web page hit counter
Jumat, 22 November 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

“Gedung Putih” untuk Para Uskup Indonesia

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – PADA Sidang Para Uskup se-Indonesia pada November 1986 di Klender, Jakarta Timur, nama Majelis Agung Waligereja Indonesia (MAWI) yang digunakan sejak 1955 diubah menjadi Konferensi Waligereja Indonesia (KWI).

Jauh sebelumnya sekitar tahun 70-an, sidang-sidang awal KWI digelar dalam suasana keterbatasan di lantai 1 gedung KWI, Jalan Cut Meutia, Menteng. Gedung yang awalnya hanya terdiri dari dua lantai menjadi perhatian khusus Presidium KWI. Di gedung dua lantai ini, semua aktivitas para uskup diadakan termasuk untuk kantor-kantor Komisi, Lembaga, Departeman (KLSD) yang membantu tugas para uskup.

Maket gedung baru KWI..

“Gedung ini sudah saatnya diperbaharui karena aktivitas dan hadirnya kebutuhan Gereja lewat lembaga-lembaga yang berjalan bersama KWI. Hal ini sehubungan juga dengan harapan dari sebagian uskup dalam Sidang Tahunan MAWI 1980,” ujar Ketua KWI tahun 1967-1980, Kardinal Justinus Darmojuwono, dikutip dari HIDUP edisi 18, Tahun 1970.

Gedung Memadai

Menindaklanjuti rencana itu, tahun 1984, tim arsitek yang dipimpin Ir. Rini Sukwandi merencanakan pembangunan gedung KWI berlantai lima dan berbentuk “L”. Kardinal Darmojuwono mengatakan, ada beberapa perubahan dalam pembangunan gedung ini. Misalnya maket rancangan awal gedung diletakkan di koridor depan lift lantai satu. Dalam perjalanan terjadi perubahan, gedung baru yang dibangun hanya di bagian belakang dengan empat lantai. Bagian depan gedung tetap dibiarkan satu lantai lalu digunakan untuk beberapa departemen seperti Departeman Dokpen, Departemen Keuangan, dan RAPTIM.

“Untuk gedung baru empat lantai itu, akhirnya lantai satu sampai lantai tiga dipakai oleh komisi dan lembaga. Baru di lantai 4 digunakan sebagai aula Ruang Sidang KWI – tepat di samping aula, dibangun sebuah kapel kecil,” ujar Kardinal Darmojuwono.

Dikutip dari Dokpen KWI, 2018 disebutkan, seiring bertambahnya jumlah komisi dan lembaga, disadari bahwa penambahan ruangan adalah keharusan. Gedung empat lantai dengan ruangan-ruangan sempit membuat pekerjaan tidak efektif. Pada awal tahun 2000-an, KWI merencanakan membangun gedung delapan lantai di Cut Meutia, namun niat ini diurung karena berbagai pertimbangan.

Baca Juga:  Kongregasi Misionaris Claris Tingkatkan Kompetensi Para (Calon) Anggota

Mengakomodir kebutuhan pelayanan kantor para uskup yang tidak memadai di gedung KWI Cut Meutia, maka KWI membeli gedung baru di daerah Cikini II No. 10 dan Jalan Matraman No. 31 yang kemudian di renovasi. Akhirnya beberapa komisi bermigrasi ke gedung KWI Cikini, sedangkan gedung di Jalan Matraman untuk pelayanan Karitas Indonesia (KARINA).

Kardinal Ignatius Suharyo (tengah) didampingi Ketua KWI, Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC (kiri) memimpin doa peletakan batu pertama gedung KWI Jl. Cut Meutia, Kamis, 14 November 2019.

 

Dengan demikian, pelayanan kantor KWI mencakup dua tempat, gedung KWI di Cut Meutia dan Cikini II. Sekretaris Eksekutif KWI, Pastor Paulus Christian Siswantoko menjelaskan gedung di Cut Meutia itu diisi oleh komisi dan departeman sedangkan di Cikini II diisi oleh beberapa komisi yang berhubungan dengan kemasyarakatan seperti Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan; Komisi Kerasulan Awam; Komisi Keadilan, Perdamaian, dan Pastoral Migran – Perantau.

Dalam perjalanan ternyata disadari besarnya biaya perawatan gedung dan kurang terbangunnya semangat kebersamaan baik di kalangan para karyawan maupun para sekretaris KLSD. “Akhirnya, muncul kembali wacana untuk mempersatukan KLSD yang terpisah sejak 2003 ini. Maka disepakati membangun gedung KWI yang representatif agar mengakomodir maksud baik ini di Cut Meutia,” ujar Pastor Siswantoko.

 Gedung Baru KWI

            Menurut Kepala Pengembangan Sumber Daya Manusia Pelayanan Umum – Tenaga Gereja (PSDM – PU- TG) sebelumnya Pastor Agus Himawan, rencana pembaruan gedung KWI Cut Meutia sudah digulirkan sejak tahun 2016. Baru pada tahun 2018 ada kejelasannya saat Sidang KWI 2017 yang menyetujui pembangunan gedung baru, namun pematangan pembicaraannya baru terlaksana pada Januari 2018.

Baca Juga:  Renungan Harian 20 November 2024 “Waspadai Iri Hati”

“Dalam rapat Presidium Januari 2018, para uskup setuju gedung baru. Kemudian pada Februari 2018, Presidium mengirim surat kepada seluruh uskup untuk meminta persetujuan tentang rencana gedung baru ini. Mayoritas uskup pun menyetujuinya pada Mei dan Agustus finalisasi dan penjadwalan pembangunan gedung,” ujar Pastor Agus seperti dikutip Dokpenkwi.org.

Dengan rencana panjang ini, Direksi mulai merencanakan berbagai proses migrasi kantor KWI ke gedung-gedung KWI lainnya. “Tadinya terpikirkan hanya menggunakan gedung Cikini, Matraman, dan Wisma Kemiri. Setelah itu muncul pemikiran lain untuk memakai rumah di jalan Cik Di Tiro dan UNIO sebagai alternatif,” kata Pastor Agus.

Proses migrasi ini juga mendatangkan tanda tanya soal kapan persisnya. Sebab masih ada beberapa perbedaan pendapat dari Presidium, KLSD, dan karyawan. Pada pertemuan karyawan tanggal 26 Juli 2018 Direksi menyampaikan rencana migrasi ke Cikini dan Cik Di Tiro. Tanggal 16 Agustus 2018 para karyawan dikumpulkan lagi untuk mematangkan rencana ini termasuk berbagai hal teknis terkait pengepakan dan kapan waktu migrasi komisi, departeman, dan pembagian tempat migrasi.

Pastor Paulus Christian Siswantoko

Terkait migrasi ini, Pastor Siswantoko menambahkan, “Selama kurang lebih dua bulan karyawan diberi kesempatan memilih dan memilah serta mengepak seluruh barang seperti buku dan barang pribadi. Sementara barang-barang furnitur dan peralatan lainnya dikelola oleh direksi untuk ditempatkan di gedung yang telah disiapkan kontraktor.

Progres migrasi kantor KWI di gedung Cut Meutia berlangsung pada pertengahan September hingga akhir Oktober 2018. Tiga tempat disepakati yaitu Cikini II dan Cik Di Tiro. Gedung KWI yang baru direncakan 12 lantai akan diselesaikan satu hingga dua tahun. Meski nyatanya karena berbagai kendala seperti Pandemi Covid-19 dan donatur utama meninggal sehingga prosesnya terhambat kurang lebih tiga tahun.

Baca Juga:  Buah-buah Sinode III Keuskupan Sibolga Harus Menjadi Milik Seluruh Umat

Sidang Sinodal KWI 2018 pun yang biasanya diadakan di gedung KWI Cut Meutia dipindahkan ke Gedung Pusat Pastoral ‘Bumi Silih Asih’ Keuskupan Bandung. Sebenarnya direncanakan menggunakan Gedung Vincentius Putra di Jakarta sebagai tempat sidang, tetapi kemudian Uskup Bandung, Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC menawarkan gedung baru miliki Keuskupan Bandung. Usulan itu kemudian diterima Presidium.

Sementara gedung baru KWI diadakan pelatakan batu pertama oleh Ketua KWI, Kardinal Ignatius Suharyo pada 14 November 2019, di dampingi Sekretaris Jenderal KWI, Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC. Acara ini dihadiri juga oleh Duta Besar Vatikan untuk Indonesia, Mgr. Pierro Pioppo, pejabat pemerintahan, dan uskup dari seluruh Indonesia yang baru selesai mengikuti sidang tahunan.

Pembangunannya, kata Kardinal Suharyo, diperlukan karena bangunan tua berlantai empat, yang mulai dibangun tahun 1981 dan diresmikan tahun 1987 oleh Menteri Agama kala itu, Muawir Sjadzali, terlalu kecil untuk menangani tugas administrasi. “Kenyataannya setelah mendapatkan izin membangun, proses ini tidak berjalan begitu saja karena terkendala berbagai hal,” ujar Kardinal.

Gedung baru ini – meski belum 100 persen selesai dibangun, tetapi pada momen 100 tahun KWI yang terhitung pada Sidang Uskup pertama tahun 1924, gedung ini akan diberkati pada tanggal 15 Mei 2024. Gedung baru ini akan diisi oleh seluruh direksi, KLSD, departemen, karyawan, dan mitra KWI lainnya. Warna gedung putih dan elegan menggambarkan ketulusan hati para uskup dan seluruh karyawan, KLSD, departeman, untuk melayani Gereja Indonesia.

 Yustinus Hendro Wuarmanuk

 Sumber: Majalah HIDUP Edisi No. 20, Tahun Ke-78, Minggu, 19 Mei 2024

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles