web page hit counter
Senin, 23 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Mendekatkan Diri dengan Berproses Bersama

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – JUMAT Agung, bagi umat Katolik seluruh dunia merupakan hari raya untuk mengenang kisah sengsara Yesus hingga wafat disalibkan di Bukit Golgota. Dalam perjalanan waktu, dengan pengaruh banyaknya tradisi budaya, akhirnya jalan salib ini dikemas dengan inovatif. Ada banyak seniman yang menemukan kaitan keindahan seni budaya dengan pewartaan iman.

Untuk keempat kalinya, kisah sengsara Yesus Kristus ditampilkan dalam bentuk seni budaya Jawa. Dua yang pertama tampil dalam pagelaran wayang beber, ketiga dalam drama teater, dan terakhir dalam bentuk drama tari (sendratari). Ini terjadi pada hari Jumat Agung (29/3/2024) di halaman gereja Santa Maria Assumpta Gamping, Yogyakarta. Event ini melanjutkan penghayatan akan Lurung Kamulyan, sebuah kisah sengsara Yesus Kristus yang dikemas dalam tradisi jalan salib berinkulturasi budaya Jawa.

Pemeran Simon dari Kirene menolong pemeran Yesus. (HIDUP/Veronika Murwaningsih)

Istilah Lurung Kamulyan yang digunakan merupakan keunikan istimewa Gereja Gamping seperti halnya lukisan stasi jalan salib wayang yang dilukis oleh seorang seniman, Petrus Agus Herjaka. Warga paroki Santo Yakobus Bantul Yogyakarta ini dengan sungguh-sungguh menyiapkan lukisan wayang purwa Lurung Kamulyan sebagai stasi jalan salib. Hasilnya ada 14 lukisan yang terpasang di dalam Gereja Maria Assumpta Gamping. Ada juga yang terpasang belum lama di Gereja Bonoharjo Kulon Progo Yogyakarta. Meskipun dalam latar tema wayang tetapi keduanya berbeda.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Untuk mengisi proses pengenangan sengsara dan wafat Yesus, Paroki Gamping menggelar sendratari Lurung Kamulyan. Tema yang diambil kali ini adalah “Jika seseorang mencintai hidupnya, maka orang itu harus mau mencintai salibnya pula”. Dengan demikian, setelah sengsara dan perjuangannya di dunia selesai, orang itu pun akan ditarik oleh-Nya memasuki kerajaan damai yang penuh dengan sukacita.

Semua pemain berfoto bersama. (Foto: HIDUP/Veronika Murwaningsih)

Dalam dramatari ini umat yang berperan sebagian besar adalah umat dewasa, ditambah dengan beberapa anak dan OMK. Pilihan pemain dari kalangan umat dewasa disesuaikan dengan arahan Keuskupan Agung Semarang mengenai Fornasio Iman Berjenjang dan Berkelanjutan (FIBB). Fokus pendampingan kali ini adalah kaum dewasa. Sebagai penggerak adalah komunitas tari Kridha Tresna Budaya. Tampil sebagai pelatih dan pendamping adalah Yesi Yoan dan Tri Mulyanto. Beberapa pemain inti merupakan para penari yang memang sudah terbiasa mengolah tubuh untuk menampilkan bahasa dialog non verbal yang hendak disampaikan.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Gusdurian Hadir

Umat menikmati penampilan berdurasi sekitar dua jam ini sembari berdoa dan merenungkan kisah sengsara Yesus. Banyak umat yang terbawa suasana dan menitikkan air mata keharuan dan menangis melihat adegan demi adegan yang dipaparkan.

Hadir pula di antara penonton, tamu undangan yang ingin mengetahui bagaimana umat Katolik merayakan Jumat Agung. Mereka adalah beberapa orang muda dari komunitas Gusdurian. Kehadiran mereka menambah semarak suasana hangat yang kental dengan persaudaraan yang sejati.

Tamu undangan dari kalangan kaum Muslim, pelukis Herjaka (paling kanan), Pastor Paroki Gamping, Yoseph Nugroho Tri Sumartono (pakai pici). (Foto: HIDUP/Veronika Murwaningsih)

Dalam kesempatan terpisah, Pastor Paroki Gamping, Yoseph Nugroho Tri Sumartono, menyatakan “Kami ingin mendekatkan diri kepada Kristus melalui proses bersama yang disebut Lurung Kamulyan. Kebetulan bentuknya memang sangat inkulturatif. Inkulturatif dijadikan bagian dinamika hidup umat, bukan sekadar rutinitas peristiwanya, tetapi penggalian maknanya. Kegiatan ini juga untuk menghidupkan kolaborasi umat dan membangun kebersamaan, mencintai kehidupan, termasuk kebudayaan. Umat dewasa berbaur dalam kesenian untuk berdevosi jalan salib, mengenangkan kisah sengsara Yesus yang membawa manusia pada kemuliaan”.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Veronika Murwaningsih (Kontributor, Yogyakarta)

Majalah HIDUP, Edisi No. 15, Tahun Ke-78, Minggu, 14 April 2024

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles