HIDUPKATOLIK.COM – Yogyakarta, kota yang dikenal sebagai city of tolerance kembali menjadi lokasi diselenggarakannya pertemuan tinkat regional dalam skala Asia-Oceania. Kali ini forum yang diselenggarakan adalah AMOR (Asia-Oceania Meeting of Religious) yang merupakan pertemuan bagi para biarawati dan dihadiri oleh 11 negara di Asia-Oceania. AMOR dibentuk untuk mewadahi para religious perempuan di Asia Pasifik untuk membangun solidaritas, persatuan, dan kerukunan dalam terang Injili.
AMOR 2024 diselenggarakan di Kompleks Syantikara Yogyakarta 2-6 Agustus 2024 dan akan menghadirkan beberapa narasumber sekaligus kunjungan ke beberapa komunitas lintas iman. Hadir untuk membuka pertemuan ini adalah Uskup Agung Keuskupan Agung Semarang, Mgr. Robertus Rubiyatmoko dengan memimpin peayaan ekaristi secara konselebrasi didampingi oleh Pastor Petrus Sunu Hardiyanto, SJ (Magister Novisiat Serikat Jesus St. Stanislaus Girisonta) dan Pastor Agustinus Doni Tupen, MSF (Ketua KOPTARI, Provincial MSF Provinsi Kalimantan).
Dalam homilinya Mgr. Rubiyatmoko menyampaikan, “Sebagai religius pasti juga menghadapi tantangan yang sama di berbagai negara. Mereka bisa disalahpahami atau dinilai secara rendah ketka berjuang mewujudkan tugas konkret sebagai religius. Karena itu, salah satu cara menjaga komitmen karya adalah terus memberi kesaksian akan kesederhanaan dan kemiskinan yang sangat sulit dilakukan karena berhadapan dengan dunia yang mengagungkan konsumerisme. Kebahagiaan para religius bukan mengandalkan kekayaan duniawi tetapi kekayaan spiritual yang lebih lama bertahan. Kesempatan perjumpaan ini akan menjadi ruang yang mendukung terwujudnya karya yang diharapkan.”
Gerakan Religius Perempuan
Pertemuan AMOR pertama kalinya diselenggarakan di Hongkong, Maret 1971. Selanjutnya AMOR terus melakukan pertemuan setiap 4 tahun sekali secara berpindah-pindah di berbagai tempat dan mengangkat tema berbeda. AMOR terakhir kali diselenggarakan di Yangon, Myanmar, tahun 2017 membahas tema lingkungan hidup.
Isu lingkungan yang dalam AMOR telah didalami akan kembali digali dalam pengalaman yang lebih kompleks, yakni persaudaraan insani. Dua topik yang menjadi gerak Gereja universal ini ditempatkan dalam gerak Gereja Katolik yang terus ingin memperbarui diri, yakni menjadi Gereja Sinodal seperti undangan Paus Fransiskus. Karena itu, AMOR tahun 2024 ini yang dilaksanakan di Yogyakarta, Indonesia membahas tema yang kurang lebih sama.
Berbagai peristiwa di belahan dunia dalam dekade terakhir ini membulatkan tekad untuk menyelenggarakan AMOR tahun ini secara kontekstual. Bersama Gereja yang terus bergerak dan menyegarkan diri, AMOR 2024 mengambil tema: Promoting Ecological and Human Fraternity for Synodal Church in Asia Oceania.
Tema AMOR tersebut akan diperkaya dengan pengalaman hidup Indonesia yang terus berusaha mengembangkan keanekaragaman budaya dan agama dengan melakukan kunjungan ke komunitas Pondok Pesantren Pandanaran, Islamic Boarding School, Vihara, dan Smaratungga (Budha) dan berdialog dalam perjumpaan dengan komunitas persaudaraan lintas iman perempuan (Srikandi Lintas Iman). Hal ini membuktikan isu mengenai lingkungan hidup sekarang ini bukan hanya menjadi isu Gereja Katolik, namun juga menjadi keprihatinan yang menggerakkan berbagai agama di Indonesia. \
Di samping itu, kerja sama lintas iman sekarang ini mendapatkan wadahnya yang baru, yakni bekerja sama menangani isu-isu sosial kemasyarakatan sehingga agama dapat tampil di publik secara baru.
Mgr. Rubiyatmoko juga mengatakan dalam AMOR ini bahwa sinodalitas merupakan konsep penting dalam hubungan persekutuan, perutusan, dan partisipasi dalam hidup bersama. Dalam membangun Gereja sinodalitas melibatkan seluruh umat Katolik termasuk ketua dan anggota hidup bakti dan awam. Hal ini menjadi undangan bersama lalu diakui bersama dan membuat keputusan bersama untuk melaksanakan hal-hal yang mengembangkan misi persekutuan. Semua itu dilakukan untuk mewartakan kabar baik melalui Gereja Katolik. Sinode para uskup mengemukakan kembali untuk mewujudkan semangat Konsili Vatikan II termasuk dalam proses mewujudkan Gereja yang mengajar dan Gereja yang berjalan bersama. Gereja juga ingin mendengarkan apa yang terjadi sehingga mendukung tujuan awal membangun kebersamaan.
Berjumpa dengan orang asing lalu menjadi bersaudara dan terbangun komunitas ekaristis ditunjukkan dalam kisah Emau, yang bisa menjadi buah gerakan bersama. Sukacita persaudaraan persekutuan dalam iman harus ditunjukkan dan ini menjadi kekhasan Indonesia dengan keberagan dalam berbagai suku, budaya, adat dan agama. Perbedaan dan keragaman ini tidak menjadi alasan perpecahan tapi menjadi kekayaan. Keberagaman kita jaga dengan Bhinneka Tunggal Ika. Meski berbeda tetap satu atau persatuan dalam keragaman. Semoga AMOR mendorong munculnya persaudaraan dan dengan wajah berbinar makin mewujudkan peradaban kasih dalam persaudaraan sejati dan mewujudkan keutuhan alam ciptaan.
Dalam perjumpaan AMOR ini semua peserta mendapatkan kenangan selendang batik khas Yogyakarta yang dikalungkan kepada peserta saat memasuki ruang pertemuan. Turut memberikan sambutan sebagai presiden delegasi adalah Sr. Elisabeth OP yang mengenalkan para peserta dan hal-hal terkait AMOR 2024. Para delegasi dari berbagai negara dan juga utusan dari kongregasi suster di Indonesia ini berjumlah 23 orang dari luar negeri dan 63 orang dari Indonesia.
Suster Elisabeth mengharapkan semua delegasi dapat mengikuti acara dengan baik dan mengambil manfaat dari eprjumpaan ini dengan belajar dari berbagai materi yang disampaikan para narasumber dan perjumpaan dengan berbagai pengalaman nantinya.
Sementara Sr. Mary T. Barron OLA, wakil President International Union Superiors General juga hadir memberikan sambutan selepas perayaan ekaristi. Dikatakannya, bahwa gerakan solidaritas dan persekutuan bagi sesama khususnya yang dibangun oleh perempuan dan juga keutuhan ciptaan banyak dilakukan di berbagai negara.
Ia mengatakan, sebagai religius peserta dapat menggunakan forum ini untuk mendengarkan dan memperdalam konteks di Asia dan Oceania. Sebagai Gereja ini merupakan upaya untuk menjadi satu dan menjadi cara mengapresiasi proses berdialog dengan umat Allah dari segala lapisan dalam berbagai latar belakang yang dimiliki dari berbagai wilayah yang ada. Kita bisa membangun persaudaraan dan pertobatan membangun rasa hormat atas hidup dan membantu kita dalam percakapan antarkomunitas dalam sinodalitas gereja
Veronika Naning (Kontributor, Yogyakarta)