HIDUPKATOLIK.COM – Yayasan Josep Esa Ene menggelar Cultural Sharing Rumah Budaya Nusantara Wale Ma’zani Wailan Tomohon, Sulawesi Utara, Rabu (17/4/2024). Sekitar 100 peserta — pastor, suster, frater, bruder, dan para guru utusan yayaan-yayasan pendidikan Katolik yang ada di Keuskupan Manado — dihadirkan pada kegiatan bertemakan Peran Kebudayaan dalam Pendidikan.
Acara dipandu Pastor Revi Rafael Tanod. Pembicara Sekertaris Eksekutif UISG, Sr. Patricia Murray IBVM (Konsultan di Dicastery Culture and Education Vatican) dan Dosen Universitas IAIN Kalijaga, Syafaatun Almirzanah.
Sekretaris Yayasan Josep Esa Ente Suster Jasinta Wowor SJMJ, dalam kata pengantarnya berharap, semua yang hadir pada kegiatan ini bisa memahami lebih jelas apa dan bagaimana peran kebudayaan yang sesungguhnya dalam dunia pendidikan, karena sebagian besar yang hadir ini para pegiat-pegiat pendidikan.
“Semoga hasil seminar ini bisa kita bagikan dalam kehidupan kita setiap hari terutama direalisasikan dalam tugas pelayanan atau di tempat kerja atau sekolah kita masing-masing,” ujar Suster Jasinta.
Suster Patricia mengungkapkan budaya adalah jiwa sebuah bangsa. Budaya sebagai jiwa sifatnya sangat hakiki untuk menunjukkan jati diri kita, identitas kita, siapakah kita sebenarnya. Karena itu anak-anak Irlandia diajarkan untuk mendalami budaya mereka. Dengan mengenal siapakah diri mereka membuat mereka percaya diri ketika menjadi bagian dari warga dunia karena merasa aman dengan identitasnya.
“Identitas budaya menjadi bagian dari pendidikan yang holistik untuk mengembangkan karakter dan kepribadian, fisik maupun psikis, untuk bertumbuh secara manusiawi dan berbudaya. Semakin kuat identitas semakin kepercayaan dirinya meningkat,” tandasnya.
Diingatkannya, saat ini kita dibombardir oleh budaya global yang membuat kita berusaha untuk menirunya dan akhirnya membuat kita kehilangan identitas. Karena itu, sangat penting mengakui dan meneguhkan budaya kita sendiri sehingga kita dapat menghidupi perasaan terdalam mengenai siapakah kita yang sesungguhnya yakni jiwa kita.
Oleh karena itu, katanya, sangatlah penting di sekolah kita mempromosikan budaya lokal, musik, tarian, drama, serta menciptakan dan mengembangkan budaya yang baru secara kreatif sambil melanjutkan warisan budaya.
“Kembangkanlah budayamu. Kreatif mengembangkan budayamu. Dorong masyarakat untuk menghidupi nilai-nilai budayanya. Terus mengisahkan cerita-cerita budaya. Tetap memeliharanya di rumah masing-masing tapi juga membagikannya kepada yang lain,” saran Suster Patricia.
Ditambahkan, jadikan budaya sebagai jembatan antar-budaya. Terus-menerus memperkayanya secara kreatif. Baik dalam hidup sehari-hari maupun lewat drama-musik-tarian.
Suster Patricia sangat mengapresiasi budaya Minahasa yang sangat kaya dengan instrumen musik, tarian dan lagu, pakaian dan makanan, bahasa serta artefak budaya yang ada di sana.
Semuanya ini, menurutnya, menampakkan apa yang ada, yang jauh di balik yang kelihatan yakni nilai-nilai budaya, sistem kepercayaan, perayaan, serta relasi antar manusia. Sungguh sebuah komunitas budaya yang sangat kaya.
Ia mengingatkan, apa yang tampak dalam sebuah kebudayaan hanyalah puncak gunung es di lautan yang hanya kelihatan sebagian kecil dibanding apa yang ada dalam air yang tak kelihatan. Selain itu, budaya di satu pihak dapat mempersatukan, namun di pihak lain dapat memisahkan kita.
Syafaatun mengapresiasi kegiatan ini yang diawali pertunjukkan budaya Minahasa di halaman wale.
Kepada anak didiknya, kata Syafaatun senantiasa diajarkan untuk menghargai budaya lokal yang ada di Indonesia.
Lexie Kalesaran (Manado, Sulut)