web page hit counter
Selasa, 5 November 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Memaknai Seabad Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran: Menangguk Rahmat, Membagi Berkat

5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.COM – SALAH satu tempat ziarah terkenal di Yogyakarta adalah kompleks gereja dan candi Hati Kudus Tuhan Yesus (HKTY) Ganjuran. Lokasinya terletak sekitar 20 Km di sebelah selatan Yogyakarta. Tempat ini menguarkan seni budaya Jawa yang amat kuat. Gereja berbentuk joglo besar, dengan ukuran, tata letak, warna bernuansa warna hijau-kuning khas seperti istana raja Yogyakarta.

3. Perayaan HUT Ke-80 Sri Sultan Hamengku Bawana X di Gereja Ganjuran tanggal 26 November 2023. Uskup Agung Semarang, Mgr. Robertus Rubiyatmoko menjelaskan lambang Keuskupan Agung Semarang kepada Sultan.

HKTY Ganjuran memang dibangun dengan konsultasi khusus dari pihak istana, bahkan Raja Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Bawana X pernah merayakan ulang tahunnya di gereja ini bersama dengan umat HKTY Ganjuran. Tahun ini gereja HKTY genap seabad berdiri.

Gereja dan Candi

Candi HKTY dibangun oleh keluarga Schmutzer dengan proses inkulturasi budaya yang kuat. Candi bergaya Hindu-Budha-Jawa ini menjadi tempat berdoa karena keluarga Schmutzer ingin menghidupi iman Katoliknya dalam konteks budaya tempat mereka tinggal.

Keluarga Schmutzer juga membangun rumah sakit, sekolah, gereja, selain pabrik gula yang dimiliki untuk menyokong orang miskin, mendidik generasi muda, dan mengangkat martabat penduduk dengan mendukung mereka tetap melaksanakan adat-istiadat yang dimiliki. Nilai-nilai kristiani makin tumbuh dan berkembang kuat dalam masyarakat.

Gereja awal dibangun 1924 masih bergaya Belanda meskipun patung altar dan patung HKTY sudah menggunakan corak budaya Jawa. Seorang perajin patung Muslim bernama Iko yang mengerjakannya. Setelah gempa Yogyakarta 2006 barulah gereja dibangun seperti adanya saat ini.

Ada relief pada altar menggambarkan pepohonan, bunga-bunga, tiga burung pemakan bangkai, dan dua rusa yang sedang minum dari sumber air yang memancarkan tujuh aliran air. Ada juga dua buah patung malaikat bercorak Jawa dalam posisi menyembah.

Dua buah relief di kanan dan kiri gereja berbentuk Hati Kudus Yesus dan Ibu Maria. Relief Hati Kudus Yesus digambarkan sebagai Raja Jawa yang bertahta di singgasana. Sementara relief Bunda Maria digambarkan sebagai Ratu Jawa menggendong bayi Yesus.

Baca Juga:  Setahun Menjadi Uskup Banjarmasin; Mgr. Victorius Dwiardy, OFM.Cap: Mencoba Meneladani Santo Carolus Borromeus

Ketika keluarga Schmutzer kembali ke Belanda pada 1934 gereja HKTY mulai disiapkan menjadi paroki mandiri. Paroki mandiri terpenuhi 1940 dengan pastor pertama A. Soegijapranata, SJ. Pada masa revolusi banyak bangunan dihancurkan. Namun gereja, candi, rumah sakit dan sekolah-sekolah tidak dihancurkan. Penjajah menganggap bangunan itu bagian dari misi, sehingga gereja, sekolah, rumah sakit tetap dilestarikan sebagai hak milik orang Jawa.

Berkat

Pastor Paroki HKTY Ganjuran, Pastor Raymundus Sugihartanto atau Romo Sugi, sapaannya, mengatakan sedang mengusung tema seabad HKTY, “Umat Ganjuran berbangga sebagai milik Tuhan, yang bertumbuh, berkembang, dan berbuah menjadi berkat.”

Pastor Raymundus Sugihartanto

Gereja HKTY bersama umatnya menghidupi spiritualitas yang menghayati keutamaan dan keindahan kasih Tuhan Yesus. Ini sungguh-sungguh menjadi jiwa umat dan masyarakat terlebih sejarah kehadirannya pun berangkat dari upaya menjadi berkat bagi banyak orang. Banyak peristiwa membuktikan pertolongan Tuhan dan Dia masih bekerja hingga saat ini. Dalam pertolongan kasih Tuhan iman umat makin kuat.

Dengan jumlah umat lebih dari 6500-an, HKTY Ganjuran ingin menjadi tempat mengalirnya berkat. Hal ini juga terus digaungkan kepada generasi muda untuk menghayati dan menghidupi spiritualitas HKTY melalui kegiatan-kegiatan pengembangan iman dan spiritualitas. Mereka juga terlibat dalam berbagai peran di paroki maupun masyarakat.

Romo Sugi menunjukkan beberapa hal yang masih bisa ditemukan meskipun sejarah panjang telah terlewati.

Pertama, umat tetap merawat kedekatan pada Tuhan. Ekaristi tetap menjadi puncak dan sumber hidup. Mereka menghidupinya dengan kerinduan besar, terbukti dengan tingginya permintaan misa dan ujud umat. Kegiatan kumpul warga, sarasehan menimba cinta Tuhan juga berjalan baik.

Kedua, cinta kepada Tuhan sungguh dialirkan, tak hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk sesama.  Hal ini terwujud dalam aneka karya sosial yang dijadikan program dewan atau gerakan umat bagi umat Katolik dan masyarakat umum.

Baca Juga:  "SOS": Ini Kebutuhan Mendesak Korban Erupsi Gunung Api Lewotobi Laki-laki

Ketiga, relasi dengan masyarakat umum baik dan ada keterlibatan untuk berdinamika dalam kegiatan kemasyarakatan.

Keempat, mencintai kebudayaan Jawa. Semua umat ikut melibati gerakan mencintai budaya Jawa khususnya dalam lingkup peribadatan. Misa dengan bahasa Jawa, musik gamelan, slawatan Katolik, gejog lesung, macapat, tarian, dan ketoprak merupakan wujud nyatanya. Inkulturasi budaya tampak dalam kegiatan misa malam Jumat pertama dengan pakaian Jawa dan musik gamelan, misa malam 1 Suro yang berwarna Katolik dengan warna budaya Jawa. Ada laku berjalan malam hari mengitari kampung Ganjuran dalam keheningan, kenduri agung mengundang seribuan orang bersama pejabat dan tokoh masyarakat.

Tantangan Zaman

Tantangan hidup zaman moderen membuat Paroki HKTY Ganjuran juga mengalami persoalan dengan aneka kepentingan umat. Hal ini tampak dalam munculnya permintaan penghargaan profesional dalam pelayanan Gereja. Hal-hal yang dulu dilakukan secara sukarela bahkan menjadi kegembiraan umat sekarang beberapa minta dibayar. Paroki berusaha menyikapinya dengan bijak dalam dialog.

Sejarah panjang HKTY Ganjuran tak bisa dilepaskan dari Pastor Gregorius Utomo yang sangat berjasa mengangkat Ganjuran menjadi tempat ziarah unik. Ia memulai ekaristi di candi, setelah mensosialisasikan devosi kepada HKTY, membuat novena dan berdoa bagi umat se-Nusantara, juga doa siwir-siwir (angin yang sepoi-sepoi) untuk mendoakan ratusan ujud umat peziarah. Ada doa kepada Santo Perigrinus untuk penderita kanker, doa kepada Santo Yusuf untuk mengatasi persoalan dalam keluarga), doa kepada Santo Carolus Boromeus saat kena wabah, kepada Santa Scholastika saat ada banyak bencana.

Carlo Acutis

Sekarang ditambahkan dengan Beato Carlo Acutis untuk inspirasi hidup suci orang muda, kepada Santo  Yohanes Paulus II untuk kerawanan relasi antaragama. Ini kesempatan mendoakan secara khusus, termasuk Santo Yudas Tadeus ketika kondisi kritis tanpa pengharapan.

Baca Juga:  Donor Darah Alumni Kolese Jesuit Indonesia: Setetes Darah Menyelamatkan Kemanusiaan

Romo Sugi menjawab tentang impian seabad HKTY Ganjuran. “Semoga di usia 100 tahun ini sudah matang, pondasi imannya sudah kuat, pohon yang kuat setiap kali akan mengeluarkan buah-buah berkat. Untuk hal itu ada tiga modal utama. Pertama, iman bahwa Tuhan akan selalu mewujudkan hal-hal baik yang menjadi kehendak-Nya. Kedua, umat yang belum diperhatikan tetapi berpotensi akan dicari dan dilibatkan. Ketiga, mengajak orang duduk bersama menemukan keprihatinan dan mimpi bersama. Rumusan visi misi bersama digunakan untuk menyusun gerakan bersama. Misinya, umat HKTY sungguh bisa menghadirkan, membawa roh dan semangat HKTY bagi umat dan masyarakat.”

Ganjuran sungguh menggali dan menghayati nilai-nilai budaya Jawa untuk menyalurkan cinta kasih Tuhan. Semangat berbela rasa, belas kasih, sungguh dijunjung tinggi. Ini yang ingin dihidupkan terus sebagai karakter umat Ganjuran. HKTY Ganjuran juga terbuka untuk menjadi ruang studi bagi kepentingan akademis. Materi terkait dialog lintas iman, moderasi beragama, inkulturasi budaya, merupakan tema-tema yang dilirik untuk penelitian berbagai perguruan tinggi.

Candi di komplek Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus (HKTY), Ganjuran.

“Inkulturasi bukan hanya soal pakaian, tetapi kehidupan. Umat sungguh-sungguh menjiwai sebagai orang Katolik yang ‘njawani’. Karena itu, menjiwai spiritualitas HKTY menjadi kunci pokok hidup sejati. Setelah dekat dan mencintai Tuhan Yesus, seseorang harus berani menjadi berkat, membagikan hidupnya bagi orang lain. Hal ini dilakukan dengan edukasi (pengajaran iman), selebrasi (aneka kegiatan perayaan), aksi (tindakan amal kasih) nyata yang dijalankan sepanjang tahun,” kata Romo Sugi.

Veronika Naning (Kontributor, Yogyakarta)

Sumber: Majalah HIDUP, Edisi No. 25, Tahun Ke-78, Minggu,23 Juni 2024

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles