HIDUPKATOLIK.COM – Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) akhirnya meresmikan dan memberkati gedung baru yang berlokasi di Jl. Cut Meutia No. 10, Jakarta Pusat, pada Rabu (15/05/2024) setelah melewati penantian selama belasan tahun sejak rencana pembangunan kembali pertama kali muncul ke permukaan pada tahun 2008.
Pembukaan tirai prasasti oleh Nunsius Apostolik Indonesia, Mgr. Piero Pioppo, dan pemberkatan prasasti oleh Kardinal Julius Riyadi Darmaatmadja, SJ – didampingi oleh 10 uskup – mengawali rangkaian seremoni yang berlangsung mulai pukul 09:00 WIB tersebut.
Perayaan Ekaristi yang dirayakan secara konselebrasi menyusul kemudian. Selebran utama adalah Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo – yang pernah menjabat sebagai Ketua KWI. Sementara itu, 14 uskup menjadi konselebran, termasuk Mgr. Piero Pioppo; Ketua KWI, Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC – yang adalah Uskup Keuskupan Bandung; dan Sekretaris Jenderal KWI, Mgr. Paskalis Bruno Syukur, OFM – yang adalah Uskup Keuskupan Bogor.
Dalam homilinya, Mgr. Bunjamin menekankan pentingnya kolegialitas dan sinergitas para uskup.
“Kalau 37 uskup bertemu, mereka akan bersidang, membicarakan hal-hal yang menjadi keprihatinan bersama berkaitan dengan bangsa, berkaitan dengan Gereja, dan bagaimana mengembangkan kesadaran bersama mengatasi keprihatinan tersebut,” ujarnya di hadapan para tamu undangan yang memadati Henry Soetio Hall di Lt. 8.
“Itulah sinergitas para uskup dengan saling memperkaya dan memberdayakan satu sama lain hingga menjadi kekuatan yang lebih besar dalam gerakan moral, sosial, kultural, dan spiritual. Kolegialitas dan sinergitas ini sebenarnya mengungkapkan unsur yang jauh lebih mendasar yaitu sinodalitas, kesadaran, dan gerakan berjalan bersama.”
Mgr. Bunjamin juga menggarisbawahi pentingnya sinodalitas, seraya mengutip pernyataan Paus Fransiskus.
“Bagi Sri Paus Fransiskus, sinodalitas adalah elemen konstitutif Gereja, yang tanpa gerak jalan bersama tidak ada Gereja yang sesungguhnya. Hakikat Gereja adalah berjalan bersama. ‘Sinodalitas ini mutlak untuk membangkitkan semangat misioner umat Allah dan komitmen ekumenis menuju kesatuan murid-murid Kristus.’ Sinodalitas membuka ruang bagi terwujudnya kesatuan dalam keberagaman, juga keberagaman kami,” imbuhnya.
Untuk itu, ia berharap KWI menjadi tanda nyata kesatuan dan para uskup menjadi model persekutuan ideal yang harus dikembangkan dalam komunitas Gerejani.
“Sinergitas para uskup kiranya menjadi energi pelayanan pastoral dan sakramental di tengah umat serta menjadi pelayanan sosial, kekuatan pelayanan sosial, daya pelayanan sosial, dan kesaksian moral di tengah masyarakat. Sinodalitas yang diharapkan Tuhan sungguh terwujud dalam kolegialitas dan sinergitas para uskup dalam kebersamaan dan persaudaraan serta dalam kerja sama dan pemberdayaan,” ungkapnya.
Terkait gedung baru KWI yang diresmikan dan diberkati tepat pada Hari Ulang Tahun (HUT) ke-100 KWI, Mgr. Bunjamin menegaskan bahwa bangunan ini hanya merupakan tanda fisik dari semangat sinodal para uskup.
“Pada perayaan 100 tahun ini, sekalipun kita masih berada dalam perjalanan, ada begitu banyak keadaan yang memprihatinkan. Tetapi KWI tetap berjalan, telah tumbuh menjadi komunitas pengharapan yang memberikan harapan kepada umat dan masyarakat untuk tetap memegang teguh apa yang Tuhan inginkan dan kehendaki pada kita,” ujarnya.
“Dan semoga KWI terus menjadi kekuatan yang memberi harapan dan tanda kehadiran kasih bagi siapa pun sebagaimana didoakan dalam doa kecil ‘100 Tahun Konferensi Waligereja Indonesia,’ terutama bagi mereka yang kecil, lemah, miskin, tersingkir, dan difabel.”
Ia juga berharap para uskup menjadi daya penghimpun agar umat dengan sukarela dan sukacita berjalan bersama dalam membangun Gereja dan menjadi perekat yang menyatukan semua elemen masyarakat untuk membangun bangsa.
“Semoga dalam usia 100 tahun ini sungguh KWI dipanggil untuk terus menjadi model bagi Gereja yang makin meng-Indonesia. Mewujudkan 100 persen Katolik, 100 persen Indonesia, dan 100 persen sinodal yang mampu dan mampu berjalan bersama dengan siapa pun yang berkehendak baik untuk membangun Gereja dan bangsa,” imbuhnya.
Balai KWI
Menurut Mgr. Bunjamin, gedung baru KWI lebih tepat disebut sebagai Balai KWI atau rumah karya. Alasannya, bangunan ini bukan sekadar wisma dan vila atau tempat tinggal yang nyaman meskipun memiliki 52 kamar serta bukan sekadar kantor untuk bekerja. Tetapi bangunan ini merupakan rumah atau home untuk merencanakan dan mewujudkan karya dalam membangun Gereja dan bangsa serta melayani umat dan masyarakat, khususnya mereka yang kecil, lemah, miskin, tersingkir, dan difabel.
“Setelah melalui dinamika panjang sejak 2017, saat Bapak Henry Soetio menawarkan hati, budi, energi, dan materi untuk membangun Balai Konferensi Waligereja Indonesia ini, yang diberkati pada hari ini, 15 Mei 2024, tepat 100 tahun yang lalu saat enam uskup Indonesia mengadakan pertemuan pertamanya,” ujarnya dalam sambutan jelang berkat perutusan.
Ia pun bercerita bahwa pembangunan kembali gedung KWI melewati proses panjang. Rencana pembangunan kembali gedung KWI muncul pada tahun 2008. Namun isu finansial menghambat realisasi rencana ini. Pada tahun 2018, rencana ini semakin jelas setelah mendapat persetujuan dari para uskup. Dan peletakan batu pertama terjadi pada tahun 2019.
Namun dua tahun kemudian, Henry Soetio meninggal dunia. Proses pembangunan kembali gedung KWI pun sempat terhenti.
“Para uskup berdoa. Syukur kepada Allah, digerakkan oleh Roh Kudus, tanpa meminta, proposal sudah siap ditandatangani oleh Bapak Kardinal. Tapi karena keadaan (pandemi) Covid-19, kami tidak tega menyebarkan proposal untuk pembangunan. Bukan untuk orang miskin, bukan untuk orang membutuhkan. Hanya untuk gedung. Maka kami tunda, kami batalkan penyebaran proposal,” kenangnya.
Bekerja dengan Baik
Sementara itu, Mgr. Piero Pioppo mengatakan dalam sambutan saat ramah tamah bahwa peresmian dan pemberkatan gedung baru KWI merupakan sukacita bagi Gereja Indonesia, khususnya menjelang Hari Raya Pentakosta.
“Dan sangat penting bahwa hal ini terjadi 100 tahun setelah berdirinya KWI,” ujarnya.
Ia meminta para uskup untuk terus berjalan bersama.
“Sekarang para uskup telah memiliki rumah yang baru dan indah ini, yang adalah tanda keindahan, kesatuan, dan kekuatan rohani komunitas Katolik Indonesia. Kini mereka harus bekerja dengan baik. Pertama, mereka harus mengasihi gedung yang bagus ini, menjaganya tetap indah dan efisien, mengunjunginya setiap kali mereka datang ke Jakarta, menggunakannya untuk melakukan pekerjaan mereka. Banyak dokumen dan teks yang bersifat kanonik, liturgis, dan magisteria yang menunggu untuk diterjemahkan, disempurnakan, dan disebarkan demi kebaikan komunitas kita,” imbuhnya.
Mengakhiri sambutannya, ia meminta para uskup untuk membuat doa singkat menyambut kedatangan Paus Fransiskus mendatang.
“Saya hendak meminta bantuan Anda untuk melakukan tugas yang sederhana dan cepat. Mohon buatlah doa singkat untuk kunjungan Bapa Suci, selanjutnya untuk disebarkan di setiap paroki dan didoakan di akhir Misa atau rosario,” ungkapnya.
Respons Umat
Di mata Ketua Presidium Pusat Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA), Luky A. Yusgiantoro, gedung baru KWI sangat representatif.
“Sebagai umat Katolik, kita cukup bangga. Kalau dalam sebuah proyek, sedikit kontribusi merupakan sesuatu yang harus kita hargai. ISKA berharap, meskipun ini cuma gedung fisik, ke depan kegiatan Gereja akan lebih efektif dan juga melibatkan ISKA. Kami akan memberi kontribusi bagi KWI dalam segala aspek. Kami akan membantu,” ujarnya kepada HIDUPKATOLIK.COM.
Senada, Lusia Willar, Anggota Presidium I Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI), mengaku bangga akan kehadiran gedung baru KWI.
“KWI mempunyai satu tempat yang bisa menaungi semua. Tentu harapannya bisa merangkul lebih banyak lagi,” ujarnya. “Tapi yang penting isinya, karyanya. Karya dari para Bapak Uskup. Bagaimana berjalan bersama mencapai satu tujuan. Ini yang perlu kita contoh.”
Sementara itu, Melanie Tjendara, istri dari mendiang Henry Soetio, menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah bekerja keras meneruskan karya awal suaminya.
“Awal pertama kali suami saya membantu. ia tergerak hatinya untuk berkontribusi terutama untuk Gereja, karena almarhum sungguh seorang yang sangat religius. Ia sangat bersyukur atas segala berkat yang telah almarhum terima. Ia selalu merasa ini semua kemurahan dari Tuhan. Oleh sebab itu, ia juga mau membagikan berkat yang telah ia terima karena ia merasa ini benar-benar berkat Tuhan. Ia mau mengembalikan apa yang menjadi milik Tuhan. Dan ia merasa itu bukan miliknya, ia hanya menjadi perantara dan kasir Tuhan,” kenangnya.
“Maka saat ia mendengar ada kebutuhan, ia tergerak untuk membantu pembangunan gedung KWI ini. Jadi KWI tidak pernah sama sekali meminta bantuan bahkan, tapi almarhum sendiri yang datang menawarkan diri untuk terwujudnya gedung ini.”
Katharina Reny Lestari
1. Dengan mengucap syukur kepada Allah, terima kasih untuk informasinya.
“Selamat kepada KWI untuk tempat kerja yang baru.” Juga untuk seluruh ‘karyawan’ KWI yang akan kembali berkumpul di gedung baru(?)
2. Tanya:
2.1. tertulis: pemberkatan prasasti oleh Kardinal Julius Riyadi Darmaatmadja, SJ. Apakah ini berarti kita, Indonesia, mempunyai 2(dua) Kardinal saat ini?
2.2. tertulis: Selebran utama adalah Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo – yang pernah menjabat sebagai Ketua KWI: pertanyaannya sama dengan 2.1.
Terima kasih
2.3.
Ya…kita ada dua kardinal. satu sudah emeritus (Kardinal Julius dan satu masih aktif, Kardinal Ignatius