web page hit counter
Minggu, 22 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Gedung Baru KWI: Memaknai Hadiah Seabad KWI

Rate this post

HIDUPKALIK.COM – GEREJA Katolik Indonesia telah melewati dinamika yang luar biasa. Kisah tragedi dan komedi datang silih berganti mewarnai Gereja Indonesia. Dalam segalanya, Gereja Indonesia berusaha “Berjalan Bersama,” dari Gereja mandiri menuju lestari. Semangat berjalan bersama menjadi tema HUT Ke-100 Konferensi Waligereja Indonesia (KWI).

Peserta waligereja pada sidang perdana KWI di Pastoran Jakarta tahun 1924. Duduk kiri ke kanan: Mgr. J. Aerts, MSC; Mgr. P. Bos OFM Cap (Pontianak); Mgr. B. Gijlswijk, OP (Delegatus Apostolicus dan Ketua Sidang); Mgr. A. van Velsen, SJ (Batavia); Mgr. A. Verstraelen, SVD (Ende). Berdiri kiri-kanan: Pastor v.d. Pas, O.Carm (pembesar O.Carm); Pastor J. Hoeberechts (pembesar Jesuit); Mgr. Th. Herkenrath, SSCC (Pangkalpinang); Mgr. M. Brans, OFM Cap (Padang); Mgr. Panis, MSC (Manado); Mgr. H. Semeets, SCJ (Bengkulu); Pastor Jansen, SJ (Sekretaris); Pastor de Backere, CM (pembesar CM) dan Pastor v. Baal, SJ (sekretaris). (Foto: Dok. KWI)

Meskipun KWI tidak “di atas”atau membawahi para uskup — masing-masing uskup tetap otonom – namun hal itu tidak terpisahkan antara KWI dan para uskup. Bukan baru kali ini, semangat berjalan bersama sudah dilalui dalam sidang perdana KWI di Jakarta tanggal 15-16 Mei 1924. Tanggal ini menjadi penanda HUT KWI yang akan dirayakan 15 Mei 2024. Perayaannya ditandai dengan pemberkatan gedung baru KWI: 9 lantai di Jalan Cut Meutia, Menteng, Jakarta Pusat. Lantai kesembilan adalah kapel.

“Ini adalah hadiah di Ulang Tahun Ke-100 KWI. Selain Sidang KWI, diadakan pemberkatan gedung baru KWI. Meski masih banyak finishing, tetapi gedung ini sangat representatif,” ujar Sekretaris Eksekutif KWI, Pastor Paulus Siswantoko.

Gereja Mandiri

Bulan Mei 1924, para vikaris dan Prefek Apostolik seluruh Hindia Belanda berkumpul di gedung pastoran Gereja Katedral Jakarta. Sidang ini diketuai Vikaris Apostolik Batavia, Mgr. Anton Pieter Franz van Velsen, SJ – yang baru saja ditahbiskan. Sidang ini dihadiri enam orang waligereja, dengan tambahan dua orang pastor yaitu Pastor A.H.G. Brocker, MSC dan Pastor S. Th. Van Hoof, SJ sebagai narasumber.

Sidang ini sejalan dengan Nadere Regeling tahun 1913 yang berisi pengakuan Pemerintah Belanda terhadap semua Vikaris Apostolik dan Prefek Apostolik sebagai pemimpin umat Katolik di wilayah masing-masing. Pengakuan ini merupakan hasil perundingan antara Internunsius dengan Menteri Urusan Koloni Pemerintah Belanda di Den Haag.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Beberapa pokok persoalan menjadi bahasan penting dalam sidang perdana ini di antaranya politik pemerintah Indonesia, termasuk persoalan seputar Gereja seperti imamat dan pendidikan iman, pengajaran agama, dan penyebarluasan semangat kekatolikan. Tak ketinggalan salah satu yang paling penting adalah berdirinya sekretariat tetap untuk para waligereja yang dibentuk di Batavia.

Majalah HIDUP, edisi 18, 1970 memuat bahwa ide sekretariat ini datang dari Vikaris Apostolik Batavia, Mgr. Velsen, SJ dan Vikaris Apostolik Kepulauan Sunda Kecil, Mgr. Arnold Verstraelen, SVD. Dua Vikaris lainnya juga menyetujui ide ini yaitu Vikaris Apostolik Borneo Belanda, Mgr. Jan Pacificus Bos, OFM Cap; dan Vikaris Apostolik New Guinea, Mgr. Arnoldus Johannes Aerts, MSC. Selanjutnya dua prefek yaitu Prefek Apostolik Padang, Mgr. Mathias Leonardus Brans, OFM Cap dan Prefek Apostolik Celebes, Mgr. Joannes Walter Panis, MSC.

Keinginan untuk memiliki sekretariat tetap terealisasi pada Sidang Majelis Agung Waligereja Indonesia (MAWI); yang kemudian menjadi KWI tanggal 19 November – 3 Desember 1970. Sebelumnya Sidang sering diadakan di berbagai tempat karena tidak tersedianya sekretariat MAWI. Sekretariat atau Kantor MAWI ini adalah gedung KWI yang baru direnovasi dari lantai 4 menjadi 12 lantai.

Para Waligereja dalam sidang MAWI, 1979.(Dok KWI)

“Gedung ini multifungsi karena akan digunakan untuk kantor komisi, lembaga, departemen, dan satu lagi tempat istirahat para uskup. Selama ini para uskup kalau bersidang tinggalnya di Wisma Kemiri. Sekarang mereka langsung tinggal di sebelah gedung KWI yang baru,” sebut Pastor Siswantoko.

Perjalanan panjang renovasi gedung baru ini akhirnya menampakan realisasi dengan groundbreaking yang dilakukan pada Kamis, 14 November 2019 oleh Ketua KWI kala itu, Kardinal Ignatius Suharyo – usai penutupan Sidang KWI 2019. Acara ini diawali dengan Ibadah Syukur yang dipimpin Kardinal Suharyo didampingi Mgr. Antonius Subianto, OSC serta Sekretaris Komisi Liturgi KWI, Pastor John Rusae. Setelah itu dilakukan pemberkatan air, penandaan salib pada tiang pancang perdana, serta pemercikan air suci di area kompleks oleh beberapa uskup.

Baca Juga:  Percakapan Terakhir dengan Mgr. Michael Cosmas Angkur, OFM

Gereja Lestari

Sebagai hadiah di HUT Ke-100 KWI, Kardinal Suharyo menegaskan gedung ini kiranya tidak menyimbolkan “kekuatan” para uskup, bukan juga sebuah kemewahan tetapi tempat yang nyaman untuk mewujudkan spirit berjalan bersama. Para uskup masih membutuhkan pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat, umat beriman, termasuk kaum miskin, difabel, dan marginal.

Semangat ini akan mewarnai sidang para Uskup pada Mei 2024. Dalam sidang ini, para uskup mendengar masukan –masukan penting dari tokoh agama, masyarakat, orang muda, termasuk para uskup emeritus yang punya banyak cerita tentang perjalanan KWI dan proses panjang berdirinya gedung KWI di Jalan Cut Meutia.

Perayaan 100 tahun ini akan ditutup pada Bulan November 2024. Mengisi hari-hari perayaan, panitia menggelar lomba Cipta Lagu Hymne dan Mars KWI. Setiap keuskupan diminta mengadakan hari-hari studi dengan sebagai partisipasi bersama sinodalitas Gereja Universal. Berbagai tema didiskusikan seperti politik, sosial, budaya, lingkungan hidup, kesejahteraan, keadilan sosial, serta tema moderasi beragama.

Selebihnya tema kemasyarakatan seperti organisasi msyarakat, Kelompok Basis Gerejawi, dan kelompok kategorial. Ada juga refleksi inspiratif dari beberapa narasumber tentang kepemimpinan hierarki agar umat semakin bersatu dan bergerak bersama hierarki. Seluruh perjalanan bersama dalam memperingati 100 tahun KWI ini pada akhirnya disimpulkan sebagai menjadi seutuhnya Katolik, sepenuhnya Indonesia dengan senjatanya adalah berjalan bersama.

Baca Juga:  Sinergi Gereja dan Negara: Menghidupkan Iman, Humanisme, dan Kepedulian Ekologis

“Di Keuskupan Agung Kupang (KAK), hari studi diselenggarakan dalam semangat berjalan bersama sesuai semangat sinodalitas yaitu persekutuan, partisipasi dan perutusan. Tujuannya agar menciptakan perjalanan bersama antara KWI dan keuskupan yang selama ini membangun semangat koordinatif dalam pelayanan Gereja Diaspora,” ujar Uskup Agung Emeritus Kupang, Mgr. Petrus Turang.

Kunjungan para waligereja ke Istana Presiden Soeharto, 1980 (Foto: Dok. KWI)

 

Di Keuskupan Bogor pun demikian. Tema “Sinodalitas dalam Gerak Perubahan” menjadi refleksi bersama umat. Uskup Paskalis Bruno Syukur, OFM menjelaskan semangat sinodalitas adalah gagasan fundamental Paus Fransiskus. Gereja harus berkesinambungan melalui suatu pertobatan pastoral dan misioner antara para gembala dan umat Allah.

“Berjalan bersama adalah warisan berharga Gereja Perdana yang menjadi hakekat dari Gereja mandiri menuju Gereja Lestari saat ini. Gereja ada dan hidup serta berkarya dalam mewujudkan misi Allah tidak terlepas dari gerak bersama,” ujarnya.

Di Keuskupan Manado pun demikian. Setiap Kevikepan melaksanakan hari studi dengan melihat realitas kehidupan umat beriman. Uskup Benedictus Rolly Untu, MSC mengajak umat beriman untuk melihat makna kolegialitas para uskup sebagai sebuah kekuatan di tahun-tahun awal Sidang KWI. “Usaha berjalan bersama telah ditunjukkan para uskup di awal-awal sidang dengan melihat situasi yang dihadapi umat beriman. Ajakan ini juga kiranya menjadi ajak bersama Gereja Indonesia,” katanya.

Pada perayaan 100 tahun KWI ini, panitia menggelar berbagai kegiatan seperti Catholic Book Fair 2024 pada 11 Mei – 17 Mei 2024 dalam kerja sama dengan Penerbit Katolik Indonesia (SEKSAMA). Selain itu ada juga seminar dengan berbagai tema serta Temu Kangen Penulis Buku Katolik Selasa, 14 Mei 2024.

Yustinus Hendro Wuarmanuk

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles