HIDUPKATOLIK.COM – “Bang, gimana ni, kita diminta jadi rasul buat ari Kemis Putih!”
“Lah?”
“Rasul nyeng dicuci kakinya buat Kemis Putih nanti kita semua nyeng anggota KPPS ama PPS!”
“Kagak pantes pisan ah. Saya mah mendingan jadi rasul Judas ajah!”
“Lah, kalo situ Judas, kita semua Judas dah!”
BEGITU gurau para petugas KPPS dan PPS di Pemilu kemarin, saat diminta menjadi rasul yang akan dicuci kakinya pada Misa Kamis Putih (28/3/2024) di Paroki Kampung Sawah. Sangat mudah mencari umat Katolik yang bergiat di masyarakat di Kampung Sawah. Mereka terbiasa melebur diri di kampung yang kerap disebut sebagai Kampung Pesodaraan tersebut.
Beberapa hari sebelumnya, selain menerima kunjungan para aktivis perdamaian dan 25 mahasiswa dari universitas-universitas se-Indonesia, umat Katolik berbaur sebagai panitia bersama jemaat Gereja Kristen Pasundan dan Yayasan Fisabilillah mengusung acara Buka Puasa Bersama bertema Harmoni Ramadan (22/3/2024) di Masjid Al Jauhar, Kampung Sawah.
Global Peace International
“Saya dulu suka ikut demo menolak perizinan gereja. Saya juga ikut demo 212…setelah ngobrol sana sini baru saya sadar,…sekarang saya di Gusdurian,” tutur Tari, peserta Peace! Project ke Kampung Sawah yang asli Cibarusah.
“Di kota saya, memang ada rumah ibadah berdampingan. Tapi di masyarakat sana, toleransi yg penting tidak ada konflik! Tidak seperti di sini yang aktif bekerja samai!” seru Ani, mojang Kampung Lebak, Ciamis.
Para aktivis Global Peace Internasional setelah refleksi kunjungan di Aksara Pinggir, yang terletak di belakang Gereja Santo Servatius
Mereka tergabung di komunitas Global Peace International. Perjalanan relijiusitas mereka, seperti yang terucap pada kesaksian mereka, rata-rata menantang. Di Kampung Sawah (16/3/2024) mereka berdialog dengan para tokoh dan budayawan dari Gereja Katolik, pendeta Dina Esterina dari Gereja Kristen Pasundan, dan Abah KH Rahmadin Afif, pimpinan Yayasan Fisabilillah.
Kunjungan mereka berakhir dengan acara refleksi dan niat bersama yang dikemas oleh para tokoh Kampung Sawah di Ponpes Aksara Pinggir. Ajakan untuk menjadi sombok (corong pengeras suara) kerukunan seperti biasa digemakan oleh para tokoh dari Kampung Sawah , yang langsung ditanggapi positif.
“Kami akan membuat jejaring medsos bertema kerukunan dari daerah kami masing-masing, “seru Arief yang berasal dari Bugis.
Modul Nusantara
Pada Rabu (20/3/2024), Segitiga Emas Kampung Sawah, sebutan wilayah yang terdiri dari 3 rumah ibadah berdekatan, yakni Masjid Al Jauhar, Gereja Kristen Pasundan, dan Gereja Katolik Santo Servatius, kembali harus menerima para mahasiswa. Mereka berasal dari Universitas Negeri Padang, Universitas Muhamadiyah Kupang, Universitas Negeri Lampung, Universitas Muhamadiyah Medan, Universitas Tanjung Pura Pontianak, Universitas Teuku Umar Banda Aceh, Universitas Sumatra Utara, Universitas Kristen Indonesia Toraja Rantepao, Universitas Katolik St. Tomas, Universitas Nusa Nipa, Universitas Halu Oleo, Universitas Lambung Mangkurat, dan beberapa lagi. Mereka diajak berbalas pantun, mendengarkan uraian para tokoh, dan bertanya jawab tentang kerukunan di Kampung Sawah yang terwariskan secara turun temurun dalam balutan konsep satu pu’un, atau satu pohon keluarga.
Di Gereja Servatius mereka berdialog dengan para tokoh yang kali ini mengedepankan inkulturasi dan kearifan lokal Ngeriung Bareng sebagai perekat kerukunan di Kampung Sawah. Saat Jacob Napiun menyampaikan realita di keluarga Kampung Sawah yang plural, yakni satu rumah penghuninya dari beberapa agama, seorang mahasiswa Muslim dari Universitas Tanjung Pura Pontianak, yang fasih menyanyikan lagu Bapa Kami versi Putut dan Agnus Dei bertanya tentang pacaran beda agama. Dua tokoh, salah satunya adalah KH Heriyono, memberi jawaban, selain dari sisi agama Islam, juga dari sisi relasi sosial.
Selain itu, para peserta Program Modul Nusantara yang dikoordinasi oleh Universitas Katolik Atma Jaya tersebut memberi perhatian banyak pada sejarah kerukunan di Kampung Sawah yang berdasarkan temuan arkeologis telah ada sejak abad ke-4. Adanya 80-an marga di Kampung Sawah pun membuat mereka takjub. “Baru tahu kalau salah satu sub etnis Betawi, yakni Betawi sub etnis Kampung Sawah memiliki begitu banyak ragam marga!” ujar salah satu peserta dari Universitas Muhamadiyah Medan.
“Satu marga di sini,” tandas Matheus Nalih Ungin, budayawan, “terdiri dari 3 agama. Ada yang Katolik, Protestan, dan Muslim Ini juga yang dapat menjalin kerukunan antaragama di sini. Semua merasa bersaudara.“
Dalam sesi dialog, seorang mahasiswa dari Universitas Tanjung Pura mengungkap fakta di daerah kelahirannya, yakni Kota Singkawang yang telah dinobatkan menjadi kota toleran nomor 1 di Indonesia. “Orang menyangka kota kami homogen, padahal terdiri dari begitu banyak ragam suku Dayak, Tionghoa, dan Melayu!”
Peserta Modul Nusantara berdialog dengan para tokoh Kampung Sawah di Paseban Lor Gereja Santo Servatius.
Pada sesi refleksi di Ponpes Aksara Pinggir, yang didahului dengan buka puasa bersama, tercipta dialog antar para tokoh dengan peserta yang sangat komprehensif. Banyak di antara mereka yang mempertanyakan transfer nilai nilai kerukunan kepada Gen Z Kampung Sawah. “Kami memiliki beberapa organisasi kepemudaan, “tutur Epi selaku Wakil Ketua Forum Nasional Bhinneka Tunggal Ika DPC Kota Bekasi.
“Forum Nasional kami telah mengorganisasi 2 kali Kemah Kebangsaan yang masing-masing periode mengelola 200an anak-anak SMA se-Kota Bekasi. Di acara tersebut, selain aktivitas fisik, juga dilakukan pembentukan forum yang akan menjadi pendamping kader kebangsaan jenjang SMP!” tuturnya.
Harmoni
Acara buka puasa bersama dengan tema Harmoni Ramadan diselenggarakan di Masjid Al Jauhar, Jati Murni, Kampung Sawah. Acara yang merupakan bentuk kerja sama antara DAII TV, Yayasan Fisabilillah, Gereja Kristen Pasundan, dan Gereja Katolik Santo Servatius tersebut diselenggarakan dengan target jama’ah yang hadir di atas 500 orang. Selain berbuka puasa bersama, acara tersebut memberi sumbangan sembako berupa 10kg beras dan mie instant kepada 200 orang kaum dhuafa dan 100 santri yang berasal dari Pondok Pesantren Yasfi dan Ponpes Al Azis. Pada acara tersebut para pemuka agama dari Gereja Kristen Pasundan, Gereja Servatius, Vihara Tridharma, Perwakilan Majelis Umat Beragama dari Hindu memberikan sambutan dengan ujaran ujaran perdamaian. “Perdamaian, kerukunan insya Allah akan terjaga kalau para pemuka agama memberikan ajaran yang sejuk dan berlandasan kasih sayang!” tutur Ustadz Sholahudin Malik, ketua panitia acara tersebut.
Pembagian konsumsi, sembako, dan bingkisan lain dibagi secara merata oleh panitia yang sebagian besar adalah jemaat Gereja Kristen Pasundan, Gereja Santo Servatius, Majelis Umat Beragama Jati Murni, dan beberapa tokoh masyarakat. Acara berlangsung lancar dan khidmat. Di penghujung acara, beberapa panitia tampak membantu santri-santri yang masih bersekolah di Madrasah Ibtidaiyah (setaraf sekolah dasar) menggotong karung beras 10 kilogram.
Selama acara berlangsung, kegiatan rutin Gereja Servatius membagikan takjil kepada masyarakat menjelang magrib tetap berlangsung.
Seusai acara, panitia dan masyarakat lebur menjadi satu, dengan perasaan lega, karena target jama’ah di atas 500 orang terlampaui. Beberapa di antara mereka sudah langsung asyik berdiskusi menyiapkan acara berikutnya, di tempat yang sama, keesokan harinya, yakni berbuka puasa bersama yang diselenggarakan oleh Vihara Tridharma bekerja sama dengan Yayasan Fisabilillah.
Buat orang Kampung Pesodaraan, acara semacam itu mudah dilakukan karena nilai kearifan lokal satu pu’un, yakni satu pohon keluarga telah tersimpan di benak semua orang. Mereka adalah sombok pesodaraan itu sendiri, meski mereka terus memiliki niat abadi untuk mengajak siapa pun yang berkunjung ke Kampung Sawah untuk ikut menjadi sombok pesodaraan.
Aloisius Eko (Kontributor, Bekasi)
Majalah HIDUP, Edisi No.14, Tahun Ke-78, Minggu, 7 April 2024