web page hit counter
Minggu, 22 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Berbagi Kasih di Hari Anak Nasional 2024

5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – Pelataran Paroki Katedral St. Maria Diangkat ke Surga, tepatnya di samping Gua Maria, tampak ramai pagi itu, Selasa (23/07/2024). Sekitar 200 anak berkebutuhan khusus, yang didampingi orang tua mereka, berkumpul di sana untuk merayakan Hari Anak Nasional. 

Anak-anak menampilkan sebuah tarian (HIDUP/Katharina Reny Lestari)

Selain anak-anak berkebutuhan khusus, ada pula anak-anak yang tengah menjalani pengobatan di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta Pusat. Selama menjalani rawat jalan, mereka tinggal di beberapa rumah singgah.

Dekorasi bunga warna-warni dan puluhan balon berwarna kuning menghiasi sebuah panggung  kecil dengan latar belakang bertuliskan tema perayaan yang diangkat, “Anak Indonesia Ceria, Sehat, Terlindungi.” Di atas panggung ini, beberapa anak menampilkan tarian dan nyanyian. Misalnya, Tari Ondel-Ondel dan Tari Manuk Dadali. 

Lembaga Daya Dharma Keuskupan Agung Jakarta (LDD KAJ) menginisiasi program dua jam tersebut. 

Menurut Ketua Pengurus Yayasan LDD KAJ, Justinus Yanto Jayadi Wibisono, anak-anak yang menghadiri kegiatan tersebut berasal dari berbagai wilayah di Indonesia. “Yang paling jauh dari Timika. (Orang tua) berjuang untuk putranya yang saat ini berobat di RSCM. Ada juga yang datang dari Pontianak, Lampung, Aceh, dan Padang. Luar biasa. Maka hari ini kita berkumpul bersama satu hari. Happy-happy ceria,” ujarnya.

Justinus Yanto Jayadi Wibisono (HIDUP/Katharina Reny Lestari)

“Tokoh Kemanusiaan” 

Dalam sambutannya, Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo, menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan program tersebut.

“Atas nama anak-anak yang hadir di sini dengan segala macam kebutuhannya, pertama-tama saya ingin mengucapkan terima kasih kepada ibu-ibu dari anak-anak ini, kepada keluarga yang begitu mencintai anak-anak Tuhan ini. Dari tempat-tempat yang jauh ke Jakarta untuk memberikan yang terbaik bagi anak-anak yang memang mempunyai kebutuhan-kebutuhan istimewa,” ujarnya.

“Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada para pengurus, pengawas, dan pembina LDD (KAJ) yang menginisiasi perjumpaan ini. Suatu acara yang sangat mulia untuk memuliakan anak-anak kita, untuk memuliakan keluarga-keluarga tempat anak-anak dilahirkan, dibesarkan. Dan kita berharap sungguh-sungguh menjadi bukti kasih yang sejati di tengah-tengah keluarga.”

Tak lupa ia juga menyampaikan terima kasih kepada para relawan yang terlibat dalam program tersebut. 

Kardinal Ignatius Suharyo menyapa anak-anak (HIDUP/Katharina Reny Lestari)

“Terima kasih kepada adik-adik relawan yang menurut kesan saya sungguh mau mengembangkan diri dengan melibatkan diri dalam pelayanan seperti ini. Saya yakin adik-adik yang masih muda-muda ini, dengan keterlibatan di dalam pelayanan seperti ini, pada waktunya nanti akan menjadi ‘tokoh-tokoh kemanusiaan’ di tengah-tengah masyarakat kita,” ungkapnya. 

“Saya membayangkan seandainya semakin banyak pribadi pada tingkat mana pun yang bertumbuh di dalam rasa kasih yang murni seperti ini pada waktunya nanti negara kita akan bertumbuh menjadi negara yang sesuai dengan cita-cita kemerdekaan, tempat anak-anak sungguh-sungguh dilindungi, tempat keluarga-keluarga sungguh menjadi tempat anak-anak, pribadi-pribadi itu bertumbuh.” 

Kardinal Suharyo juga mengajak peserta dan semua pihak yang terlibat dalam program tersebut untuk mensyukuri kebersamaan hari itu sehingga mereka dapat saling meneguhkan. 

“Kita, tidak bisa lain kecuali dalam segala macam kesulitan, bepasrah kepada Tuhan dan berharap semakin banyak saudari-saudara kita yang rela untuk berbagi kehidupan dengan teman-teman kita ini,” imbuhnya.

Bahagia

Salah seorang ibu, Eva Selina Raprap, membawa serta anak laki-lakinya – Junior Teyol Talalus – yang duduk di kursi roda. Mereka datang ke Jakarta dari Timika, Papua Tengah, pada pertengahan Maret lalu dan tinggal di Rumah Singgah SOS, Jakarta Pusat.  

Eva Selina Raprap (kiri, belakang) berfoto bersama anaknya (depan, duduk di kursi roda) saat menghadiri Hari Anak Nasional (HIDUP/Katharina Reny Lestari)

“Anak saya berusia 16 tahun. Ia menderita hidrosefalus sejak umur enam bulan. Anak saya dirujuk oleh RSUD Kabupaten Mimika untuk menjalani pengobatan di RSCM. Anak saya akan menjalani operasi pemasangan selang pipisan. Ini kali keempat. Jadi lima tahun sekali anak saya menjalani operasi pemasangan selang pipisan,” ujarnya.

Ia merasa senang bisa menghadiri program tersebut. 

“Puji Tuhan. Kami sangat berterima kasih,” imbuhnya.

Senada, Irma Erviana, ibu dari dua anak perempuan, mengaku bahagia bisa menghadiri perayaan Hari Anak Nasional di pelataran Paroki Katedral Jakarta.

“Anak pertama saya berkebutuhan khusus dengan gangguan pendengaran berat, ada Global Development Delay (GDD) atau tumbuh kembang lambat, dan kelainan di darah. Ketahuan baru beberapa tahun lalu,” ujarnya. 

“Senang banget. Melihat anak-anak saya juga senang. Biasanya anak saya tidak mau diajak interaksi. Sekarang sudah mau lihat-lihat, senyum, tertawa. Jadi saya sebagai emak juga senang melihat ada acara seperti ini.” 

Ia pun berharap anak-anak di Indonesia selalu terlindungi dari segala macam ancaman, termasuk penculikan.

“Anak-anak bagi saya bagai malaikat kecil yang harus kita jaga. Mereka harus kita pantau,” ungkapnya.

Multiwajah   

Di mata Ketua Dewan Pembina LDD KAJ, Pastor Yusup Edi Mulyono, SJ, anak-anak Indonesia memiliki multiwajah.

Pastor Yusup Edi Mulyono, SJ (nomor dua dari kanan) berjoged bersama saat ice breaking (HIDUP/Katharina Reny Lestari)

“Intinya, seperti apa pun mereka – ada yang stunting dan kekurangan gizi, mereka adalah wajah dari Kerahiman Allah di zaman sekarang ini yang harus kita layani, hargai, sayangi, cintai, perhatikan bersama-sama dengan seluruh komponan masyarakat, terutama keluarga mereka sendiri,” ujarnya.

“Kita tidak mengambil alih masalah mereka tetapi menemani mereka. Dan salah satu cara menemani ya hadir, menunjukkan bahwa kita hadir di antara mereka. Kadang kita harus rendah hati mengakui bahwa kita tidak bisa berbuat apa-apa, tidak bisa berbuat banyak. Hanya sedikit menyediakan sembako, menyediakan hiburan untuk kebersamaan, menunjukkan kehadiran kita. Tapi itulah setidaknya yang bisa kita lakukan supaya mereka tidak merasa sendiri.”

Katharina Reny Lestari 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles