HIDUPKATOLIK.COM – Pekan II Prapaskah.Yes. 1:10,16-20; Mzm. 50:8-9,16bc-17,21,23; Mat. 23:1- 12.
ISI dari kecaman Yesus terhadap sikap hidup orang Farisi dan ahli Taurat terkait dengan beberapa hal berikut. Pertama, arogansi kekuasaan. Aspek kekuasaan tercermin di dalam term ‘kursi Musa’. Kursi Musa adalah simbolisasi kuasa yang bersumberkan kepada hukum Taurat. Orang yang menduduki kursi Musa berarti memiliki wewenang yang bersifat otoritatif berdasarkan tradisi Musa untuk memahami, mengajarkan, menafsirkan, dan memberikan penilaian tentang pelaksanaan hukum Taurat. Kuasa yang besar tanpa dibarengi dengan komitmen diri yang kuat memunculkan standar ganda terkait dengan hukum Taurat: “…mereka mengajarkannya tetapi tidak melaksanakannya” (ay 3).
Kedua, legalisme. Fokus kepada aturan dan hukum yang ketat dapat menjerumuskan manusia kepada pelaksanaan hukum yang bersifat lahiriah dan mengabaikan semangat dasar dari hukum itu sendiri yaitu keselamatan manusia. Efek samping dari pendekatan ini adalah fenomena pencitraan: “…supaya dilihat orang…” (ay 5).
Ketiga, sikap rendah hati. Kerendahan hati itu terwujud ketika seseorang menjadi sadar akan eksistensi dirinya: dari mana ia berasal dan ke mana ia akan pergi. Yesus menegaskan bahwa hanya ada satu Rabi, satu Pemimpin dan satu Bapa yaitu Allah sendiri. Tugas manusia adalah menjadi murid yang baik di hadapan Allah. Oleh sebab itu setiap upaya untuk menyamakan diri dengan hukum Allah akan melahirkan dosa kesombongan.
Romo Marianus Oktavianus Wega Licenciat Teologi Kitab Suci Universitas Urbaniana, Roma