HIDUPKATOLIK.COM – Produk lokal menjadi sangat penting dalam mendukung kesejahteraan masyarakat. Kaum muda diajak menjadi pioner dalam mendukung produk lokal.
PRODUK lokal seperti brand fashion lokal bukan lagi barang musiman yang dibeli atau dipakai disaat ada kegiatan daerah saja. Brand fashion lokal hari ini sudah menjadi pilihan berpakaian sehari-hari.
Adelia Donata Rentanubun, merasa kecewa bila masih banyak anak muda seperti generasi milennial bahkan Gen Z menganggap brand fashion menjadi pilihan kedua setelah barang impor atau produk buatan luar negeri.
“Saya melihat bahwa saat ini, produk luar negeri menjadi sebuah prestige di kalangan orang muda. Orang akan diterima dalam pertemenan ukurannya bukan lagi rasa nyaman dan moralitas, etika atau etiket seseorang, tetapi punya barang mewah atau tidak. Ini sebuah model berpikir yang sangat keliru saat ini,” sebut Adelia.
Harus disadari bahwa keberadaan produk berbasis kearifan lokal masih belum berdampak besar karena produk lokal belum mampu menembus pasar dan sepi peminat. Padahal jika dilihat, produk lokal buatan Indonesia tidak kalah bersaing dengan produk impor lainnya. Banyak produk lokal memiliki kualitas bagus dan mengangkat nilai dan budaya bangsa Indonesia.
Ia menambahkan, setiap orang Indonesia khususnya orang muda perlu bangga menggunakan produk-produk lokal. Orang muda harus mendukung UMKM masyarakat kecil. Dengan begitu, orang muda turut mewujudkan pembangunan dan kemandirian bagi pedesaan, daerah-daerah terluar, terdepan, dan tertinggal (3T).
Wilayah 3T
Adelia menyadari bahwa mendukung UMKM di pedesaan dan daerah 3T adalah sebuah panggilan hatinya sejak duduk di bangku kuliah. Datang dari wilayah dengan konektivitas antar wilayah sangat diperlukan membuat prioritas Adelia setelah tamat dari kuliah harus kembali ke Pulau Kei, Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku. Ada kesedihan bahwa skema penanganan daerah prioritas dengan mewujudkan pembangunan infrastruktur belum dirasakan masyarakat di wilayah yang masuk kategori 3T ini, seperti Pulau Kei.
Ada komoditi laut khas Pulau Kei seperti ikan Sakuda yang hampir tak mengenal musim, atau berbagai jenis rumput laut tetapi tidak dimanfaatkan dengan baik karena akses yang sulit. Alam Pulau Kei kaya dengan hasil laut, tetapi tidak bisa dipasarkan dengan baik. “Ini kendala di wilayah 3T seperti beberapa pulau di Maluku lainnya. Nelayan bisa dengan mudah mendapatkan ikan dalam jumlah besar, tetapi sepi pembeli. Begitu juga peternak rumput laut yang sekali panen bisa berton-ton tetapi akses pemasar sulit. Akhirnya semua menjadi busuk lalu dibuang. Ada yang tidak bisa diolah lagi untuk konsumsi karena keterbatasan pengetahuan masyarakat,” sebut Adelia.
Aktivis lingkungan hidup ini menambahkan, dalam memacu pertumbuhan ekonomi, kebijaksanaan ekonomi harus menganut paradigma baru dimana pemberdayaan ekonomi rakyat harus menjadi perhatian utama. Karena sebagian besar di daerah pedesaan Maluku Tenggara, rakyatnya hidup pada sektor pertanian dan kelautan. Dua sektor ini masih memberikan kontribusi yang besar pada perekonomian daerah Pulau Kei.
Selain dua sektor ini, ada juga lagi sektor pariwisata. Kepulauan Kei adalah gugusan pulau di kawasan Tenggara Kepulauan Maluku. Daerah ini kaya akan potensi wisata karena memiliki 176 buah pulau dan 76 destinasi wisata. Panorama alam dan budaya sangat menakjubkan, tetapi sayang kepulauan yang tersebar di dua wilayah Kabupaten Maluku Tenggara dan Kota Tual ini terkesan dipinggirkan.
“Kita tidak perlu berharap kepada bantuan pemerintah pusat atau daerah. Orang muda harus secara inovatif keluar dari zona nyaman. Mereka harus kreatif mengola keindahan alam itu demi kesejahteraan banyak orang,” jelasnya.
Start up Baru
Demi mendukung sektor pariwisata ini, Adelia mendirikan sebuah brand anak muda dalam bidang fashion yang diberi nama Kei Pride Clothing Brand. Start up berbasis digital dengan menekankan kearifan lokal ini sengaja dibangun untuk memperkenalkan kepada dunia luar bahwa produk lokal Kei tidak kalah bersaing dengan produk luar lainnya.
