web page hit counter
Minggu, 22 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Keuskupan Tanjung Selor Merayakan Seratus Tahun KWI di Perbatasan

4.5/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.COM – PERAYAAN 100 Tahun Konferensi Waligereja (KWI) belum berhenti pada peresmian dan pemberkatan gedung KWI yang baru pada hari Rabu, 15 Mei 2025. Setiap keuskuan konon diberi keleluasaan untuk memaknai momentum historis tersebut di keuskupan masing-masing. Maka, ada pelbagai bentuk perayaan.

Keuskupan Tanjung Selor di Kalimantan Utara merayakannya dengan cara berbeda. Uskup – tentu bersama umat- mengadakan sebuah perhelatan di perbatasan Indonesia – Malaysia. Tepatnya di Stasi St. Petrus, Paroki Maria Bunda Karmel di Desa Mansalong, Kecamatan Lumbis Pansiangan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara pada pekan terakhir bulan Mei 2024 lalu. Rangkaian kegiatan mencakup sarasehan dengan tiga tema besar: tonggak sejarah kelahiran KWI, kehadiran Gereja Lokal, dan perkembangan umat Katolik di wilayah perbatasan. Rangkaian ini juga diisi dengan tahbisan seorang imam dan hiburan yang sarat dengan budaya Suku Dayak. Majalah ini, diundang secara khusus oleh Uskup Tanjung Selor, Mgr. Paulinus Yan Olla, MSF untuk meliput seluruh rangkaian perayaan ini.

Baca Juga:  Percakapan Terakhir dengan Mgr. Michael Cosmas Angkur, OFM
OMK menari di perahu saat menyambut kedatangan Mgr. Paulinus Yan Olla MSF. (HIDUP/Kaharina Reny Lestari)

Keuskupan Tanjung Selor adalah salah satu keuskupan termuda di bilangan keuskupan di Indonesia. Keuskupan ini merupakan pemekaran dari Keuskupan Samarinda. Keuskupan Tanjung Selor didirikan pada 9 Januari 2002. Uskup pertama Mgr. Yustinus Harjosusanto, MSF. Tongkat penggembalaan kemudian diserahkan kepada Mgr. Yan. Ia ditahbiskan menjadi Uskup pada tahun 2018 di Tanjung Selor. Samarinda sendiri menjadi Keuskupan Metropolitan dengan Uskup Agung Mgr. Harjosusanto. Tanjung Selor menjadi salah satu keuskupan sufragannya.

Mgr. Harjosusanto telah meletakkan fondasi yang kuat untuk Keuskupan Tanjung Selor dengan segala keterbatasan di Tanjung Selor. Misalkan saja, membangun katedral, dan fasilitas-fasilitas keuskupan, pembentukan kuria dan lain-lain. Singkatnya, perangkat keuskupan telah dibentuk. Mgr. Yan melanjutkan dan melakukan terobosan agar keuskupan ini bisa bertumbuh dan makin mandiri. Tarekat-tarekat dari kongregasi imam dan suster pun mulai datang untuk memenuhi kebutuhan tenaga-tenaga pelayanan pastoral yang handal.

Baca Juga:  Sinergi Gereja dan Negara: Menghidupkan Iman, Humanisme, dan Kepedulian Ekologis

Mengingat keuskupan ini berada di provinsi yang juga masih baru (Kalimantan Utara, 2012), maka sarana-prasarana umum pun masih dalam proses pembangunan. Perlu diingat, Kaltara berada di wilayah paling utara yang berbatasan langsung dengan Negri Jiran, Malaysia. Dari Kaltara, khususnya Nunukan, banyak tenaga kerja yang mencoba peruntungan di negara sebelah dengan segala risiko yang mungkin terjadi karena kekuranglengkapan administrasi alias menjadi tenaga kerja ilegal.

Dengan pemetaan kondisi wilayah yang demikian, Mgr. Yan mangatakan, ingin merangkul umat Katolik yang berada di pinggiran perbatasan. Itulah yang mendasari perayaan 100 tahun KWI itu digelar di stasi yang disebut di atas. Perjalanan dari Tanjung Selor dengan longboat ke sana memakan waktu kurang lebih lima jam. Tantangan di sungai tentu saja tak bisa dianggap remeh. Perlu persiapan yang matang menghadapi tantangan alam.  Perayaan 100 tahun KWI di perbatasan ini menyimpan pesan yang amat dalam. Jauh dari perayaan seremonial, apalagi gemerlap.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Sumber: Majalah HIDUP, Edisi No. 23, Tahun Ke-78, Minggu, 9 Juni 2024

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles