HIDUPKATOLIK.COM – Organisasi kemasyarakatan (ormas) Katolik turut terlibat dalam menggaungkan ajakan para uskup kepada umat Katolik, khususnya kaum muda, untuk menggunakan hak pilih dalam pemilihan umum (pemilu) mendatang.
“SEJAK era reformasi 1998 telah lima kali diselenggarakan pemilu. Pada tahun 2024 rencananya akan diselenggarakan untuk keenam kalinya. Berbagai macam permasalahan dalam pemilu yang lalu, seperti politik uang, intimidasi, kekerasan, pembodohan, dan praktik curang semoga dapat berkurang dan bahkan tidak ada lagi dalam pemilu 2024 nanti, sehingga kualitas demokrasi terus meningkat seiring meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat.”
Demikian penggalan kalimat yang tertuang dalam Bab I “Menjadi Pemilih Cerdas,” sebuah buku yang diterbitkan oleh Penerbit Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) Press pada November tahun lalu. Buku setebal 81 halaman yang berisi tiga bab ini merupakan edisi revisi dari buku serupa yang diterbitkan menjelang pemilu sebelumnya, sesuai dengan situasi dan kondisi saat ini.
Menurut Sekretaris Jenderal Presidium Pusat (PP) ISKA, Christianus Arie Sulistiono, buku ini menjelaskan tentang beberapa hal yang dapat menjadi pertimbangan bagi umat Katolik dalam menentukan pilihan. “Harapannya, umat Katolik paling tidak mendapatkan referensi bacaan, referensi tuntutan bagaimana membuat satu pilihan yang lebih baik daripada mereka sama sekali tidak mempunyai gambaran atau wawasan tentang satu proses pemilu yang berlangsung di negara kita,” ujarnya kepada HIDUP pada pertengahan Januari lalu.
ISKA, sebagai salah satu organisasi kemasyarakatan (ormas) Katolik di Indonesia, terdorong untuk menggaungkan ajakan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) kepada umat Katolik, yang merupakan bagian integral dari bangsa Indonesia, untuk menggunakan hak pilih berdasarkan hati nurani dan kebebasan pribadi. Pertimbangannya, tidak semua orang dapat memahami dengan baik atau menangkap pesan dari hati nurani mereka.
Arie, sapaan akrabnya, lantas memberi contoh. “Misalnya, kita memilih calon presiden dan calon wakil presiden yang punya visi-misi yang sejalan dengan kita yang memperjuangkan kepentingan umum. Kepentingan umum itu kan luas pengertiannya. Mungkin sebagian besar orang sudah merasa lebih makmur, tapi kalau kita lihat masih ada, katakanlah, dua-lima persen yang merasa belum sejahtera. Ini menunjukkan bahwa memperjuangkan kepentingan umum masih harus terus dilakukan. Bagaimana calon presiden dan calon wakil presiden melihat hal semacam ini,” imbuhnya.
Edukasi Politik
Penerbitan buku tersebut tentu bukan merupakan upaya indoktrinasi pilihan politik di kalangan umat Katolik. Justru ISKA ingin berperan aktif dalam proses pesta demokrasi mendatang. Hal ini ditegaskan oleh Ketua Dewan Penasihat PP ISKA, Vincentius Hargo Mandirahardjo. ISKA memiliki tanggung jawab untuk turut memberikan edukasi politik khususnya kepada kaum milenial dan para pemilih pemula agar mereka menggunakan hak pilih mereka. “Tidak Golput. Memilih dengan penuh tanggung jawab,” ujarnya.
Hal yang perlu mendapat perhatian serius dari umat Katolik, khususnya kaum muda, adalah pemahaman soal pemilu itu sendiri. Dalam pandangan ISKA, pemilu bukan sekadar persoalan kepentingan partai politik tapi juga kepentingan seluruh bangsa, karena pemilu menentukan masa depan bangsa. Dengan pertimbangan ini, buku yang telah dicetak sebanyak 3.000 eksemplar tersebut telah didistribusikan kepada berbagai komunitas Katolik di seluruh tanah air. “Inilah salah satu bentuk dari kontribusi ISKA dalam pesta demokrasi pemilu 2024 sebagai wujud dan tanggung jawab sebagai warga yang 100 persen Katolik dan 100 persen Indonesia,” ungkap Hargo, sapaan akrabnya.
Bentuk lain kontribusi ISKA, sebagai organisasi intelektual, adalah menyampaikan pemikiran seputar pemilu. Awal tahun ini, misalnya, PP ISKA mengeluarkan catatan awal tahun dan pernyataan sikap yang menyebut tahun politik ini sebagai momentum yang sangat strategis untuk semakin mewujudkan cita-cita dan pembangunan bangsa. “Melalui pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, pemilihan calon anggota DPR dan DPRD, calon anggota DPD, dan pemilihan para pimpinan daerah, baik gubernur, bupati/walikota, maka ISKA dengan segenap hati mendukung seluruh tahapan yang telah dilakukan untuk terselenggaranya pemilu (pada tanggal) 14 Februari 2024 dan menyerukan kepada segenap warga masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya dan menghindari Golput/tidak memilih,” demikian bunyi salah satu poin catatan awal tahun dan pernyataan sikap tersebut.
Sosialisasi Ajakan
Ormas Katolik lainnya yang juga terlibat dalam menggaungkan ajakan KWI kepada umat Katolik untuk menjadi pemilih yang cerdas dan betanggung jawab adalah Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI). Dalam hal ini, WKRI telah melakukan sosialisasi di berbagai daerah. “Kami mengundang tokoh-tokoh politik, baik Katolik maupun non-Katolik, untuk memberikan pembelajaran dan pengetahuan kepada teman-teman anggota di daerah. Ini imbauan dari Gereja, jadi kami teruskan kepada teman-teman anggota di seluruh Indonesia,” ujar Ketua Presidium WKRI Elly Kusumawati Handoko.
Harapannya, para anggota WKRI dapat mengolah pengetahuan tersebut dan kemudian menentukan pilihan berdasarkan hati nurani dan kebebasan pribadi, bukan sekadar terbawa arus. “Atau satu rasa tidak enak, karena beberapa teman kami di daerah ada juga yang menjadi calon legislatif atau caleg,” imbuhnya.
Bagi para anggota WKRI yang saat ini mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, Elly mendorong mereka agar menjadi caleg yang menjunjung tinggi nilai-nilai kekatolikan serta memiliki kepedulian dan keberpihakan kepada kaum lemah, miskin, tersingkir, dan difabel. “Jadi ketika mereka terpilih, mereka mewakili rakyat banyak,” ungkapnya, seraya berharap mereka yang terpilih dapat membawa suara perempuan dalam proses penentuan kebijakan.
Manfaat
Salah satu anak muda yang telah merasakan manfaat dari edukasi politik dan sosialisasi semacam ini adalah Agatha Christina Widjaja, seorang pemilih pemula. “Saya sudah punya hak pilih tahun ini. Bagi saya, menjadi pemilih yang cerdas itu harus tahu latar belakang, track record, dan visi-misi dari setiap calon,” ujarnya.
Untuk mendapatkannya, siswi Kelas 12 Sekolah Santa Ursula Jakarta ini menyempatkan diri untuk menyaksikan program Debat Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden yang disiarkan secara langsung oleh beberapa stasiun televisi. Ia bahkan menghadiri Seminar Kebangsaan “Peran Serta Umat Muda Katolik Menjadi Pemilih Cerdas Dalam Pemilu 2024” yang digelar pada pertengahan Januari lalu di Paroki Rawamangun, Jakarta Timur. “Mungkin belum semua (tahu), tapi saya sudah dapat gambaran yang bisa menjadi pertimbangan bagi saya untuk menentukan pilihan. Sebagai anak muda, saya juga turut menentukan arah bangsa Indonesia ke depan,” ungkapnya.
Edukasi politik dan sosialisasi sangat penting baginya. Hal ini dapat mendorong anak muda, khususnya para pemilih pemula, untuk menggunakan hak pilih mereka. “Masih ada pemilih pemula yang cenderung memilih golput karena mereka tidak tahu tentang pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. Menurut saya golput itu tidak tepat. Sayang kalau suaranya tidak dipakai,” imbuhnya.
Harapannya, siapa pun yang terpilih nanti bisa menjadi pemimpin yang baik. “Tetap adil dan menjalankan visi-misi yang sudah disampaikan sebelumnya kepada masyarakat,” pungkasnya.
Katharina Reny Lestari
Majalah HIDUP, Edisi No.05, Tahun Ke-78, Minggu, 4 Februari 2024