web page hit counter
Kamis, 19 September 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Uskup Ketapang/Ketua Komkep KWI, Mgr. Pius Riana Prapdi: Para Pemimpin Tidak Bertindak Sewenang-wenang terhadap yang Dipimpin

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – Minggu, 25 Agustus 2024 Minggu Biasa XXI. Yos.24:1-2a, 15-18b; Mzm.34:2-3, 16-17, 18-19, 20-21, 22-23; Ef.5.21-32; Yoh.6:60-71.

“PERKATAAN ini keras siapa yang sanggup mendengarkannya?”(Yoh. 6:60). Makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya dianggap sebagai perkataan yang keras dan para murid tidak sanggup mendengarkannya. Perkataan ini dianggap keras dan banyak murid-murid Yesus yang mengundurkan diri dan tidak lagi mengikuti Dia karena menolak Yesus sebagai Mesias.

Mereka yang mengundurkan diri menolak Yesus sebagai Sumber Kehidupan (Yoh. 6:63). Sikap penolakan terhadap Tuhan menjadi proses yang dialami oleh bangsa Israel pada zaman Yosua memimpin mereka keluar dari tanah penjajahan di Mesir.

Dalam Bacaan Pertama, Yosua memberi kebebasan kepada bangsa Israel untuk memilih Tuhan atau allah lain. Jika kamu menganggap tidak baik beribadah kepada Tuhan, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadat” (Yos. 24:15). Kemudian bangsa itu menjawab: “Jauhlah daripada kami meninggalkan Tuhan untuk beribadah kepada allah lain!” (Yos. 24:16). Akhirnya, Yosua mengikat perjanjian dengan bangsa itu dan membuat ketetapan dan peraturan bagi mereka (bdk.Yos 24:25). Bangsa Israel merasakan bagaimana Allah bertindak atas mereka sehingga mereka mengalami keselamatan. Mereka memiliki pengalaman akan Allah atas sabda dan tindakan-Nya.

Proses beriman yang terjadi pada bangsa Israel juga terjadi pada kedua belas rasul sebagai Israel baru. Meskipun banyak murid-murid Yesus yang mengundurkan diri, tetapi Petrus menjawab pertanyaan Yesus dengan keyakinan imannya. Lihat Yoh. 6:68-69.

Petrus bukan hanya menyatakan keyakinan imannya tetapi juga mengetahui makna dari imannya yakni memiliki hidup kekal. Barangsiapa yang percaya kepada Yesus akan memperoleh hidup kekal. Pernyataan Petrus adalah proses beriman yang terjadi terus menerus seperti bangsa Israel yang memperbaharui imannya kepada Allah yang menyelamatkan mereka.

Dengan pernyataan itu, Petrus semakin mengenal Yesus lebih dalam. Kedalaman iman Petrus semakin tampak dari istilah yang digunakan yaitu ‘Yang Kudus dari Allah’. Dengan berkata ‘Yang Kudus dari Allah’ maka Petrus meyakini bahwa Yesus adalah Allah. Setelah mengikuti Yesus dan menyaksikan segala perkataan dan tindakan Yesus, Petrus sampai pada pengalaman iman yang utuh dan penuh yakni Yesus adalah Allah.

Proses beriman juga kita alami terus menerus dalam setiap situasi hidup kita. Kita selalu dihadapkan pada pilihan-pilihan hidup yang menggoncangkan. Kita dihadapkan pada pilihan untuk pendidikan, pekerjaan, pasangan hidup, pergaulan, keterlibatan di tengah masyarakat, pilihan politik dan sebagainya. Berhadapan dengan berbagai pilihan-pilihan itu, apa yang menjadi pegangan kita dalam menentukan pilihan?

Petrus dan para rasul menjadi inspirasi bagi kita untuk memiliki pegangan dalam pembentukan pilihan hidup kita. “Kami telah percaya dan tahu bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah”. Bila kita berhadapan dengan pilihan hidup yang menggoncangkan maka pegangan kita adalah Allah yang sabda dan tindakan-Nya menjadi Sumber Kehidupan.

Yesus bersabda: “Bagaimanakah jikalau kamu melihat Anak Manusia naik ke tempat di mana Ia sebelumnya berada? Rohlah yang memberi hidup; daging sama sekali tidak berguna. Perkataan-perkataan yang Kukatakan kepadamu adalah roh dan hidup” (Yoh. 6:62-63). Tuhan Yesus adalah Allah yang hidup. Allahlah hidup itu.

“Akulah jalan, dan kebenaran dan hidup” (Yoh. 14;6). Dialah yang hidup di dalam kita berkat rahmat ekaristi yang setiap kali kita terima. Dialah yang menghidupkan kita. Melalui Roh-Nya, Ia memberikan hidup kepada kita. Melalui sabda-Nya, Ia memberikan hidup kepada kita. Karena itu yang mengikuti Yesus berarti ia memilih hidup bagi dirinya. Yang memilih setia kepada Yesus berarti memilih untuk setia pada hidup dan hidup dalam kelimpahan karena Yesus datang supaya kita semua mempunyai hidup dan hidup dalam kelimpahan (bdk. Yoh. 10:10).

Hidup dalam kelimpahan pada zaman sekarang adalah hidup dengan penuh kasih sayang dan hormat. Hidup dengan penuh kasih sayang dan hormat berarti menata hidup bersama bukan atas dasar kekuasaan tetapi berdasarkan cinta kasih seperti menata kehidupan dalam keluarga. Masyarakat adalah keluarga besar yang mesti ditata berdasarkan cinta kasih bukan semata-mata dengan kekuasaan.

Santo Paulus dalam Bacaan Kedua menggunakan hubungan suami istri untuk hubungan Kristus dengan jemaat. Sebagai kepala Kristus tidak bertindak sewenang-wenang terhadap tubuh-Nya tetapi justru memelihara dan memberikan pertumbuhan hingga menjadi dewasa.

Para pemimpin tidak bertindak sewenang-wenang terhadap yang dipimpin tetapi melayani dan rela mengorbankan diri demi kebaikan bersama. Tuhan memberkati.

“Para pemimpin tidak bertindak sewenang-wenang…”

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles