HIDUPKATOLIK.COM – Wartawan produktif penulis buku dan pencipta kolom “kredensial” itu memperoleh kepercayaan resmi sebagai Dubes Indonesia untuk Takhta Suci Vatikan, satu dari 13 dubes baru Indonesia untuk berbagai negara.
SEJAK Desember 2022 diminta mengirim Curriculum vitae (CV) ke Sekretariat Negara sampai uji kelayakan dan kepatutan di depan Komisi I DPR, 1 Februari hingga pelantikan di Istana Negara, Mikael Tris Kuncayono atau Trias, dipercaya sebagai Dubes Indonesia untuk Takhta Suci Vatikan.
Bekerja sama sebagai rekan kerja – ia masuk Kompas tahun 1987 dan purnakarya tahun 2018, selalu diwarnai canda-ria dan lebih sering dalam dialek Jawa. Dalam topik apa pun, masalah serius manajerial, permasalahan yang sedang hangat yang perlu dikembangkan bahkan permasalahan pribadi, selalu terjadi dalam suasana gembira, penuh lelucon. Ibarat senda gurau yang memang salah satu ciri khas wartawan senior yang dikenal sebagai penulis buku-buku best seller, di antaranya Jerusalem, Kesucian, Konflik, dan Pengadilan Akhir yang terbit tahun 2008.
Trias suka bersenda gurau dengan siapa pun, sebaliknya bisa berbicara serius. Di saat yang sama ia adalah pekerja keras. Selain menangani manajemen dalam tugasnya sebagai pimpinan redaksi, ia sendiri produktif menulis. Sejak buku pertama kali terbit tahun 2004, kalau rata-rata tiap tahun satu judul, sampai tahun 2022 sudah lebih dari 20 judul lahir. Bukan buku kumpulan tulisan, tetapi naskah baru yang lahir berkat ketekunannya yang sebagian besar merupakan refleksi intelektual atas berbagai konflik internasional terutama kawasan Timur Tengah yang disampaikan mengalir, lentur ditunjang pustaka-pustaka yang relevan.
Sore itu di ruang tamu yang tertata artistik, tergantung lukisan minyak Tari Legong karya bapaknya, tertanda 1968, kami bertemu khusus dalam kaitan penunjukannya sebagai dubes. Ditemani jajanan pasar kelepon dan singkong goreng, sesekali istrinya Atiek dan putranya Abishai bergabung, kami berbincang ria. Tidak terasa hampir tiga jam terlewat karena asyiknya pembicaraan ngalor–ngidul. Suasana akrab seperti waktu sama-sama belum purnakarya.
Keharusan Berbagi
Menulis bagi Trias adalah keharusan, kewajiban untuk berbagi, nafas kehidupannya. Selepas purnakarya tahun 2018, di samping puluhan judul buku yang sudah ditulisnya, ia terus menulis dalam kolom “Kredensial”. Kolom yang sudah dimulai di Kompas dalam rubrik Internasional, terbit setiap edisi Minggu, muncul pertama 8 Juni 2014, terus berlanjut dalam Kompas.com. Buku seri pertama Kredensial terhimpun 130 tulisan yang diseleksi dari 175 kisah tentang Manusia dan Peradaban. Ia terus menulis, kini selain dimuat di Kompas.com, juga di laman pribadinya, triaskun@id, meskipun tidak serutin dulu. Buku Kredensial keduanya, berjudul Kearifan di Masa Pagebluk, terbit tahun 2021, terdiri dari 61 kolom yang diseleksi dari 145 tulisan.
Dia bisa menulis tidak harus duduk tenang, tetapi dalam suasana apa pun. Artikelnya tentang isu konflik internasional masih sering muncul di halaman Opini Kompas. Obituari Paus Benediktus XVI, misalnya, meskipun bukan ranah konflik internasional yang jadi perhatiannya, dia tulis dengan HP dalam suatu perjalanan (Kompas, 3/1/23). “Kapan Kredensial ketiga terbit, sebab rasanya sudah cukup banyak?” “Gampang itu, kan tinggal mengumpulkan,” kata Trias yang terus aktif dan energik, di rumahnya, Cinere, Depok, pertengahan Januari 2023.
Selain ingin berbagi, menurut Trias, menulis terus merangsangnya terus membaca, mencari, dan memperkaya bahan. Agar tidak cepat pikun, katanya. Peristiwa-peristiwa aktual dan jadi pembicaraan banyak orang selalu sebagai kapstok menyampaikan pesan-pesan kemanusiaan. Di samping ulasan kritisnya diperkaya lewat bacaan-bacaan pustaka, selalu dalam “Kredensial” – juga dalam artikel-artikel serta tajuk rencana semasa belum purnakarya, Trias selalu menengok ke peristiwa-peristiwa historis yang relevan dengan masalahnya.
Trias terkesan frase pesan Jakob Oetama, “jadikan peristiwa sebagai kapstok.” Setiap fakta apa pun, di samping ditulis sebagai berita, juga sarana membedah persoalan yang lebih mendasar dan mendalam. Sarana untuk pembelajaran menuju penghargaan publik pada meningkatnya harkat kemanusiaan. Pendekatan sejarah baginya adalah pelengkap kepekaan intelektual yang menyatu tanpa dia sengaja. “Pendekatan disiplin sejarah mempertajam dimensi karya jurnalistik,” saran Jakob tentang perlunya disiplin sejarah yang sudah dihidupi Trias sejak sebagai wartawan tahun 1983.
Dengan saran seniornya itu, diperkaya talenta intelektual yang terus dia kembangkan, buku-buku bacaan penunjang, disiplin pendidikan akademis dan kerja kerasnya, Trias berkembang nyaris lengkap sebagai wartawan dan penulis. Turun ke lapangan, membuat laporan, membuat Analisis kritis. Kalau pada awal kariernya sebagai wartawan, ia meminati isu-isu internasional – diperkaya dengan ragam pekerjaan manajerial menangani/mengawali beberapa surat kabar daerah – ia pun berkembang dalam persoalan isi-isu politik dalam negeri.
Jaga Keutuhan NKRI
Mengenai tugasnya sebagai dubes, dia ceritakan standar. “Tugasnya menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan NKRI”. “Itu tugas umum, dong?”. Mengenai tugas khususnya, sebagai Dubes Indonesia untuk Vatikan sebelumnya, dia pun singkat sampaikan, “tugas utama adalah menjaga jangan sampai Vatikan mendukung dan mengakui kemerdekaan Papua.”
Selebihnya dia tidak mau cerita, hanya mengingatkan tentang gejolak politik yang diwarnai kekerasan di Papua yang masih terus berlangsung. Belum resmi, katanya. Takhta Suci Vatikan mendukung kesatuan dan persatuan RI, bahkan termasuk negara yang cepat mengakui Proklamasi Kemerdekaan RI, 17 Agustus 1945. Trias yang dikenal memberi perhatian perpolitikan Timur Tengah dan Kawasan Eropa, merasa masih perlu mendalami negara merdeka terkecil di dunia dengan keluasan wilayah sekitar 44 hektar itu.
“Tampaknya tidak banyak masalah serius dengan Indonesia, sebab tidak ada hubungan ekonomi, misalnya. Tetapi dengan penduduk sekitar 800.000 jiwa, sekitar 1.600 di antaranya rohaniwan, biarawan dan biarawati dari Indonesia yang sedang belajar di sana, tetap ada faktor penting dengan negara kita.” Tidak dilupakan suara-suara kenabian dari Paus sekaligus sebagai pemimpin tertinggi umat Katolik dengan umat sekitar 1,2 miliar di dunia, selalu bergema dan berpengaruh dalam perpolitikan dunia.
Rasa syukur dan terima kasih dia ungkapkan pada mereka yang memberikan kontribusi dalam pembentukan dirinya, terutama istri yang senantiasa mendorongnya terus menulis; dan putranya yang setiap hari bertanya,”buku ayah yang baru sudah selesai belum?”. Dengan banyak judul buku yang ditulisnya, sebagian besar memang masalah politik Timur Tengah, secara tidak langsung Trias dikenal sebagai pengamat dan “ahli” tentang kawasan Timur Tengah.
“Orang masih tunggu ulasan-ulasan kritis dalam “Kredensial” Anda, walau sibuk sebagai Pak Dubes, lho!” Komentar Trias, “belum tahu. Gusti paring dalan.“
Mikael Trias Kuncahyono
Lahir : Yogyakarta, 11 Juni 1958
Istri : Atiek Nitiasmoro
Anak : Sekar Arundati (+) Abishai Sahadewa
Pendidikan
- SMA Seminari Menengah Mertoyudan 1974
- Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM 1983
Pekerjaan
- Suara Karya (1983-1987),
- Kompas 1987-2018, terakhir sebagai Wakil Pemimpin Redaksi Kompas.
- Sebelumnya memimpin beberapa desk di lingkungan Kompas, termasuk sebagai Redaktur Pelaksana.
- Ia ikut membidani Sriwijaya Post (Palembang), Surya (Surabaya), Bernas (Yogyakarta), dan Warta Kota (Jakarta).
- Meliput beberapa peristiwa konflik internasional, di antaranya Filipina, Afrika Selatan, Mesir, dan beberapa negara Eropa dan Timur Tengah.
St. Sularto