HIDUPKATOLIK.COM – Mengikuti perjalanan pembangunan sebuah gereja baru, tentu akan menjumpai momen-momen menarik. Demikian pula dengan Gereja Santa Perawan Maria Benteng Gading, Gading Serpong, Paroki Alam Sutera – Tangerang, Banten.
Pada Kamis tanggal 16 Mei 2024 pukul 19.00 ada ibadat pemberkatan Salib. Pastor Yohanes Hadi Suryono sebagai Pastor Kepala Paroki memimpin ibadat. Pada peristiwa bersejarah ini, empat pastor rekan hadir. Termasuk juga anggota Dewan Paroki Harian dan Panitia Pembangunan Gereja, serta pasutri donatur pengadaan salib.
Salib setinggi 7.3 meter dan bentang 4,8 meter, sejatinya merupakan pohon jati diameter 70 cm yang dibelah dua. Sedangkan corpus (tubuh Yesus) tingginya 4 meter dan rentang tangan juga 4 meter. Tidak ada angka pasti berapa berat salib ini, namun diperkirakan bobotnya tidak kurang dari 2.5 ton.
Mengingat dimensi yang besar, maka tidak dapat dikirim dalam keadaan utuh. Saat tiba di gereja, bagian vertikal dan horisontal salib terpisah. Demikian pula kedua lengan corpus terpisah. Walau di tempat pembuatan semua bagian telah dirakit, namun upaya merakit ulang di gereja menemui berbagai kesulitan sehingga butuh waktu hampir 3 hari dan jam kerja sampai tengah malam. Salib super besar dan berat ini dibutuhkan untuk mengimbangi gereja yang memang besar.
Adalah Gabriele C. Varenna, seniman asal Italia yang sejak 2007 menetap di Tegal Lalang – Ubud, Bali yang membuat salib raksasa ini. Ia mengerjakan semuanya di halaman samping rumahnya. Sosoknya agak gemuk, rambut putih gondrong, ia ramah dan terbuka. Walau telah berusia 70 tahun, ia nampak sehat dan terus berkarya. Sejak kecil, ia sudah tertarik dengan seni patung. Tidak hanya kayu, ia juga mahir mengolah metal menjadi benda seni menawan. Karya-karyanya menyebar hingga ke berbagai negara bahkan hingga ke Eropa.
Gabriele berkisah, setelah mendapat kontrak dari PPG SPMBG, ia segera mencari kayu jati sebagai bahan baku utama. Untuk corpus dibutuhkan pohon jati diameter 110 cm, namun tidak didapat. Yang diperoleh hanya berdiameter 70 cm, sehingga mau tidak mau ada proses tumpukan. Langkah berikutnya adalah mencari model. Gabriele teringat akan sebuah salib di gereja masa kecilnya, Gereja San Geovanni Battista (Santo Yohanes Pembaptis) kota Campodolcino, kota kecil di perbatasan Italia dan Austria.
Sebagaimana gereja-gereja tua di Eropa, yang telah ada jauh sebelum Konsili Vatikan II, Gereja San Geovanni Battista, selain altar utama juga memiliki beberapa altar kecil. Pada salah satu altar kecil di gereja ini terdapat sebuah salib yang telah berusia lebih dari 300 tahun. Terbuat dari kayu utuh, namun ukurannya tidak besar. Detail corpusnya begitu menonjol dan indah. Satu hal yang menjadi pertimbangan utama untuk memilih salib ini sebagai model adalah posisi lengan Yesus yang lurus. Sehingga tidak membutuhkan kayu besar.
Bermodal foto-foto salib di Gereja San Geovanni Battista ini, Gabriele membuat “mal” seukuran salib yang akan dibuat. Gabriele dibantu dua orang seniman lokal bekerja berdasarkan “mal” ini. “Tidak boleh ada kesalahan sekecil apa pun, mengingat tidak ada kayu cadangan”, demikian Gabriele menjelaskan. Satu hal yang luar biasa, pada tahap awal, mereka mengukir menggunakan “chain saw”. Alat gergaji mesin yang besar dan berat ini, dipakai untuk mengukir. Termasuk membentuk wajah, jemari tangan dan kaki.
Kerja keras selama tiga bulan telah menghasilkan corpus yang demikian mengagumkan. Wajah Yesus sangat “hidup”. Mata dengan pupil yang jelas, hidung dengan lubang, mulut lengkap dengan gigi-gigi. Wajah yang menunjukkan derita teramat sangat. Pada lengan dan kaki, terukir halus bentuk jemari yang sangat detail. Ruas jari, kuku, pembuluh darah tergambar jelas. Sebuah karya yang sempurna.
Ketika membandingkan hasil akhir salib ini dengan foto salib di Gereja San Geovanni Battista, ada yang berbeda. Salib di Italia sana, diberi warna. Sedangkan salib hasil karya Gabriele tidak diberi warna, alias menampilkan kayu apa adanya. Gabriele sempat menjelaskan, “Jaman itu, hasil karya ukiran kayu akan dinilai sebagai karya bermutu tinggi bila diberi warna. Proses mewarnai pun butuh ketrampilan tinggi. Berbeda dengan kondisi saat ini, orang lebih suka warna kayu ditampilkan.”
Salib yang indah ini, setelah 3 hari dirakit, pada sore hari Kamis itu telah berdiri di altar dan siap dikerek ke atas, posisi akhir salib. Puncak acara ibadat adalah pemberkatan. Pastor Hadi meminta Pastor Vincent untuk memberkati salib dengan percikan air suci. Setelah ibadat selesai, 9 orang tenaga ahli merayap naik perancah dengan gesit. Setelah tiba di atas, perlahan mereka mengerek salib nan berat ini dengan menggunakan dua buah katrol. Butuh waktu hampir satu jam untuk mendudukkan salib pada posisinya. Semua yang hadir merasa lega dan bersyukur proses menaikkan salib telah selesai.
Dalam homilinya, Pastor Hadi menyampaikan terima kasih kepada PPG dan DPH yang telah membangun Gereja Santa Perawan Maria Benteng Gading sampai hampir tuntas ini. Sekaligus ia mengingatkan semua kerja sama ini hanya demi kemuliaan Tuhan saja.
Fidensius Gunawan (Kontributor, Alam Sutera-Tangerang Selatan)