HIDUPKATOLIK.COM – DALAM mengikuti Temu Akbar OMK Keuskupan Sintang (Tebar Kesi) 2024, para OMK memiliki perjuangan masing-masing sejak pra-Tebar November 2023 hingga puncaknya di 25-28 Juni 2024.
Tiap proses yang mereka lalui menjadi pengalaman berharga sebagai bekal menjadi OMK yang militan dan berdaya ubah. Kontributor HIDUP di Sintang, Angela Januarti menghimpun kesan dan harapan sejumlah peserta berikut ini:
Ursula Miranda dari Paroki Ambalau: Berjulan demi Tebar
“PAROKI kami tergolong paroki yang jauh untuk bisa tiba di lokasi. Kami harus melewati jalur sungai menggunakan speedboat dengan biaya yang mahal. Perjuangan untuk mencari dana kami lakukan dengan membuat program nobar setiap minggu. Kami mencari film terbaru dan menjual tiket seharga Rp 5.000. Karena kecamatan kami kecil dan minim hiburan, nobar menarik banyak pengunjung, kami juga berjualan untuk menambah pendapatan. Selain itu, kami ikut terlibat dalam kegiatan turne pastor paroki, seraya pelayanan kami juga berjualan di stasi. Setiap OMK mendapatkan jadwal untuk dapat berpartisipasi.
Selama Tebar saya tertarik dengan diksi outdoor dan indoor. Kelompok kami berkesempatan pergi ke Yayasan Sungai Kehidupan. Yayasan itu menerima anak-anak dari berbagai kabupaten hingga Kalimatan Tengah untuk membantu mereka bersekolah. Saya sempat berbicara dengan anak-anak kelas IV-V SD.
Pengalaman ini memotivasi kami untuk bergerak misalnya dimulai dari paroki. Kami bisa menggunakan media sosial untuk membuka donasi membeli buku bagi anak-anak SD-SMP di pelosok yang berkekurangan.Saya juga mendapatkan pengetahuan mengenai kesehatan mental dari sesi yang dibawakan oleh Pastor Dimas Satya Wardana. Pembahasannya sangat mengena karena benar-benar dialami orang muda. Melalui hal-hal baru yang saya dapatkan, karena saya baru pertama kali mengikuti Tebar.
Saya ingin membagikan keseruan Tebar di paroki, terutama kepada teman-teman yang membantu mencari dana tapi belum berkesempatan hadir. Bila sebelumnya kami sebagai OMK lebih banyak bermalas-malasan, dengan kegiatan ini kami menjadi lebih bersemangat, membara lagi dibakar api-api semangat selama Tebar.”
Stephano Trie Mellinio dari Paroki Badau: Belajar dari Agama Lain
“SAYA sudah mengikuti Tebar sejak tahun 2015. Kalau untuk kami di daerah perbatasan yang jarak tempuh mencapai lebih dari 350 kilometer kendala pertama adalah dana. Meski saya pribadi sudah bekerja dan mampu membayar biaya pendaftaran, kami tetap harus mengumpulkan dana untuk biaya transportasi dan konsumsi selama perjalanan. Kami bekerja sama berjualan barang-barang rohani di stasi dan pusat paroki. Kami pun terlibat selama turne dan doa lingkungan seperti Rosario, sehingga uang kolekte dapat kami gunakan untuk keperluan peserta menghadiri Tebar.
Saya sangat bersyukur dapat terlibat aktif dalam Tebar. Konsep Tebar kali ini sangat berbeda dari sebelumnya. Ada music corner dan pergi ke tempat lintas agama. Saya berkesempatan mengujungi Vihara Iddhi Maitreya. Di sana kami mendapatkan penjelasan mengenai kepercayaan umat Buddha.
Saya melihat ada hal-hal positif dari agama lain yang dapat kita ambil dan bagikan kepada teman-teman yang tidak terlibat dalam Tebar, sehingga militansi itu tidak hanya terbangun dari internal tapi juga contoh dari agama lain. Kita hidup berdampingan dengan kepercayaan lain dan militansi dapat terbentuk melalui dialog bersama dan mengetahui ajaran agama lain dan belajar dari mereka.
Selama empat hari, saya senang mendapatkan teman baru dan menambah relasi seiman dari berbagi paroki dan daerah. Saya berharap dapat menerapkan hal ini di paroki sehingga OMK di stasi-stasi dan paroki dapat membaur. Seperti sebuah lilin yang kami nyalakan di malam terakhir, meski kecil kami bisa berdaya ubah bagi orang lain dan membuat gebrakan yang lebih besar lagi, sehingga OMK di paroki kami bisa menjadi tulang punggung Gereja di masa depan.”
Ignatius Candra Kristian dari Paroki Katedral: Terkesan Kunjungan di Pesantren
“TEBAR tahun ini menjadi pengalaman pertama bagi saya. Persiapan sudah kami lakukan beberapa bulan yang lalu. Kami menanam pohon, membuat salib, film, latihan untuk pentas seni dan live in. Saat live in kami mengujungi desa yang cukup terisolir di kilometer 26 jalan PT. Erna. Di sana tidak ada sinyal dan listrik mengandalkan panel surya. Pengalaman ini membuat kami bisa merasakan kasih Tuhan dan lebih mensyukuri hidup. Selama berjualan, saya pun belajar menakar bahan baku, menghitung pemasukan, pengeluaran dan keuntungan.
Selama empat hari mengikuti tebar ada banyak pengalaman seru. Mulai dari pemateri-pemateri yang keren, rangkaian acara yang meriah, panggung yang keren, pentas seni yang luar biasa, dan keberagaman OMK dari atribut yang mereka kenakan hingga yel-yel dari tiap paroki.
Saya sangat terkesan saat mengikuti diksi outdoor ke pesantren. Di sana kami banyak berdiskusi yang saling menguatkan iman kami dan menghargai perbedaan satu sama lain. Ada pula satu pengalaman lucu ketika seorang teman memanggil ustad dengan sebutan santri. Setelahnya, ustad menjelaskan perbedaan tersebut.
Pasca Tebar, saya ingin membagikan pengalaman saya. Saya harap kami dapat mencontoh kunjungan dalam diksi outdoor dan melakukan kunjungan ke pesantren, vihara dan berkolaborasi dengan OMK lain sehingga kami dapat saling mengenal dan saling menguatkan dalam iman.”
Evi Agreiyani dari Paroki Bika Nazareth: Makin Terlibat Menggereja
“SAYA sudah ikut Tebar beberapa kali. Sintang, Putussibau dan ketiga di Nanga Pinoh. Saat ini saya sedang kuliah di Universitas Tanjungpura Pontianak. Untuk dapat mengikuti Tebar, saya menyisihkan uang jajan yang dikirim orangtua dari kampung. Saya tidak mau meminta uang dari orangtua secara langsung karena akan memberatkan mereka.
Pengalaman yang saya rasakan pertama adalah super seru, WOW. Ternyata sebanyak ini OMK di Keuskupan Sintang. Berkenalan dan berkumpul dengan keluarga seiman menyadarkan saya pentingnya membangun lingkungan seiman agar iman kita menjadi kuat.
Selama empat hari, saya yang tidak tahu belajar menjadi tahu. Saya belajar dari pengalaman ke vihara. Pengalaman pertama menginjakan kaki di vihara, masuk ke sana dan belajar mengenal agama Buddha. Saya belajar mengenai agama lain dan mengetahui lebih luas agama di Indonesia. Keren, itulah kesannya.
Saya bangga menjadi Katolik karena Katolik saudaranya bukan seiman saja, tapi juga dengan yang beragama lain. Saya juga terkesan dengan pribadi Pastor Edmund C. Nantes, OP. Pastor dari Filipina ini sangat bersemangat padahal usianya sudah tua. Melihat semangat sang pastor, saya pun terpacu untuk bangkit menjadi orang muda yang militan dan berdaya ubah.
Saya berharap kami dapat terus aktif terlibat dalam kegiatan menggereja, terutama yang membangun orang muda. Terlebih, gereja di paroki kami akan berusia 100 tahun. Saya memandang gereja sebagai salah satu kekuatan iman bagi kami orang muda di Paroki Bika Nazareth. Semoga kami dapat memberikan dampak positif bagi perjalanan gereja ke depan.”
Kristiana Yully dari Paroki Nanga Pinoh: Berani Bersaksi
“SEBAGAI tuan rumah, kami membantu dalam persiapan Tebar di Nanga Pinoh. Kami mempersiapkan tempat untuk OMK dari dekenat lain dan mencari Liaison Officer (LO), supaya kegiatan Tebar dapat berjalan dengan lancar. Pengalaman yang mengesankan adalah bisa berbagi pengalaman dengan teman-teman baru dari paroki-paroki lain.
Saya tergolong pribadi yang pemalu, tapi Tebar membantu saya menjadi pribadi yang berani bersaksi, berani menjadi diri kita sendiri. Saat diksi outdoor, kami berkunjung ke Yayasan Bhakti Luhur, di sana Suster Alma bercerita bagaimana mereka merawat dan menjaga anak-anak tunanetra dan tuna rungu. Suster berkata, walaupun mereka tidak bisa melihat, mendengar dan berbicara, tapi dengan kasih sayang dan hati yang tulus, Suster bisa mengerti dan tahu apa yang mereka inginkan. Kami sangat tersentuh. Pasca Tebar, kami bersama teman-teman OMK mau terlibat aktif lagi dikegiatan menggereja, tidak hanya menjaga parkir.”
Sumber: Majalah HIDUP Edisi No.28, Tahun Ke-78, Minggu, 14 Juli 2024