HIDUPKATOLIK.COM – Salib seringkali dikenal sebagai sebuah kehinaan. Dalam tradisi Yahudi seorang yang disalibkan dapat dipastikan identik dengan kejahatan. Meskipun merupakan salah satu bentuk hukuman yang diterapkan dalam kekaisaran Romawi, penyaliban tetap merupakan hal yang sangat hina dalam sejarah umat manusia. Kesalahan atau kejahatan yang menjadi latar belakang seseorang dijatuhi hukuman salib adalah pemerkosaan, pembunuhan, pemberontakan dan kejahatan etika serta manusia lainya. Namun lepas dari itu, eksekusi penyaliban yang paling terkenal adalah peristiwa penyaliban Yesus.
Kisah sengsara yang dialami oleh Yesus tentu jauh berbeda. Hal demikian dikarenakan selain unsur politik yang mempengaruhi, tetapi ada pula alasan teologi yang melatarbelakangi peristiwa tersebut. Secara politik, alasan Yesus disalibkan adalah karena Ia dianggap sebagai pemberontak dan pengacau. Selain itu, Yesus juga dianggap sebagai nabi palsu, melawan hukum taurat dan juga menghujat Allah. Sementara itu, secara teologi alasan mengapa Yesus disalibkan adalah untuk menggenapi warta para nabi di perjanjian lama dan demi menebus dosa manusia.
Namun lepas dari itu, ada hal istimewa dan indah yang bisa dipetik dari peristiwa penyaliban Yesus. Jika di masa pemerintahan Romawi dan dalam tarasisi Yahudi salib dipandang sebagai hal yang hina, sekarang telah menjadi lambang keselamatan bagi segenap umat manusia. Yesus telah mengubah salib yang hina tersebut menjadi Mutiara yang sangat berharga. Dari sesuatu yang identik dengan kejahatan seketika berubah menjadi tanda cinta, kasih dan kesetian.
Jika ditilik dari peristiwa dan prosesnya, maka di salib terlihat jelas segala model dosa ditanggung oleh Yesus. Di sana ada cacian, penghianatan, pelecehan dan kejahatan lainya baik kata mapun perbuatan. Semua dosa manusia tersebut ditanggunya dengan memikul salib yang berat. Dapat dibayangkan bagaimana pedih dan sakitnya hati seorang yang telah tulus mencintai kemudian dibalas dengan luka yang menyerang tubuh dan hati yang murni. Dalam situasi seperti ini Yesus tetap memilih untuk setia, bahkan sampai wafat di atas kayu salib.
Mutiara di Balik Salib semakin jelas dengan doa Yesus yang terucap melalui sisa-sisa tenaga yang ada. “Ya Bapa, ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat (Luk 23:34 TB).”Kalimat sederhana tersebut membungkam seluruh amarah dan kebencian yang ada. Cinta yang dalam tidak sedikitpun pudar untuk melupakan semuanya. Maka salib adalah lambang cinta, kesetiaan, dan penebusan dosa manusia masa lampau dan masa kini.
Kesetiaan Yesus sangat jelas bahwa Ia ingin menyelesaikan tugas-Nya. Berjalan dengan rasa sakit, ditopang oleh salib yang berat serta bermandikan keringat ssama sekali tidak menyulutkan hati-Nya untuk menyerah. Tugas yang mulia itu berakhir dengan indah bagaiakan syair yang diberi nada. Dengan demikian, salib yang dahulu dianggap hina, kini berubah menjadi lambang cinta, kesetiaan dan kasih. Dengan menatap salib terlihat jelas bahwa cintalah pemenangya. Dengan salib, Yesus mengajarkan kepada manusia bahwa seberat apapun penderitaaan yang dialami pasti terdapat mutiara di baliknya.
Salib memberikan pelajaran hidup kepada manusia bahwa kasih dibentuk bukan saat berada di tempat yang penuh perhatian, tetapi ketika ada penolakan. Pengharapan dibentuk bukan di saat berada dalam kepastian tetapi dalam keraguan. Iman dibentuk bukan di saat berada dalam kesejahteraan, tetapi di dalam situasi penderitaan. Maka dari itu, sebesar apapun badai yang datang tetaplah memandang Salib Yesus yang telah mengubah segalanya dan menjadi mutiara dalam iman.
Oleh Edmon, OMK Nita Lorat