berhasil menjebloskan bola ke gawang lawan – ia senang bukan kepalang. Bahagia sekali. Kata Maradona yang pernah disebut “dewa” sepak bola, Tuhan yang sejati memilih orang Argentina, Jesuit pertama, pertama kali orang Argentina dalam sejarah kepausan dan berparu satu sebagai pemimpin lebih dari 1,2 miliar orang (tahun 2013), kini 1,3 miliar.

St.Sularto, Wartawan Senior

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles