HIDUPKATOLIK.COM – YAYASAN Tarakanita memiliki satu nilai yang dihidupi berhubungan dengan semangat Laodato Si, yaitu Keadilan, Perdamaian, Keutuhan, Ciptaan (KPKC). Berangkat dari keprihatinan dari berbagai masalah krisis global dengan memperhatikan berbagai komponen yang berhubungan dengan aspek manusia dan sosial maka Yayasan Tarakanita Jawa Tengah menyelenggarakan pembinaan karyawan dengan tema “Spiritualitas KPKC dan Keadilan Antar Generasi”.
Narsumber untuk kegiatan ini adalah Sr. Marisa Nur Trisna, CB. Ia adalah seorang perintis Eco Spirit Center Berkah Bumi Blembem Yogyakarta. Ia mengajak karyawan untuk meningkatkan pemahaman mengenai KPKC dengan lebih mampu melihat apa yang dibutuhkan dunia dan apa yang bisa dilakukan melalui berbagai gerakan secara holistik.
Suster Marisa mengatakan, “Kita harus mengupayakan Peradaban Cita di mana kita bisa berdamai dengan diri sendiri, sehingga bersama dengan seluruh ciptaan bisa mengusahakan kehidupan. Kita harus mampu menghijaukan bumi sebagai rumah kita bersama, mencintai bumi dan mencintai kehidupan, serta memiliki iman yang merawat bumi.”
Untuk itu, Sr. Marisa mengajak peserta pembinaan kembali merefleksikan, “Apakah pendidikan mengajarkan kita menghancurkan atau memberikan kehidupan sebab pendidikan merupakan investasi masa depan?”
Menurut Sr. Marisa, berbagai praktik baik dapat diterapkan dalam pendidikan terutama dapat terintegrasi dalam kegiatan P5 pada Kurikulum Merdeka, salah satu tema yang dapat diambil adalah “Gaya Hidup Berkelanjutan”. Melalui tema tersebut, sekolah-sekolah dapat memasukkan nilai-nilai KPKC dalam P5. Peserta didik diajak menyadari bagaimana melestarikan kelangsungan seluruh hidup ciptaan dengan mengetahui cara menghitung jejak karbon, seperti yang dilakukan SMA Tarakanita Magelang.
Para peserta didik, kata Sr. Marisa, juga belajar membuat Eco Enzym, yang selanjutnya akan dituang ke sungai dengan tetap memperhatikan berapa banyak Eco Enzym yang akan dituang pada sungai yang tercemar.
Menurut Sr. Marisa jika tingkat pencemaran sungainya di level 3 maka 1 liter Eco Enzym dapat digunakan untuk 1000 liter debit air sungai, sementara untuk sungai dengan tingkat pencemaran level 1 tidak perlu dituangkan Eco Enzym. Peserta didik SMP Tarakanita Magelang juga pernah melakukan kegiatan mengetahui tingkat pencemaran air dengan melakukan konservasi air di daerah aliran sungai Tepus menggunakan metode Biotik.
Lebih jauh, Sr. Marisa mengatakan, Sekolah Tarakanita, mengupayakan untuk melestarikan lingkungan hidup melalui 7 Gerakan pembiasaan. Penerapan dari gerakan pembiasaan tersebut di antaranya adalah membawa botol minum dan tempat makan sendiri, tidak menggunakan pembungkus makanan berbahan plastik dan styrofoam, tidak menggunakan sendok dan sedotan plastik, tidak menggunakan kantong belanja plastik, serta tidak menggunakan tanaman hias berbahan plastik. Ketika kita mengupayakan mengurangi penggunaan plastik, bukan berarti kemudian mengganti plastik dengan kertas, misalnya mengganti penggunaan gelas plastik dengan cup kertas, styrofoam diganti dengan dus yang terbuat dari kertas, kantong belanja plastik diganti dengan kantong belaja kertas.
Namun, hal ini menuai pemikiran baru. “Ketika kita tidak menggunakan plastik tetapi menggunakan kertas, maka sampah yang muncul adalah sampah kertas, tentu saja ini juga merusak lingkungan karena untuk membuat kertas dibutuhkan menebang pohon, padahal roh dari KPKC adalah Tidak Merusak Lingkungan. Oleh karena itu, bagaimana kita secara terus menerus menanamkan mengenai keberlangsungan seluruh kehidupan dengan tidak memperburuk keadaan alam, mengurangi kelangkaan sumber daya alam, dan meminimalkan terjadi kerusakan,” kata Sr. Marisa.
Dalam paparannya, Sr. Marisa mengatakan, peserta didik perlu dikenalkan dan disadarkan mengenai siklus kehidupan semua mahluk hidup, karena setiap kehidupan memiliki peran dan saling tergantung. Perubahan yang dialami setiap organisme disebabkan perubahan kondisi lingkungan sekitar dan akan menentukan pertumbuhan serta perkembangan dalam jangka panjang. Pendidikan KPKC di sekolah Tarakanita harapannya juga akan berkesinambungan terutama mengenai keberlangsungan kehidupan, seperti contohnya di tingkat KB/TK dan SD belajar membuat karya Eco Print, di Tingkat SMP belajar mengetahui tingkat pencemaran, di tingkat SMA/SMK belajar mengetahui jejak karbon dan mengatasi pencemaran lingkungan. KPKC mengajak kita untuk kembali pada memahami siklus kehidupan dan semakin memaknai bahwa hidup itu mudah, hidup itu sederhana, dan hidup adalah kegembiraan.
Laporan Rina Adityana