web page hit counter
Minggu, 22 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Benvenuto Padre Francesco (6): Fransiskus dengan Dua Paus Lainnya

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – AJA Dibandingke, lagu yang dinyanyikan kocak bocil Farel Proyogo membuat Presiden Joko Widodo tertawa heboh. Kalau lagu itu dikenakan pada Paus Fransiskus, lahir 1936, dibandingkan dengan dua Paus pendahulunya, Paus Benediktus XVI (1927-2013) dan Paus Yohanes Paulus II (1920-2005), reaksi tentu bukan tawa heboh, tetapi sikap mengatupkan dua tangan ke atas. Berterima kasih, Tuhan menghadirkan tiga pribadi dengan kekhasan masing-masing dalam memangku tugas pastoral apostolik kepausan.

Ketiganya satu napas, melayani dengan rendah hati. Mengidentifikasi pribadi, ujaran dan karya mereka, berarti menunjukkan data kesamaan dan kebedaan. Ada paus yang melanjutkan pendahulunya dengan modifikasi. Ada yang meneruskan sebagian, ada juga yang berbeda  karena faktor perkembangan zaman atau inklinasi pribadi. Kesamaan umumnya, ketiga paus dipilih lewat konklaf, proses pemilihan Paus sejak abad XIII berikut tata laksana yang mentradisi berabad-abad dengan beberapa penyederhanaan. Selain Paus Yohanes Paulus II, dua lainnya dikelompokkan sebagai Paus era Dunia Baru. Ketiganya melakukan banyak kunjungan apostolik ke berbagai negara sebagai Paus, ke paroki-paroki Keuskupan Roma sebagai Uskup Roma, ke berbagai negara dan aktif  menginiasi berbagai pertemuan internasional sebagai kepala negara dalam konteks dialog agama dan perdamaian dunia.

Kesamaan lain dan diakui internasional ialah, para Paus adalah tokoh internasional dari sebuah negara terkecil di dunia yang pengaruhnya mengatasi semua pemimpin pemerintahan mana pun. Terlihat dari pernyataan-pernyataan mereka yang selalu menyebar luas, diberi perhatian oleh media dan dunia  internasional, sambutan amat meriah di setiap negara yang dikunjungi. Apa yang terjadi di Roma (Vatikan) dan dilakukan seorang Paus, juga seruan, ensiklik, pernyataan dalam audiensi atau homili seorang paus menjadi perhatian internasional, utamanya yang menyangkut konflik dan kemunduran penghargaan martabat manusia. Secara tidak langsung magisterium Gereja, yang ditujukan pada umat, berimbas pada dunia. Vatikan dan Roma menjadi pusat kunjungan wisata dunia yang menarik, di samping keunikan Vatikan sebagai sebuah negara berdaulat yang menyimpan sejarah panjang peradaban.

Gereja untuk Orang Miskin  

Tanggal 16 Maret 2013, audiensi pertama setelah terpilih sebagai paus tiga hari sebelumnya, di depan 6.000 jurnalis internasional di Aula Paulus VI Vatikan, Paus Fransiskus menyampaikan beberapa hal mendasar. Di antaranya, tentang pilihan nama Fransiskus yang bukan Fransiskus Xaverius atau Fransiskus de Sales, tetapi Fransiskus Assisi. Ia terinspirasi teman dekatnya, Kardinal Claudio Humes dari Sao Paulo, Brasil yang membisikkan, “jangan lupa orang miskin”.

Baca Juga:  Mengambil Makna di Balik Kemeriahan HUT Ke-75 RS Brayat Minulya Surakarta

Selain masalah nama, Paus Fransiskus – Paus pertama sepanjang sejarah berasal dari Jesuit dan pertama dari Amerika Latin—ini menegaskan programnya: menjadikan Gereja sebagai Gereja untuk orang miskin, yang berdialog dengan umat agama lain, dan yang menjaga integritas dengan ciptaan (ekologis). Penegasan program kepausannya tidak disampaikan dalam bahasa dan uraian teologis yang rumit, tetapi dalam bahasa kateketis seperti yang biasa dia lakukan sejak ditahbiskan imam 13 Desember 1969, sebagai Provinsial SJ Provinsi Argentina 1973-1979, Uskup Auksilier Buenos Aires 1992 kemudian Uskup Koajutor, dan Uskup Agung Buenos Aires 28 Februari 1998. Pada 21 Februari 2001 Mgr. Jorge Mario Bergoglio mendapat gelar kardinal dari Paus Yohanes Paulus II.

Lahir di Buenos Aires pada 17 Desember 1936, sulung dari lima bersaudara emigran Italia tahun 1929; insinyur kimia yang kemudian masuk seminari diosesan dan setahun kemudian pindah ke Novisiat SJ 1958; setelah menjalani berbagai tugas perutusan di berbagai bidang, pada 1986 belajar teologi dan memperoleh gelar doktor teologi di Jerman, satu almamater Paus Benediktus XVI. Dalam usia 87 tahun, Indonesia merupakan negara ke-44 yang dia kunjungi dalam masa 11 tahun pelayanan.

Sesuai perkiraan di awal karya apostoliknya, Paus Fransiskus akan memberi warna perubahan yang signifikan. Kesederhanaan dalam pelayanan dengan rendah hati akan lebih menonjol dibandingkan dengan sebelumnya. Walaupun ketika menggantikan Paus Benediktus XVI yang mengundurkan diri karena faktor kesehatan, sejumlah masalah besar perlu diselesaikan  yang sudah mulai ditangani Paus Benediktus XVI, seperti pelecehan seksual kaum klerus di Amerika Serikat, kebocoran data keuangan Vatikan – vitaleaks, perkawinan sejenis.

Seperti Paus Yohanes Paulus II dalam karyanya Crossing the Threshold of Hope, Paus Fransiskus tegas menolak aborsi, kontrasepsi, euthanasia, dan hukuman mati. Ia menggarisbawahi Gereja menolak legalisasi perkawinan sejenis. Walaupun deklarasi Fiducia Supplicans (Kepercayaan Memohon), 18 Desember 2023 yang dia publikasikan sempat disalahartikan. Padahal dengan deklarasi itu Paus Fransiskus menunjukkan keprihatinan sekaligus tetap berpegang teguh pada doktrin perkawinan pria dan wanita.

Baca Juga:  Rayakan 50 Tahun Imamat, Mgr. Petrus Turang: Selama Ada Kelekatan Diri Sendiri, Kita Akan Mengalami Kekecewaan

Sudah banyak ditulis tentang ujaran maupun tindakan Paus Fransiskus yang mencerminkan kesederhanaan—ungkapan hati dan jiwa yang menyatu dengan kepribadiannya—ujaran yang menegaskan keberpihakan pada kaum miskin dan terpinggirkan termasuk LGBTQ. Banyak spontanitas dan penyederhanaaan protokoler yang menguar dari kedalaman doa dan komitmennya, di luar kebiasaan baku-tradisional dan umum. Akhir Mei yang lalu, sebagai bentuk keprihatinan paus dengan korban perang di berbagai negara, dia menginisiasi Hari Anak Sedunia, 25 Mei dan menegaskan anak adalah pemilik masa depan. Di luar dugaan, dia mengundang 100 pelawak dari 15 negara (14//2024). Paus ternyata menyukai lawak, dan konon selalu berdoa agar Tuhan memberinya selera humor. Selera humor membuat orang lebih peka terhadap sekitar dan membangun empati (Kompas, 18/6/2024).

Sang “Terberkati” dan Sang Pencinta Damai

Menurut banyak penulis tentang masalah kepausan, Paus Benediktus XVI (sang teberkati) dan Paus Yohanes Paulus II adalah sang pencinta damai, begitu juga Paus Fransiskus. Mereka berada dalam satu wilayah “melayani dengan rendah hati”. Kalau kemudian Paus Benediktus XVI dikenal memiliki wawasan luas tentang Kitab Suci dan sejarah teologi dan penentang relativisme iman, Paus Yohanes Paulus II menonjol dalam jumlah kunjungan dan negara yang dikunjungi, 180 kunjungan di 120 negara termasuk Indonesia dengan pesan dialog agama dan perdamaian—terbanyak dalam sejarah kepausan, paus pertama yang mengunjungi sinagoga Yahudi dan paus pertama mengunjungi Masjid Agung Omayyad di Damaskus, halnya bisa dimengerti. Para Paus  dalam terang Roh Kudus meninggalkan jejak kekhasan dalam pelayanan apostolik masing-masing.

Kalau sebelum konklaf, Kardinal Karol Woityla Uskup Agung Krakow (Polandia)—kemudian Paus Yohanes Paulus II dan Kardinal Jorge Mario Bergoglio (Paus Fransiskus) tidak masuk nominasi, keterpilihan Kardinal Joseph Ratzinger sudah jadi pembicaraan sebelum konklaf.

Baca Juga:  Vitamin dan Suplemen untuk Lansia: Apa yang Perlu Diperhatikan?

Lahir di Wadowice 18 Mei 1920, anak kedua dari dua bersaudara ini, sejak kecil dianugerahi talenta yang besar. Masuk seminari bawah tanah karena larangan rezim komunis, seperti Paus Fransiskus dia adalah pencinta dan pemain sepakbola yang andal. Terpilih sebagai Paus dalam usia 58 tahun, Paus Yohanes Paulus II memimpin Gereja sekitar 26 tahun, Oktober 1978-April 2005, meninggalkan jejak-jejak penggembalaan dan magisterium yang menekankan perdamaian. Nyaris terbunuh di Lapangan St. Petrus tahun 1981, tetapi beberapa minggu kemudian memaafkan Mehmed Ali Agca dan pada tahun 1983, ia mengunjungi calon pembunuhnya di penjara.

Beberapa tahun terganggu kesehatannya termasuk parkinson, ia meninggal pada 2 April 2005. Ratusan kepala negara dan jutaan umat di Lapangan St. Petrus mengantar ke pemakaman. Jejak hidupnya yang luar biasa mendorong Paus Benediktus XVI mempercepat proses kanonisasi (gelar santo) bagi Yohanes Paulus II; biasanya paling cepat lima tahun, baru ada beatifikasi (yang berbahagia) atau kanonisasi. Paus Yohanes Paulus II dua tahun sebelum wafatnya, melakukan pengecualian ini bagi Bunda  Teresa dari India.

Lahir dari keluarga anti-NAZI, bungsu dari empat bersaudara (kakak sulungnya juga seorang imam), terpilih sebagai paus dalam  usia 78 tahun. Terpaksa ikut wajib militer, pernah sebagai tawanan perang dibebaskan karena terbukti bukan tantara Nazi, ditahbiskan imam 29 Juni 1951 bersama-sama dengan kakaknya, Georg Ratzinger, dua tahun kemudian doktor bidang teologi. Mengajar dogma dan teologi fundamental di berbagai perguruan tinggi, tahun 1977 diangkat sebagai Uskup Agung Munich. Tiga bulan kemudian diangkat sebagai kardinal oleh Paus Paulus VI (1963-1978) yang mengunjungi Indonesia, Desember 1970.

Dengan pendahulunya, Paus Yohanes Paulus II, Paus Benediktus XVI intensif berkomunikasi sejak Konsili Vatikan II 1963-1965. Ia mengundurkan diri karena kesehatan, resmi 28 Februari 2013, tinggal di Biara Mater Ecclesiae sejak 2 Mei 2013 sampai meninggalnya sebagai Paus Emeritus  31 Desember 2022 dalam usia 95 tahun, dengan misa dan pemakaman 5 Januari 2023, dan pertama kali dalam sejarah, pemakaman seorang paus dipimpin penggantinya.

St. Sularto
Wartawan Senior

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles