HIDUPKATOLIK.COM – Renungan Minggu, 26 Mei 2024 Hari Raya Tritunggal Mahakudus. Ul.4:32-34, 39-40; Mzm.33:4-5,6,9,18-19,20,22; Rm.8:14-17; Mat.28:16-20
HARI-hari duka dalam drama penderitaan Yesus di Yerusalem dimahkotai dengan berita gembira kebangkitan Yesus. Kesebelas murid diperintahkan berangkat ke Galilea untuk menemui Dia yang bangkit. Rasa heran, ragu, dan gembira menyertai perjumpaan itu (bdk., Mat 18:16-18). Namun yang tak terduga adalah perintah dari Yesus kepada mereka dalam perjumpaan itu, “Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku, dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu” (Mat 18:19-20).
Liturgi pada hari Minggu ini mengajak kita untuk mengenal Allah Bapa, Putera, dan Roh Kudus yang di dalam nama itu semua orang yang percaya dibaptis. Iman akan Allah Tritunggal Mahakudus bukanlah suatu teori yang diterima para Rasul untuk diteruskan sebagai sebuah doktrin atau ideologi. Allah Tritunggal yang diimani para Rasul muncul dari pengalaman perjumpaan dengan Allah. Allah Sang Maha Kasih telah memperkenalkan diri secara bertahap dalam sejarah bangsa Israel dan pada puncaknya memperkenalkan diri secara penuh dalam hidup dan karya Yesus. Setelah kebangkitan Yesus, karya itu dilanjutkan dalam Gereja dilandasi kehadiran Roh Kudus yang adalah Roh Bapa dan Putra.
Para Rasul dan orang beriman yang percaya akan pewartaan tentang Yesus mengenal Allah sebagai seorang Bapa yang penuh kasih. Ia bukan seorang Bapa yang dalam struktur masyarakat feodal sangat otoriter dan sulit didekati. Melalui Yesus, Bapa diperkenalkan sebagai ‘Abba” (papi atau daddy) seakrab relasi kasih seorang ayah yang sangat dekat dengan anaknya dalam sebuah rumah tangga (bdk., Rm. 8:15).
Allah Bapa juga kita kenal sebagai Dia yang mampu menerima manusia dalam segala kegagalan dan kehinaan. Ia penuh kasih menerima kita seperti kisah dalam “Perumpamaan tentang anak yang hilang” dalam Injil (bdk., Luk.15:11-32). Allah Bapa yang dikenal dalam iman Kristiani adalah Dia yang penuh kasih, keadilan dan kebenaran. Allah Bapa mendapat atribut dalam iman Kristiani sebagai Pencipta, yang melalui alam ini kita kenal keindahan, kasih dan kelembutan-Nya yang menggetarkan kita dalam rasa syukur dan kagum.
Allah Putera, dikenal para Rasul dan kita orang beriman dalam diri Yesus. Ia hadir di tengah manusia kendati Ia kemudian ditolak dan dibunuh. Dalam diri Yesus kita melihat wajah Allah, kelembutan dan sentuhan kasih Allah. Hal itu tampak dalam pengajaran, dalam indentifikasi diri-Nya dengan orang lemah, miskin, tersingkir, dalam pengampunan atas dosa. Ia mengosongkan diri-Nya sendiri dan melayani sebagai hamba yang mati demi kasih kepada manusia.
Allah Roh Kudus dikenal dan dialami dalam hidup para Rasul maupun orang beriman sebagai daya kasih. Roh Kudus hadir dan menuntun serta menggelorakan hati para Rasul dan Gereja untuk melakukan pewartaan iman seperti dimandatkan Yesus. Ia menarik orang untuk percaya pada pewartaan iman dan meneguhkan orang beriman dalam kesulitan dan tantangan hidupnya. Para Rasul menampakkan kehadiran Roh Kudus melalui pewartaan mereka yang penuh wibawa. Mereka tidak takut akan penganiayaan, mereka membuat mukjizat dan membangun jemaat dalam persekutuan, dalam doa, pemecahan roti ekaristi, dan hidup persaudaraan.
Di masa kini, segala hal baik yang dilakukan Gereja menampakkan kehadiran Roh Kudus. Karya Roh bisa ditampakkan dalam pembelaan terhadap orang miskin, terpinggirkan, lemah dan difabel. Roh itu juga yang kiranya telah mendorong Gereja menjalankan karya-karya sosial melalui sekolah, rumah sakit, panti asuhan dan dalam berbagai keterlibatan sosial Gereja.
Akhirnya, Allah Tritunggal Mahakudus bukanlah sekadar sebuah wacana hampa. Ia dialami sebagai Kasih yang menggerakkan seluruh Gereja. Rasa syukur dan kekaguman akan kasih yang dialami menjadi motivasi terdalam penyerahan diri orang beriman untuk mengasihi.
Di tengah dunia kehidupan manusia masa kini yang kebaikan dan tindakan-tindakannya penuh kepentingan diri, kasih Allah Tritunggal Mahakudus menampakkan agape yakni kasih tanpa pamrih. Kasih Allah Tritunggal menjadi contoh bagimana orang beriman dapat belajar bertumbuh dalam kasih yang murni. Dalam kasih seperti itu mencintai mempunyai makna ikut menderita dengan yang dikasihi.
“Di tengah dunia kehidupan manusia masa kini yang kebaikan dan tindakannya penuh kepentingan diri, kasih Allah Tritunggal Mahakudus menampakkan kasih tanpa pamrih.”
Sumber: Majalah HIDUP, Edisi No. 21, Tahun Ke-78, Minggu, 26 Mei 2024