HIDUPKATOLIK.COM – Hari biasa Pekan III Prapaskah: Hos. 6:1-6; Mzm.51:3-4, 18-19,20-21ab;Luk. 18:9-14
PADA zaman Yesus orang-orang Farisi menjadi teladan kebenaran dan para pemungut pajak melambangkan orang-orang berdosa. Dalam perumpamaan ini Yesus menggambarkan dua orang dengan latar belakang berbeda, masing-masing berdoa kepada Tuhan. Orang Farisi berpikir bahwa doanyalah yang paling berkenan kepada Tuhan dan dapat diteladani, dibanding seorang pemungut pajak. Kesombongan dilawankan dengan kerendahan hati.
Sebenarnya orang Farisi sedang tidak memanjatkan doanya kepada Tuhan, melainkan doa itu ditujukan pada dirinya sendiri. Ia menganggap diri layak menerima anugerah Tuhan berdasarkan kesetiaannya melakukan aturan keagamaannya. Ia pun merasa berhak merendahkan orang lain, bahkan menunjuk orang di sekitarnya yakni pemungut pajak. Hukum Taurat mewajibkan puasa sekali dalam setahun, namun orang Farisi berpuasa dua kali seminggu (hari Senin dan Kamis). Ini hanyalah sebuah siasat untuk menarik perhatian orang pada diri mereka sendiri, mereka pamer dan bangga akan hidup kesalehan agamanya.
Tidak seorang pun di zaman Yesus mengharapkan seorang pemungut pajak menjadi teladan dalam hal baik. Mereka dianggap yang terendah dari semua yang terendah oleh karena pekerjaan mereka. Di sini Yesus membalikkan skenarionya: pemungut pajak yang merasa diri sangat tidak layak, berdiri jauh bahkan tidak sanggup memandang ke surga, sambil memukul dadanya ia berkata, “Tuhan kasihanilah aku orang berdosa ini” (ayat 13). Doanya yang sederhana itu ditujukan kepada Tuhan, ia mengharapkan belas kasih Tuhan. Inilah sikap doa yang patut diteladani.
Sr. Grasiana, PRR Doktor Teologi Biblis dari Pontifi cio Universitas St. Tomas Aquinas Angelicum Roma