Dengan start up ini, Adelia mengajak semua generasi untuk terlibat memperkenalkan pulaunya sendiri. Berbagai produk dihasilkannya seperti baju, topi, sepatu, kain selandang, celana, dan sebagainya. Adelia melihat start up ini sebagai bentuk dukungan kepada UMKM masyarakat terpencil. Ia bekerja sama dengan para pengrajin di desa-desa terjauh. Ia membeli suvenir atau hasil kerajinan tangan dari desa-desa dan memasarkannya.
Dengan cara ini, ia mempekerjakan ratusan pengrajin dari berbagai desa dan membuka lapangan pekerjaan bagi banyak anak muda. Dengan caranya ini, sebagian besar anak muda menjadi pioner pariwisata di Pulau Kei. Semua produk brand fashion itu dengan berbagai macam tulisan bahasa Kei atau jenis-jenis pariwisata di Kei.
Beberapa kali juga start up yang dibangunnya ini bekerja sama dengan membuat acara untuk memperkenalkan daerahnya. “Saya akan mengerjakan apa saja yang penting pariwisata di daerah saya maju. Kami memiliki pasir putih dengan panjang 2 kilometer dan dinobatkan oleh National Geographic sebagai pasir terhalus pertama di dunia. Di pasir panjang berlautan biru dengan gelombang ramah ini, hidup berbagai biota laut yang unik.”
Adelia memperkenalkan pariwisata dan memajukan UMKM daerah bukan untuk mencari keuntungan saja. Ekonomi berbasis kearifan lokal ini, kata Adelia, tak lain untuk mewujudkan pemerataan ekonomi di Indonesia. Bila pemerataan pembangunan telah menjadi visi keberpihakan pemerintahan sekarang, dirinya berpikir pemerataan ekonomi juga perlu mendapat perhatian. Semua orang harus sejahtera. Baginya urusan dapur atau urusan perut harus teratasi dahulu baru bisa berbicara soal bidang akses pendidikan, sosial, keadilan, dan sebagainya. “Sangat sulit ketika orang masih lapar lalu diajak duduk berbicara tentang pemerataan pendidikan, kesehatan, dan sebagainya,” tegasnya.
Pariwisata Religius
Alumni Program Studi Marketing Komunikasi, Universitas Bina Nusantara Jakarta ini menjelaskan bahwa Kei Pride Clothing Brand ini kini telah digunakan oleh banyak pejabat negara, artis, atau orang-orang penting lainnya yang telah mengunjungi Pulau Kei. Hasil yang didapat dari start up itu kini bisa membantu masyarakat kecil dan orang-orang miskin. Ada beberapa anak yang memiliki kemampuang ekonomi bagus tetapi sulit di bidang ekonomi telah dibantunya lewat uang sekolah. Pekerja rumah tangga seperti ibu-ibu tidak lagi memikirkan bagaimana harus memasarkan produk mereka karena ada pasar yang sudah disediakan.
Tidak saja itu, Adelia juga terlibat memberi pemahaman kepada orang-orang kecil khususnya mitra kerja di desa-desa terpencil untuk berpikir soal pengelolaan keuangan yang sehat. Uang hasil kerja keras mereka dengan Kei Pride, tidak langsung dihabiskan begitu saja, tetapi harus ditabung demi masa depan anak-anak, atau kesehatan mereka di masa tua.
“Meskipun ini perusahaan kecil, tetapi kami tertarik mengelolanya dengan nilai-nilai layaknya sebuah lembaga Caritas dalam Gereja Katolik. Bedanya kami tetap fokus mementingkan profit, sambil mengedepankan nilai-nilai cinta kasih dan keadilan. Kami membantu memberi pendidikan ekonomi keberlanjutan, memberi bantuan untuk pendidikan calon imam di Seminari St. Yudas Thadeus Langgur, dan anak-anak Panti Asuhan, serta lainnya.”
Ke depannya, Adelia memiliki satu cita-cita yaitu ingin memperkenalkan pariwisata rohani di Pulau Kei juga. Langgur sebagai ibu kota kabupaten adalah negeri para martir karena jejak-jejak iman Katolik di Nusantara tertancap di pulau ini. Para uskup, pastor, bruder, dan banyak awam yang merawat iman pada masa pendudukan Jepang meregang nyawa dan dikuburkan di Langgur.
“Sebagai Orang Muda Katolik, saya juga ingin memperkenalkan pariwisata rohani kepada umat Katolik di Indonesia. Lewat Kei Pride, kami yakin umat Katolik akan lebih mengenal Gereja di Langgur,” harapanya.
Yustinus Hendro Wuarmanuk
Adelia Donata Rentanubun
Lahir : Ambon, 7 September 1994
Pendidikan
- Universitas Bina Nusantara Jakarta (2012-2016)
- SMA St. Maria Surabaya (2009-2012)
Pengalaman Bekerja
- Komisaris Real Estate Company, PT Kei Bangun Persada
- Founder Kei Pride
- Marketing Komunikasi Berita Satu Media Holdings
Organisasi
- Humas” Kaki Bajalang” Maluku Tenggara (2017-sekarang)
- Himpunan Mahasiswa Marketing Komunikasi Binus (2014)
- Aktivis PMI (2007-sekarang)