HIDUPKATOLIK.COM – KEINDAHAN kemajemukan Indonesia tampak terang benderang pada hari-hari ini tatkala umat Muslim tengah menjalani masa puasa dan umat Kristiani menjalani masa persiapan Paskah (Prapaskah). Saat tulisan ini diturunkan, umat Kristiani tengah merayakan Paskah sementara umat Muslim masih meneruskan masa puasanya. Apa yang menarik atau indah? Ya. Buka puasa, tepatnya berbuka puasa bersama. Pemandangan yang mengagumkan. Keakraban tampak terjalin di antara sesama warga antarumat beragama. Duduk. Bercengkerama menikmati aneka hidangan sambil bercerita tentang kerukunan, kebersamaan, toleransi. Ada keceriaan. Canda dan tawa yang datang dari kedalaman persahabatan dan persaudaraan sejati.
Ketika majalah ini bertandang ke Pastoran Paroki Odelia, Citra Raya, Tangerang, akhir pekan lalu, ada pemandang unik. Pastor Felix Supranto, SC.CC selaku kepala paroki bercengkerama dengan KH Muhammad Ardani, pengasuh sebuah pondok pesantren di kawasan ini. Tidak terlihat ada kecanggungan di antara mereka. Saling lempar guyonan keakraban. Jauh dari jaga imej. Kiai Ardani yang tengah menjalani puasa ‘digoda’ oleh Pastor Felix. Ketika HIDUP bertanya, keduanya mengaku, jalinan pertemanan di antara mereka telah terjalin cukup lama dan mendalam. Adalah pemandangan yang jamak jika tokoh-tokoh Muslim hadir di gereja ini. Keduanya, bersama pihak-pihak terkait seperti dari kalangan tantara, polisi, ormas-ormas setempat bekerja sama membangun komunitas masyarakat yang kian terbuka, inklusif, dan bahu-membahu, bergotong-royong.
Bagi keduanya, toleransi yang mampu merekatkan dan mendekatkan, menembus sekat-sekat untuk menciptakan masyarakat yang semaki pedulin pada sesama tanpa membeda-bedakan suku,ras, agama, dan antargolongan. Kemanusiaan adalah misi utama bersama. Masyarakat yang plural harus dibangun bersama dengan melibatkan semua kalangan, tanpa kecuali. Pelbagai perjumpaan dilakukan untuk menciptakan rasa saling percaya. Kebajikan harus ditumbuhkan di tengah masyarakat kendati kerap mendapat hadangan dan rintangan yang tidak ringan. Nilai-nilai dalam Pancasila harus diperjuangkan dan dijaga terus-menerus sebagaimana diamanatkan tokoh-tokoh bangsa seperti Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid), Buya Safii Maarif, Th. Sumartana, Y.B. Mangunwijaya, Kardinal Suharyo, KH Nazarudin Umar, dan lain-lain. Keadilan dan kesejahteraan hanya mungkin tercipta jika martabat manusia dihargai dan dijunjung tinggi.
Bangsa ini memang di usia ke-78 ini masih bekerja keras untuk mewujudkan cita-cita yang diamatkan dalam Pembukaan UUD 1945. Bahkan, benih-benih intoleransi, radikalisme, dan terorisme sempat tumbuh di tengah masyarakat. Akar-akarnya bahkan sudah tertancap di sejumlah kalangan.
Majalah HIDUP, Edisi No. 14, Tahun Ke-78, Minggu, 7 April 2024