HIDUPKATOLIK.COM – PAGI masih berselimut gelap. Namun puluhan orang telah menempati bentangan lembaran-lembaran tikar yang tertata rapi di pelataran Candi Hati Kudus Tuhan Yesus di Ganjuran, Yogyakarta. Salah satunya Yanuaria Martin Budiningsih, seorang lansia berusia 66 tahun. Ia tak seorang diri, tapi bersama tiga anggota keluarganya. “Kami tiba di sini sekitar pukul 03:00 WIB,” ujar umat Paroki Sambiroto – Gereja St. Petrus di Semarang, Jawa Tengah, ini.
Sementara puluhan orang lainnya tengah berbenah diri setelah melewatkan malam nan dingin di beberapa pendopo, tempat para peziarah biasa bermalam di destinasi wisata rohani yang sarat dengan budaya Jawa tersebut. “Saya tidur semalam di sini. Rasanya nyaman-nyaman saja. Saya sudah biasa bermalam di sini. Hanya kali ini waktunya sangat pendek,” ujar Santoso Bambang Subiantoro dari Paroki Blimbing – Gereja St. Albertus de Trapani di Malang, Jawa Timur.
Lambat laun sinar matahari menyeruak, seiring jarum jam yang terus bergulir. Umat pun mulai berdatangan. Lebih dari 4.000 orang. Sebagian rombongan berasal dari beberapa wilayah di Indonesia, seperti Bandung, Bogor, dan Jakarta. Kompleks Paroki Ganjuran seketika berubah menjadi lautan manusia. Mereka tak mau kehilangan momen bersejarah, yakni Pahargyan (Perayaan) Ekaristi Prosesi Agung yang berlangsung pada Minggu, 23 Juni 2024.
Menurut Ketua Panitia, Budi Nuryana, Paroki Ganjuran mengadakan prosesi semacam ini setiap tahun pada bulan Juni. Meski demikian, prosesi tahun ini spesial karena Paroki Ganjuran merayakan 100 tahun hari jadinya, tepatnya pada tanggal 20 Agustus 2024. Selain itu, Paroki Ganjuran juga memperingati Hari Raya Hati Kudus Tuhan Yesus. Untuk itu, prosesi bertema “Jadikan Hatiku seperti Hati Kudus-Mu, Yesus” ini mempersembahkan 101 gunungan berupa hasil bumi dan hasil olahan. “Kami sudah menerima berkat dari Tuhan, maka kami harus berbagi berkat. Cita-cita Keluarga Schmutzer waktu itu mendirikan pabrik gula untuk menghidupi masyarakat. Berbagi berkat bagi sesama. Maka hasil bumi dikembalikan lagi kepada umat,” ujarnya.
Dalam Bahasa Jawa, gunungan bermakna seperti gunung. Gunungan adalah salah satu wujud sajian keselamatan.
Kepenuhan Allah
Pahargyan Ekaristi Prosesi Agung berlangsung seturut budaya Jawa. Hal ini tampak dalam busana yang dikenakan oleh 29 imam, termasuk selebran utama – Vikaris Jenderal Keuskupan Agung Semarang (KAS), Pastor Yohanes Rasul Edy Purwanto – dan para petugas liturgi. Begitu pula bahasa pengantar dan lagu-lagu yang dipakai selama perayaan, yakni Bahasa Jawa, serta pernak-pernik yang menghiasi altar dan pelataran Candi Hati Kudus Tuhan Yesus.
Para imam tersebut berasal dari beberapa kongregasi dari berbagai wilayah di tanah air.
Pemberkatan dan pemercikan air berisi kelopak bunga mawar, yang melambangkan pembaruan janji baptis, mengawali perayaan tersebut. Doa Paguyuban Umat Hati Kudus Tuhan Yesus se-Nusantara menyusul kemudian.
Dalam homili yang disampaikan baik dalam Bahasa Jawa maupun Bahasa Indonesia, Pastor Edy, sapaan akrabnya, menyinggung tema perayaan dan menekankan tentang kepenuhan Allah. “Kita memohon supaya kita berakar dan berdasar dalam kasih dan supaya kita dipenuhi dalam keseluruhan kepenuhan Allah sendiri. Jadi sungguh yang kita mohon ini bukan kaleng-kaleng. Tetapi yang kita mohon adalah agar kita benar-benar berakar dan berdasar kasih Tuhan dalam hidup kita sehari-hari. Jadi kalau kita memohon, ‘Tuhan, jadikanlah hatiku seperti hati-Mu,’ tujuannya adalah agar kita semakin berakar di dalam kasih, agar semua hidup kita dipenuhi oleh kepenuhan Allah sendiri,” ujarnya.
Ia memaknai perayaan tersebut sebagai sebuah peristiwa yang sungguh mendalam di wilayah KAS, suatu capaian yang bukan saja bersifat kronologis tapi juga merupakan perjalanan spiritual umat. “Semakin mendalam, semakin dewasa, dan semakin misioner. Tiga kata kunci ini yang menurut saya penting: mendalam, dewasa, dan misioner. Mendalam dan dewasa tanpa gerak keluar tidak banyak berarti. Apalagi kalau Ganjuran menempatkan dirinya dalam gerak Gereja KAJ yang bercita-cita mewujudkan kesejahteraan masyarakat seluruh Indonesia. Itu kan jelas sekali dalam RIKAS (Rencana Induk Keuskupan Agung Semarang), terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, bermartabat, dan beriman,” ungkapnya, ketika ditemui HIDUP jelang perayaan.
Ia juga berharap umat Paroki Ganjuran sungguh-sungguh menghayati, menghidupi, dan mewujudkan semangat Hati Kudus Tuhan Yesus yang lemah lembut dan rendah hati. “Mari kita bersyukur hari ini Tuhan Yesus menjadikan kita serupa dengan hati-Nya untuk berbagi berkah dalam kelemahlembutan dan kerendahan hati,” imbuhnya.
Katharina Reny Lestari
Sumber: Majalah HIDUP, Edisi No. 28, Tahun Ke-78, Minggu, 14 Juli 2024