HIDUPKATOLIK.COM – Mengangkat tema “Belajar Imamat Yesus Kristus dari Dua Sosok Imam: Paus Fransiskus dan Pater Jules Chevalier”, Uskup Agung Merauke, Mgr. Petrus Canisius Mandagi, MSC memberikan rekoleksi bagi para imam Keuskupan di aula kantor KAMe (Keuskupan Agung Merauke). Acara dilanjutkan dengan Ibadat Tobat dan penerimaan Sakramen Tobat bagi para imam pada hari Senin (25/3/2024).
Uskup Mandagi mengajak para imam untuk melihat Paus Fransiskus sebagai model imam modern.
Ia mengajak para imam agar menyadari identitasnya sebagai seorang imam, bukan fungsionaris dan tidak menjadikan imamat sebagai beban.
Ia mengajak para imam agar harus mengenal umatnya, perlu pergi mengunjungi umat yang berada diwilayah luar, di tempat yang sulit.
“Imam bukan fungsionaris, bukan pejabat, para imam harus berbelas kasih dan tidak menjadi bos dan tidak menjadi PNS yang makin menuntut gaji”.
Sore hari pada perayaan Misa Krisma, diadakan pembaharuan Janji Imamat, pemberkatan minyak suci di Gereja St.Yoseph Bambu Pemali. Pada kesempatan ini, Uskup Mandagi mengajak umat untuk bersyukur secara istimewa untuk memperingati dan mengenangkan Yesus yang mendirikan Sakramen Imamat.
“Pantaslah kita bersyukur pada Tuhan bahwa Gereja memiliki para imam. Imam adalah utusan Yesus. Imamat adalah pemberian mulia dari Kristus kepada Gereja. Melalui para imam, Gereja bertumbuh dan berkembang. Kita berdoa untuk para imam karena para imam bukan malaikat melainkan para imam adalah manusia-manusia biasa dengan segala kelemahan dan kekurangan. Kita berdoa agar di dalam kelemahan dan kekurangan mereka menghadirkan Allah secara istimewa,” ujarnya.
Lebih lanjut Uskup Mandagi mengatakan bahwa, godaan makin berat, apalagi sekarang dunia diwarnai dengan media baru seperti hape dan sudah menjadi berhala. “Para imam sudah memberhalakan hape, lebih membawa hape daripada Kitab Suci,” sindirnya seraya menambahkan, bahwa menjadi imam tidak gampang dan untuk itu para imam hidup selibat demi kerajaan Allah.
“Di zaman modern ini, selibat tidak ada arti kalau tidak sebagai sarana untuk dekat denganTuhan. Selibat akan menjadi penderitaan kalau tidak dekat dengan Allah,” tuturnya.
Ia menegaskan, supaya para imam bisa melaksanakan hidup sesuai dengan martabat kemuliaannya maka seperti biarawan-biarawati, para imam dituntut hidup miskin, hidup sederhana sehingga barang-barang duniawi tidak membuat akhirnya lupa Tuhan.
Seperti biarawan-biarawati, menurut Uskup Mandagi, para imam harus melaksanakan dan taat kepada kehendak Allah melalui uskup dan pimpinan yang lain. “Ketaatan merupakan sarana untuk melaksanakan hidup imamat,” katanya.
Uskup Mandagi memberikan peneguhan kepada para imam supaya jangan takut karena para imam tidak sendirian. “Roh Kudus ada, tetapi supaya Roh Kudus menyala terus maka para imam harus menjadi manusia pendoa. Karena hanya dalam doa Roh Kudus dihidupkan kembali, sehingga kuat menjalani imamat,” tuturnya.
Selain itu, Uskup Mandagi juga mengajak para imam untuk menjadi nabi, menjadi pewarta dalam menyuarakan kebenaran . “Seperti ditunjukan oleh Paus Fransiskus. Ia menyuarakan kebenaran, dan tidak takut untuk bersuara di tengah dunia seperti anti kekerasan,” imbuhnya.
Helen Yovita Tael (Kontributor, Merauke)