web page hit counter
Sabtu, 2 November 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Menyambut Paus: Kunjungan ke Indonesia dan dari Indonesia

3.3/5 - (3 votes)

HIDUPKATOLIK.COMSebenarnya bisa ada alasan bagi Paus Fransiskus untuk tidak mengadakan kunjungan jauh dan panjang ke Indonesia, Papua Nugini, Timor Leste dan Singapura.

Alasan usia dan kesehatan bisa menjadi pertimbangan. Apalagi dikatakan bahwa ini adalah Paus tertua yang melakukan perjalanan panjang, di usia   87 tahun. Akan tetapi toh kunjungan tetap akan dilakukan.

Ketaatan akan tugas panggilan sebagai pengganti Rasul Petrus dan bentuk kerendahan hati akan perutusannya menjadi faktor dasar untuk tetap melakukan kunjungan perjalanan, yang sebenarnya telah lama direncanakan itu.

Seorang Paus akhirnya adalah pelayan perutusan Kristus. Apalagi diketahui Paus memberi perhatian akan evangelisasi di Asia, yang menghadapi tantangan yang tidak mudah.

Paus Fransiskus senantiasa memberi perhatian akan kawasan pinggiran, sebagai tanda kedekatan hati seorang bapa akan anak-anaknya yang bergumul dalam pergulatan hidup yang penuh warna serta dinamika.

Asia adalah tempat tinggal sekitar dua pertiga umat manusia,  di mana realitas kemiskinan, keragaman budaya dan kepercayaan mewarnai.

Mengutip sebuah ungkapan, Paus pernah menyebut bahwa Asia merupakan benua dengan banyak lidah. Umat Katolik di Asia, kecuali di Filipina dan Timor Leste, pada umumnya adalah kawanan minoritas kecil. Semua hal itu bisa ditemukan di Indonesia: banyak warganya yang miskin, beragam budaya dan agama, serta umat Katolik hanya sedikit, minoritas kecil.

Baca Juga:  GEREJA DI MUSIM DINGIN

Bisa dikatakan Asia, juga Indonesia, adalah kawasan pinggiran, biasanya tidak menjadi pusat percaturan dalam perbincangan dalam tubuh Gereja Katolik. Bukanlah faktor-faktor itu senantiasa menjadi perhatian Paus, yang memberi perhatian akan kawasan pinggiran?

Indonesia pastilah menarik bagi Paus, sehingga sejak tahun 2020 sudah direncanakannya kunjungan ke sini. Indonesia adalah negara dengan bentangan geografis yang panjang, dari Sabang sampai Merauke, dengan banyak pulau dan lautan yang mengitarinya.

Kekayaan budayanya sangat luarbiasa, sehingga beragam bahasa serta bentuk budaya, baik itu tarian, pakaian maupun tradisi kulturalnya, bisa mudah ditemukan. Belum lagi Indonesia dikatakan sebagai negeri dengan jumlah populasi umat Islam yang terbesar di dunia, tentu ini menjadi alasan penting bagi Paus, yang telah berkunjung ke beberapa negara Islam seperti Emirat, Bahrain dan Yordania.

Selain itu Gereja Katolik di Indonesia dikenal Paus memiliki dinamika hidup yang sehat, punya peran menentukan dalam perjalanan kehidupan bangsa Indonesia. Tidak hanya karya pendidikan dan kesehatan, namun pula keterlibatan dalam dialog agama, dunia intelektual maupun dalam berbagai kancah pergulatan negara.

Gereja Katolik di Indonesia pun relatif dikenal memiliki pengalaman hidup berdampingan, terlebih dengan mayoritas umat Muslim, secara damai, dalam semangat persaudaraan dalam menjaga kehidupan bersama. Kita mengenal slogan dari Mgr. Soegijapranata, uskup pribumi pertama di Indonesia: 100% Katolik, 100% Indonesia.

Tidak mengherankanlah kalau seorang ahli sejarah politik Indonesia George McTurnan Kahin memberi catatan tentang Gereja Katolik Indonesia, terutama di masa pergerakan kemerdekaan, dengan istilah “small but articulate”.

Baca Juga:  Renungan Harian 31 Oktober 2024 “ 35 Senjata Allah"

Paus Fransiskus dalam perjalanan kunjungan ini tentu ingin meneguhkan umat Katolik yang berada dalam beragam konteks serta persoalan.

Gereja Indonesia menyajikan banyak kisah kreatif maupun kebijaksanaan dalam menjalani hidupnya, tentu tidak selalu dengan kisah indah maupun keberhasilan. Salah satu kisah yang dikisahkan sempat ditanyakan Paus adalah kisah relatif suburnya panggilan di Indonesia.

Akan tetapi, toh di tengah semua itu, umat Katolik berusaha untuk mengungkapkan dan menghidupi kehidupan imannya di tengah keberagaman konteks kehidupan  yang berbeda satu sama lain, karena perbedaan latar belakang budaya, pengalaman maupun pergulatan bersamanya di masing-masing daerah maupun pulau.

Betapapun kawanan kecil, namun berusaha melangkah senantiasa membangun hidup dan selalu ingin hidup, memiliki hidup dalam kelimpahannya berkat Dia yang datang sebagai gembala yang baik yang menuntun ke padang rumput yang hijau (lih Yoh 10:10-11).

Ini adalah kunjungan seorang gembala, tidak hanya bagai seorang gembala yang baik, namun pula seorang gembala yang mencari.

Paus sering menggambarkan wajah Gereja sebagai “field hospital”, bagaikan rumah sakit di medan perang pergulatan hidup.

Gereja itu bukanlah Gereja yang berlabuh tenang dan nyaman, berdiam serta berpuas diri, yang disebutnya sebagai Self-referential Church. Gereja yang diharapkannya adalah Gereja yang bergerak keluar, menjumpai sesama, Gereja yang mewartakan Injil.

Baca Juga:  Uskup Labuan Bajo, Mgr. Maksimus Regus: Meletakkan Pondasi yang Kuat

Maka bisa dikatakan Paus tidak saja hendak meneguhkan, namun pula mempelajarinya, agar nantinya pengalaman Indonesia bisa pula dibagikan sebagai bagian dari sharing pengalaman hidup menggereja bagi yang lain.

Inilah kenyataan Gereja sinodal, di mana prinsip sinodalitas menegaskan langkah berjalan bersama sebagai kawanan umat Allah. Pengalaman yang satu diperkaya dengan pengalaman yang lain, sehingga kita semua semakin diperlengkapi. Bukankah cara hidup jemaat perdana, sebagaimana digambarkan dalam Kisah para Rasul yang ditandai dengan tradisi berkumpul bersama, berbagi dan bertekun dalam pengajaran para Rasul dan berdoa untuk memecahkan roti (lih Kis 2:41-47).

Gembira dan tulus hati, itulah ciri hidupnya. Gereja Indonesia berproses terus sejak masa kedatangan Santo Fransiskus Xaverius hingga kini dalam langkah upaya mewujudkan hal itu.

Bisa lalu dikatakan kunjungan ini adalah kunjungan ke Indonesia dan dari Indonesia. Ke Indonesia, karena Paus Fransiskus memang datang ke Indonesia. Dari Indonesia, sebab dari kunjungan ini Gereja Indonesia hendak membagikan pengalaman hidup menggereja kepada Gereja dari berbagai kawasan lain dan bagi Gereja universal.

Dalam dua langkah gerak tersebut ada satu figur yang memegang peran penting: Paus Fransiskus.

T. Krispurwana Cahyadi, SJ
Teolog, Tinggal di Girisonta, Jawa Tengah

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles