HIDUPKATOLIK.COM – Minggu, 16 Juni 2024 Minggu Biasa XI, Yeh.17:22-24; Mzm.92:2-3, 13-14, 15-16; 2Kor.5:6-10; Mrk.4:26-34
Tema utama Injil pada hari ini ialah “Kerajaan Allah”. Di masa kehidupan Yesus tidak ada lagi raja ataupun kerajaan sebagaimana yang dikenal oleh Israel pada awal keberadaan politiknya. Menurut paham Israel yang berlaku sejak dahulu, kuasa rajawi adalah milik Allah sendiri; raja-raja di bumi adalah mandataris Allah sendiri. Dari masa lampau itu orang-orang Yahudi mewarisi perasaan nostalgia dan suatu paham tertentu. Mereka senantiasa menantikan saatnya Yahweh akan meraja secara definitif atas segenap alam, Israel dan bangsa-bangsa (Mzm.47;96).
Pengharapan itu berwujud macam cara, tergantung segi yang ditekankan. Bagi sebagian orang, di antaranya beberapa murid Yesus (Luk.19:11;2:38; Kis.1:6), kedatangan pemerintahan Allah terwujud dalam pembangunan kembali bangsa terpilih; bagi yang lain, diungkapkan oleh pemerintahan yang berlangsung selama seribu tahun dalam kemakmuran (lih. Why.20:4-6). Bagi yang lain lagi, pemerintahan Allah merupakan suatu pemerintahan yang tersembunyi, bersifat rohani, dalam hati. Dalam arti yang terakhir ini, Kerajaan Allah bukanlah suatu tempat atau wilayah, melainkan suatu relasi khusus antara Allah dan manusia, teristimewa dengan orang miskin.
Dalam arti yang terakhir itulah Yesus memaklumkan bahwa Kerajaan Allah sudah dekat. Inilah isi utama Injil atau Kabar Baik (Mat.3:2;4:17;10:7; Mrk.1:15). Lebih-lebih “Kerajaan Allah sudah tiba”, kata Yesus kepada mereka yang menjelek-jelekkan-Nya (Mat.12:28/Luk.11:20); kerajaan itu sudah ada dan berkarya. Namun eksistensinya tidak menyolok.
Dua versi perumpamaan Yesus tentang benih atau biji yang ditaburkan di tanah menampilkan dua ciri utama pertumbuhan Kerajaan Allah. Perumpamaan pertama, tentang benih yang ditaburkan orang di tanah, mengedepankan ciri misterius pertumbuhan Kerajaan Allah itu: Pada malam hari si penabur tidur dan pada siang hari ia bangun. Benih itu bertunas dan tumbuh. Bagaimana terjadinya, orang itu tidak tahu. Bumi dengan sendirinya mengeluarkan buah, mula-mula tangkainya, lalu bulirnya, kemudian butir-butir yang penuh isinya dalam bulir itu. Apabila buah itu sudah cukup masak, orang itu segera menyabit sebab musim menuai sudah tiba.
Perumpamaan kedua, tentang biji sesawi yang ditaburkan di tanah, menegaskan daya kekuatan luar biasa yang tersembunyi dari pertumbuhan Kerajaan Allah: Memang biji sesawi itu yang paling kecil di antara segala jenis benih yang ada di bumi. Tetapi apabila ditaburkan, benih itu tumbuh dan menjadi lebih besar daripada segala sayuran yang lain, dan mengeluarkan cabang-cabang yang besar, sehingga burung-burung di udara dapat bersarang dalam naungannya.
Kini pertanyaannya, seberapa jauh perumpamaan Yesus ini masih mampu menyapa manusia serba canggih dewasa ini? Dunia kita dewasa ini semakin bersifat teknis, fungsional, serba instan, serba sibuk dan bising, membuat hidup manusia juga menjadi serba dangkal. Ini membawa banyak orang, barangkali tanpa sadar sepenuhnya, menjadi ateis praktis. Banyak orang tak lagi mampu menyadari kehadiran suatu misteri dalam hidupnya. Kecuali itu, pencapaian-pencapaian luar biasa manusia dewasa ini berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi seakan menegaskan kemampuan dan kuasa manusia itu tanpa batas. Manusia sudah mampu menciptakan artificial intelligence (kecerdasan buatan) dalam memproduksi robot-robot yang lebih pintar dari manusia asli.
Di lain pihak, tidak dapat disangkal bahwa manusia tetaplah makhluk yang ringkih, rapuh, terbatas. Mungkinkah Covid-19 yang menghantam umat manusia selama tiga tahun lebih merupakan peringatan dari Atas? Mengapa manusia tidak berdaya mencegahnya sesegera mungkin agar tidak jatuh sekian banyak korban? Alat-alat transportasi modern, seperti pesawat terbang, sudah diperlengkapi alat-alat dan sistem pengamanan tercanggih.
Namun, mengapa masih sering saja terjadi kecelakaan yang membawa banyak korban? Apakah manusia akan pernah mampu mengambil alih posisi Allah sebagai Sang Pencipta? “Creatio est productio rei ex nihilo sui et subiecti”, “Penciptaan ialah menghasilkan sesuatu dari tiada kepada ada, baik bahannya maupun modelnya”, demikian rumusan filosofis tentang penciptaan. Yang mampu dibuat manusia ialah menghasilkan sesuatu dari apa yang sudah ada. Kembali ke misteri pertumbuhan benih dan biji sesawi dari perumpamaan Yesus dalam Injil hari ini, hingga saat ini tetaplah merupakan misteri.
Sedemikian itu, manusia dewasa ini butuh dengan rendah hati kembali kepada fitrahnya melalui sikap pertobatan. Dengan begitu kita akan lebih terbuka terhadap pewartaan inti Yesus: “Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!” (Mrk. 1:15).
“Tanpa sadar manusia modern perlahan menjadi ateis praktis.”
Sumber: Majalah HIDUP, Edisi No. 24, Tahun Ke-78, Minggu, 16 Juni 2024