web page hit counter
Senin, 23 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Corpus Christi: Tradisi Meriah Menghormati Sakramen Mahakudus

5/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.COM – Gereja Katolik merayakan Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus (Corpus Christi) sepuluh hari setelah Pentakosta (Kamis kedua setelah Pentakosta). Corpus Christi merupakan salah satu hari raya dalam liturgi Gereja Katolik yang latar belakangnya hampir tidak diketahui kebanyakan orang.

Apa sebenarnya yang dirayakan?

Pada hari raya Corpus Christi, umat Katolik secara terbuka mengungkapkan keyakinan mereka bahwa Tuhan ada di antara mereka melalui dalam rupa roti dan anggur. Dalam bentuk yang terlihat, monstran yang dihias dengan mewah dengan hosti yang telah dikonsekrasikan dibawa melalui jalan-jalan dalam prosesi yang khidmat.

Kardinal Schönborn membawa Sakramen Mahakudus. (Foto: Schönlaub/Erzdiözese Wien)

Corpus Christi dalam liturgi Gereja Katolik merupakan hari yang secara khusus disediakan untuk menghormati Tubuh dan Darah kristus. Hal ini erat kaitannya dengan Perjamuan Terakhir pada Kamis Putih. Menurut ajaran Gereja, Yesus menetapkan sakramen Ekaristi ketika Dia memberikan roti dan anggur kepada para muridnya dan mengucapkan kata-kata “Inilah tubuhku” dan “Inilah darahku”.

Mengapa Kamis kedua setelah Pentakosta?

Corpus Christi dirayakan pada hari Kamis kedua setelah Pentakosta. Hari itu dimaksudkan untuk mengingatkan kita pada Kamis Putih. Mengapa tidak dilakukan pada Kamis Putih? Merayakan Tubuh dan Darah Kristus secara meriah tidak sesuai dengan karakter Pekan Suci yang tenang dan penuh pertobatan. Maka dipilih Kamis setelah Pentakosta, di saat liturgi Gereja telah memasuki masa biasa. Di negara-negara yang menjadikan Corpus Christi sebagai libur nasional (Jerman, Austria) dilakukan perayaan secara sangat meriah dan perarakan Sakramen Mahakudus keliling kota.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai
Sakramen Mahakudus ditahtakan di halaman Katedral usai perarakan. (Foto: Schönlaub/Erzdiözese Wien)

Di Jerman bahkan setiap rumah akan memasang kain merah di jendela sebagai bentuk penghormatan kepada Sakramen Mahakudus yang melewati rumah mereka. Sedangkan di kota-kota dan negara-negara di mana Corpus Christi bukan hari libur umum (Austria, Jerman), prosesi sering dilakukan pada akhir pekan berikutnya. Hal ini berlaku di Italia, Indonesia, Jepang misalnya. Oleh karena itu Paus Fransiskus tidak akan merayakan Misa Corpus Christi sampai Minggu berikutnya.

Adakah dasar biblis Perayaan Corpus Christi?

Berbeda dengan Paskah, Natal, Pentakosta, dan sebagian besar hari raya gereja lainnya yang memiliki dasar biblis, perayaan Corpus Christi tidak secara langsung didasarkan pada Alkitab, namun lebih pada tradisi devosi kepada Sakramen Mahakudus. Meski demikian, perayaan Corpus Christi berkaitan erat dengan Perjamuan Terakhir, yang tertulis kisahnya dalam Alkitab.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Sejak kapan Corpus Christi dirayakan?

Paus Urbanus IV secara resmi memperkenalkan perayaan ini untuk seluruh Gereja pada tahun 1264. Hal ini bermula dari visi biarawati Agustinian Juliana dari Liège pada tahun 1209. Prosesi perarakan Corpus Christi pertama kali dilakukan di Köln pada tahun 1274. Martin Luther, penentang keras Corpus Christi, menggambarkannya pada tahun 1527 sebagai “festival yang paling berbahaya” dan memandang prosesi tersebut sebagai “tidak alkitabiah” dan “penghujatan”. Selain itu, dengan doktrin konsubstansiasinya, ia mempunyai pemahaman yang berbeda tentang konsekrasi, ia berpendapat bahwa Kristus hanya hadir pada perayaan komuni dengan roti dan anggur.

Apakah perayaan Corpus Christi adalah “prosesi suci”?

Perwujudan perayaan Corpus Christi dengan prosesi perarakan dan pemberkatan dari empat altar yang didirikan di luar ruangan (outdoor) berawal dari kebutuhan orang-orang di Abad Pertengahan dan awal zaman modern untuk menjadikan “surga” “terlihat” di bumi. Menanggapi reformasi yang mengkritik keras doktrin Katolik tentang Ekaristi pada abad ke-16, umat Katolik pada abad-abad berikutnya menjadikan perayaan Corpus Christi sebagai perayaan keagamaan yang sangat megah. Selama era Nazi, prosesi umat melintasi kota di banyak tempat juga merupakan tindakan perlawanan politik pasif.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai
Lautan umat dalam prosesi menuju Katedral Wina, Austria. (Foto: Schönlaub/Erzdiözese Wien)

Kini, pada hari raya Corpus Christi, tradisi dan masa kini bersatu dalam sebuah sintesis baru. Dengan menghormati Ekaristi di Corpus Christi, umat beriman memohon kekuatan dari iman untuk kehidupan mereka sehari-hari. Prosesi ini juga memperjelas bahwa keimanan tidak hanya dimiliki secara diam-diam, namun juga mendapat tempat di mata publik.

Saramen Mahakudus dalam prosesi. (Foto: Schönlaub/Erzdiözese Wien)

Selama prosesi yang seringkali meriah dan khidmat, terdapat tradisi yang dilakukan. Diantaranya memasang kain merah pada jendela rumah sebagai bentuk penghormatan bagi Sakramen Mahakudus yang melintasi rumah tersebut. Bukan hanya itu, ada juga tradisi berupa menaburkan bunga di sepanjang jalan yang dilakukan oleh anak-anak dengan mengenakan pakaian Komuni pertama mereka. Di banyak komunitas, rute prosesi secara khusus dihiasi dengan bendera, altar kecil, dan bunga. Di beberapa daerah terdapat hamparan bunga berwarna-warni, bahkan kadang bisa ratusan meter.

Ditulis dari Wina Austria, Bene Xavier (Kontributor)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles