web page hit counter
Jumat, 22 November 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Visi Kepemimpinan Paus Fransiskus

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – KETIKA menjadi Uskup Agung Buenos Aires Argentina tahun 1998, Jorge Mario Bergoglio memilih motto Miserando atque eligendo. Motto ini diteruskan ketika beliau terpilih menjadi Paus pada tahun 2013 dengan nama Fransiskus.

Motto kepausan berperan sebagai kata sandi untuk masuk ke dalam hidup, kepribadian dan cara pandang seorang Paus Fransiskus. Tulisan ini mengajak pembaca untuk masuk ke dalam pemikiran Paus Fransiskus yang akan berkunjung ke Indonesia awal September 2024 melalui motto kepausan sekaligus visi beliau.

Miserando atque eligendo secara bebas dapat diterjemahkan menjadi ‘Dipilih karena kerahimanNya’. Kata-kata ini diambil dari khotbah seorang biarawan Benediktin yang hidup di Inggris, bernama Beda (672-735), pada hari peringatan Matius penulis Injil. Matius sendiri memiliki latar belakang sebagai pemungut cukai, yang dalam masyarakat Yahudi dipandang negatif karena berperan selayaknya seorang pemeras rakyat dan antek penjajah Roma. Suatu hari Yesus melihat Matius duduk di rumah cukai dan memanggilnya. Seketika itu juga, merasa dipilih karena kerahimanNya, Matius lalu mengikuti Yesus dan meninggalkan pekerjaannya. Kisah yang tercantum dalam Injil Matius (9: 9-13) itu dilukis oleh seniman Italia bernama Caravaggio.

Bergoglio muda sering memandangi lukisan tersebut dan terkesan dengan kata-kata yang terkait dengan kisah tentang Matius dan Yesus. Ketika memasuki kehidupan religius sebagai seorang Yesuit, ia pun menjadikan ‘kerahiman’ sebagai visi utamanya. Bergoglio muda meyakini bahwa dia tergerak untuk menempuh cara hidup sebagai religius semata-mata karena kerahiman Tuhan.

Baca Juga:  Renungan Harian 22 November 2024 “Suara Merdu vs Sumbang”
Paus Fransiskus menyapa para peserta Kongres Oblat Benediktin Sedunia Kelima.

Visi kerahiman itu ditegaskan oleh Paus Fransiskus dalam pidatonya di hadapan Sidang Umum PBB 25 September 2015. Tiga prioritas yang disampaikannya adalah: belas kasihan kepada mereka yang tersingkir terutama kaum pengungsi, perdamaian dan keamanan, serta pelestarian lingkungan hidup.

 

Tiga Prioritas

Prioritas pertama adalah perhatian bagi mereka yang tersingkir, terutama para pengungsi, sebagaimana tertuang dalam Surat Amanat Fratelli Tuti (Semua Orang Bersaudara – 2020). Paus menyerukan perlunya etika hubungan internasional yang tidak menjadikan wilayah teritorial suatu negara sebagai sesuatu yang mutlak bagi kaum pengungsi. Kaum pengungsi layak mendapat penghargaan akan martabat mereka, dan kepemilikan pribadi mereka perlu pula diakui sebagai hak kodrati di bawah prinsip kebaikan bersama.

Paus Fransiskus bersama beberapa migran dan pengungsi muda Afrika.

Prioritas kedua, perdamaian dan keamanan, diserukan Paus Fransiskus berkali-kali dalam berbagai kesempatan. Diplomasi belakang layar yang ditempuh Paus tampak lebih keras daripada seruannya untuk menghentikan perang. Misalnya, Paus menyerukan hari puasa dan doa bagi Suriah (2013). Beliau pun menulis surat kepada Presiden Putin dan KTT G-20 di St. Peterburg (2013) tentang penyelesaian non-militer di Suriah. Usaha-usahanya membuat Presiden Obama menarik diri dari rencananya untuk menjatuhkan bom di Suriah. Posisi Paus dalam konflik di Suriah membuat Takhta Suci lebih dihormati oleh banyak kalangan sebagai pihak yang tidak mengamplifikasi agenda Barat.

Baca Juga:  Pementasan Teater dan Konser Mini “Bukan Pahlawan Biasa” SMA Karya Budi Putussibau

Paus juga mengadakan diplomasi anti-perang dalam konflik di Ukraina. Sebagai pemimpin Gereja Katolik, Paus berhasil menghindarkan Gereja Katolik Ukraina untuk tidak turut berpolitik dan tetap menjaga kesatuan. Vatikan terus menawarkan diri menjadi mediator antara Rusia dan Ukraina dalam proses negosiasi damai. Paus juga menjadi aktor faith-based diplomacy (2015) dalam proses penyelesaian konflik AS-Kuba ke arah kesepakatan pemulihan hubungan antara kedua negara yang bermusuhan selama setengah abad.

Di tengah-tengah konflik Israel-Palestina, Paus secara konsisten menelepon pastor paroki di Gaza setiap hari, pukul tujuh malam, untuk menanyakan situasinya dan mendengarkan keluhan umat. Ini merupakan gesture kepada pihak-pihak yang bertikai bahwa Paus tidak mengabaikan penderitaan warga Gaza.

Paus Fransiskus menyapa para peziarah dan berfoto di akhir audiensi umum pada 29 November 2023.

Prioritas ketiga, pelestarian lingkungan hidup, tertuang dalam seruan moral Paus Fransiskus pada Surat Amanat Laudato Si’ (Pujian bagi-Mu, 2015) dan Nasihat Kerasulan Laudate Deum (Pujilah Allah, 2023). Dengan ini, berkembang kesadaran dari pihak Gereja Katolik, yang mendukung barisan para ilmuwan, bahwa manusia turut berperan sebagai penyebab utama pemanasan global. Seruan moral dari Paus telah menelanjangi kecenderungan sosial dan ideologi yang mengantar pada kerusakan ekologis, sekaligus mengundang semua pihak untuk membangun etika lingkungan hidup dalam keterkaitannya dengan tanggung jawab bidang politik, sosial, ekonomi, budaya, dan agama. Paus juga menyerukan kepada para pemimpin politik untuk memberikan bantuan kepada negara-negara berpenghasilan rendah yang terkena dampak kerusakan lingkungan.

Baca Juga:  MAJALAH HIDUP EDISI TERBARU, No. 47 TAHUN 2024

Seruan moral Paus tentang lingkungan juga menjadi pembahasan utama dalam UN Climate Change Conference di Paris (2015). Untuk mendukung keprihatinannya terhadap masalah lingkungan hidup, Vatikan sendiri telah berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 20 persen, dan akan mendapatkan pasokan listrik hanya dari tenaga matahari. Dalam Surat Fratello Solle (Saudara Matahari – 2024), Paus menyerukan kebutuhan untuk melakukan transisi ke model pembangunan berkelanjutan yang mengurangi emisi gas rumah kaca ke atmosfer demi tercapainya tujuan bebas karbon.

Paus Fransiskus telah menunjukkan teladan sebagai pelayan yang dipilih karena dan demi kerahiman Ilahi lewat kata dan tindakan. Di bawah kepemimpinannya, Gereja Katolik terus ditantang  untuk berjalan bersama semua pihak yang berkehendak baik demi keluhuran martabat manusia.

Heru Prakosa dan Klaus Raditio (Heru Prakosa Dosen di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta & Anggota Komisi Kepausan untuk Hubungan Kristiani-Muslim & Klaus Raditio, Dosen STF Driyarkara, Jakarta)

Sumber: Majalah HIDUP, Edisi No. 33, Tahun Ke-78, Minggu, 18 Agustus 2024

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles